Duaaaar!
Komenin yang banyak lagi di bab ini, yess.
Happy Reading~
***
Denting jarum jam yang berada pada satu garis lurus, mengiringi langkah kaki di bawah sinar bulan yang purnama. Bayangan hitam memanjang ke belakang, tersembunyi di balik tubuh yang tak menyadari keberadaannya. Langkah seseorang yang bertelanjang kaki semakin cepat, berlari tanpa peduli pada luka dan rasa sakit. Hanya terus berlari dengan keyakinan ... sesaat lagi dia akan segera sampai pada takdirnya.
***
"Booocah siaaalan, Booocah siaaalan ...."
Suara anak-anak itu terus mengiringi langkah gadis kecil dengan seragam sekolah dasar. Mereka selalu mengoloknya setiap hari dengan sebutan bocah pembawa sial.
"Bocah siaaalan ... nggak punya ayah."
Gadis itu berhenti ketika mereka mulai menyebut kata ayah. Mamanya pasti akan sangat marah kalau mendengar semua itu.
Asha tidak peduli jika mereka menghinanya, tapi kalau mamanya sudah marah, tangannya tidak akan segan untuk mendarat di bokong gadis kecil itu dengan kasar.
Asha mengepalkan tangan di samping tubuh, ingin menggertak agar mereka berhenti mengolok. Namun, dirinya masih berusaha meredam amarah sebisa mungkin.
"Waaah, Bocah sialanya udah marah. Aku takuuut," ucap salah satu dari mereka.
Bocah laki-laki dengan ukiran nama Dean di bajunya itu mendekat sambil menyedekapkan tangan. Dia ada di kelas yang sama dengan Asha di sekolah, dan anak-anak yang lain selalu menuruti perkataannya seperti kacung.
"Kenapa! Nggak terima? Berani ngelawan?" Dean menoyor pundak Asha dengan kasar.
Gadis itu menunduk, mencoba menahan amarah dan tidak melawan. Percuma saja, mereka akan terus mengulanginya lagi dan lagi.
"Kenapa nunduk? Takut?"
Asha mundur saat Dean semakin mendekat.
"Bocah sialan, nggak ada satu orang pun yang peduli sama kamu. Lihat," Dean menoleh ke arah teman-temannya. "mereka semua juga nggak mau jadi temen kamu. Itu karena kamu pembawa sial dan nggak punya ayah."
Sakit, hati gadis itu terasa sesak seperti akan meledak setiap mendengar kalimat itu. Setiap kali mereka menyebut kata ayah, ingatannya terus memutar ulang tentang pukulan-pukulan dan tatapan kebencian sang mama padanya. Asha tidak peduli jika dunia tidak menginginkannya, tapi kebencian ibunya membuat hati gadis kecil itu sangat terluka. Dia hanya ingin dipeluk oleh seorang ibu seperti anak-anak lain, tapi tangan mamanya hanya bisa memukul. Tidak pernah ada pelukan hangat dari tangan itu.
"Kamu nggak punya ayah ataupun temen. Nggak ada satu orang pun yang peduli sama kamu. Bisa-bisanya bocah kayak kamu pergi ke sekolah."
Asha sudah tidak tahan lagi sekarang. Dia hendak menjawab, tapi sebuah bola melayang ke arah Dean dan hampir mengenai kepalanya.
"Siapa bilang nggak ada yang peduli sama dia?"
Seorang anak laki-laki yang usianya lebih tua dari mereka, tiba-tiba datang dan merangkul Asha sok akrab.
"Aku sangat peduli sama dia, dan aku juga nggak akan segan buat matahin kaki kalian kalo terus gangguin dia."
"Kakak siapa?" Dean terlihat ketakutan saat mendongak dan melihat wajah anak laki-laki itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
REPARASI TAKDIR | ROMANCE FANTASY
Teen FictionLintang, dukun MILENIAL yang bisa menulis takdir orang lain, namun tidak bisa mengubah takdirnya sendiri. Sampai suatu hari, dia harus menulis takdir seorang pemuda yang terikat dengan takdirnya, dan membuat gadis itu terlibat dalam misi penyelidika...