Hai, GAAAISSEEEU~
Aku dateng lagi buat bawain part super duper panjang.
More than 5000 words.
Please, bantu komenin, yess.
HAPPY READING~
Hope you like it!
***
Denting musik yang mengalun lirih, mengiringi jarum jam yang berdetak teratur. Gumpalan awan gelap yang berkerumun, perlahan pudar dan menyisih. Membiarkan matahari menujukkan sinarnya yang paling terang.
***
Airin menundukkan dirinya di depan sang suami. Setelah beberapa hari Celline pergi dari rumah, pagi ini dia bertemu lagi dengan sang anak, dengan sebuah kabar yang membuat hatinya sangat hancur. Tujuh belas tahun Airin merawat Celline seperti anak itu memang lahir dari rahimnya sendiri, meski terkadang gadis itu menyakiti hatinya dengan tuduhan bahwa Airin hanya menjaganya karena harta.
Tidak perlu berbohong. Airin memang mencintai uang. Namun, bukan itu satu-satunya alasan dia mau menjadi ibu sambung Celline, saat dia sepenuhnya tahu kalau Gusti menikahinya bukan karena cinta. Jujur, Airin memang takut kalau Gusti akan menceraikannya jika dianggap tidak bisa mengurus Celline. Tapi bukan berarti, seluruh kasih sayangnya selama ini hanyalah kepalsuan. Biar bagaimana pun, dia adalah seorang perempuan, dan seorang ibu.
"Di mana anak itu?" tanya Gusti dengan suara dingin dan menusuk. Entah, laki-laki itu selalu berbicara dengan nada yang kurang menyenangkan didengar oleh telinga mana pun.
"Di-dia–"
"Apa dia kabur lagi?"
Airin tidak menjawab. Dia tidak mungkin mengatakan pada suaminya kalau anak itu sudah dia titipkan di tempat seseorang, yang pastinya baik itu Gusti ataupun Jenar tidak akan pernah menyangka. Perempuan itu sudah berjanji pada anak gadisnya untuk membujuk sang suami, agar setidaknya bisa membicarakan tentang hubungan Celline dengan Genta tanpa melibatkan urusan bisnis. Meski itu jelas tidak mudah, tapi Airin akan berusaha semampunya untuk bisa membujuk sang suami.
Gusti menyeringai saat istrinya hanya diam.
"Wanita yang mencintai uang, selamanya hanya akan memikirkan uang. Menjaga satu anak saja tidak becus!"
Air mata Airin menetes. Suaminya sangat jarang berbicara dengannya, tapi sekalinya mulut itu terbuka, malah mengeluarkan pedang yang mencabik-cabik hati perempuan itu dengan sangat kejam.
"Lalu bagaimana sama Mas? Apa yang udah Mas lakukan buat anak kandung Mas Gusti sendiri?" Airin tidak bisa lagi hanya berdiam. Dia tidak tahan jika harus terus disalahkan oleh suaminya, atas semua yang dilakukan oleh sang anak. "Apa pernah, sedikit aja Mas luangin waktu buat anak sendiri? Mas pikir, kenapa Celline sampe berbuat senekat itu? Itu karena dia ingin kamu lihat, Mas. Dia ingin mendapat perhatian dari ayahnya. Sekarang saya tanya, kapan terakhir kali Mas nanyain sama dia tentang gimana dia menjalani hari? Apa Mas tau, kalau Celline mendapat nilai sempurna untuk pelajaran matematika yang paling dia benci? Apa makanan kesukaan dia, dan apa yang nggak bisa dia makan? Apa bahkan Mas Gusti sebagai ayahnya, tau kalau Celline nggak bisa tidur kalau gelap? Saya yakin nggak ada satu pun yang Mas tau tentang semua itu."
Benar. Gusti memang tidak pernah memperhatikan anaknya. Dia hanya mendapat laporan dari sekolah, kalau Celline selalu mendapat nilai sempurna seperti yang dia harapkan, tapi dia tidak tahu kalau anak gadisnya membenci Matematika. Dia juga lupa kapan terakhir kali berbicara pada sang anak. Bahkan saat membawa anak itu di dalam acara makan malam dengan kolega bisnis, hubungan keduanya jelas terlihat kalau hanya formalitas di meja makan. Gusti tidak bermaksud untuk menelantarkan anaknya. Dia pikir, dengan memberikan Celline seorang ibu sudah cukup untuk membuat anak itu tidak kekurangan kasih sayang. Terlebih dia juga melihat sendiri bagaimana Airin sangat menyayangi anaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
REPARASI TAKDIR | ROMANCE FANTASY
Teen FictionLintang, dukun MILENIAL yang bisa menulis takdir orang lain, namun tidak bisa mengubah takdirnya sendiri. Sampai suatu hari, dia harus menulis takdir seorang pemuda yang terikat dengan takdirnya, dan membuat gadis itu terlibat dalam misi penyelidika...