Warn: Disertai unsur kekerasan, banyak adegan kotor dan bahasa kotor. Diharap bijak dalam mencermati makna dari cerita yang terkandung.
"Liat jam!"
"Lima lewat sebelas"
"Itu tau kenapa baru sampai rumah?! Kamu kira rumah kotor ini bisa bersih dengan sendirinya?! iya gitu?! Ngga perlu kasih mama alasan! Mama tau itu kedok busukmu aja!"
"Cih bandel, ikut gua!"Tanpa rasa bersalah Alviz menyeret krah seragam Bumi hingga tercekik. Mukanya yang memerah menahan rasa sakit tidak membuat Bumi mengerang bak sedikit pun.
Badannya di banting dengan kuat membuat suara benturan badan Bumi terdengan memilukan. Hanya wajah yang sedikit menyerngit tanpa ada suara sedikit pun. Tendangan bahkan pukulan di layangkan tampa ampun. Bedan penuh lebamnya bahkan belum sepenuhnya sembuh.
Rasa sakit di sekujur tubuhnya sama sekali tak terasa. Kepalanya pun tidak luput dari penyiksaan sang kakak. Alviz terus terusan membenturkan kepala bumi ke lantar marmer rumahnya.
"Lo nyusahin! Gak seharusnya mama pertahanin anak kaya lo! Lo itu aib keluarga! Malu maluin! Attitude lo buruk! Nilai lo ga sebagus itu! Beban mama papa ama abang!"
Tanpa permisi aliran darah mengalir dari kepala belakang. Kesadaran bumi perlahan menghilang digantikan wajah panik milik Alviz. Wajahnya pucat pasi sekujur badan yang tadinya mengeras terganti dengan getaran serta bulu halus yang beridiri sekujur badan.
Kakinya di bawa pergi menuju luar, rasa khawatir tak bisa di tutupi. Tanpa sadar Alviz mulai menangis, meraung karna tidak dapat menemukan sang ibu. Dengan segera ia mengangkat tubuh lebam adiknya dan bergegas membawanya menuju rumah sakit terdekat.
"Maaf, maafin abang ata. Papa, bang Al maafin Jean gabisa jaga Ata, maaf Jean sama mama malah nyiksa Ata terus"
Air matanya berlomba lomba untuk turun, beruntungnya kondisi jalanan tidak semacet biasanya. Ia tiba di Stephano'S Hospital. Dengan buru buru ia turun dan mencari bala bantuan.
Tapi naas saat ia kembali ia tidak dapat menemukan sang adik. Hanya jejak darah yang tersisa, jejak darah yang mengarah kedalam rumah sakit tersebut.
"Tolong, ini jejak darah adik saya, tolong temukan dia"
Ia memohon sembari meraung tak terhenti. Berulang kali memanggil nama Ata, sang papa dan sang abang. Hatinya remuk melihat bekas darah sang adik. Tak menunggu lama ia membawa kaki jenjangnya menuju dalam rumah sakit, dengan harapan sudah ada yang menolong sang adik.
"Udah gua tebak lo gaakan pernah bisa nepatin janji lo"
Ia mengenal betul suara ini, suara yang terdengar meremehkan dan senyum menakutkan di wajahnya membuat seuluruh atensi pasien teralihkan.
"Ikuti gua"
Dua kata mengerikan dengan konsekuensi berat menanti jika ia tidak segera mengikuti petuah.
–
"Maaf – maafin g gua, Ata ja– tuh karna gu gua engga ada di rumah"
"Lie, lo bohong. Jangan coba nipu gua. Gua udah kirim mata mata buat ngawasin gerak gerik lo"
Tendangan ia layangkan ke kaki kiri Alviz. Mata sembab hidung memerah serta nafas tak beraturan, itu cukup meng gambarkan kondisi Alviz saat ini.
"Kemana janji lo ama mendiang papa? Lo udah janji juga buat gantiin posisi bang Al! Di depan mayitnya lo berjanji bahkam bersumpah buat jaga senyuman Ata! Tapi dimana janji lo?!"
Mimik kekesalan sangat terlihat di wajah Axel, iya axel. Batinnya ingin memukuli badan mahluk sampah di hadapanya saat ini. Menjijikan satu kata yang sangat ingin ia lontarkan.
"Kalo lo emang gabisa jaga Ata. Ingat papa Griesha udah nulis wasiat buat keluarga Stephano ambil alih Ata kalau lo ga becus! Sekarang rasain akibatnya!"
Kepergian Axel menjadi tamparan besar bagi Alviz. Matanya menatap kosong kearah depan tanpa minat beranjak pergi. Sama hal dengan kondisinya air hujan menimpa tubuhnya tanpa belas kasih, ya mereka berdebat tepat di halaman belakang rumah sakit. Halaman kosong yang belum terjamah sama sekali.
—
Griesha Alviz Zenandra putra kedua dari keluarga Griesha. Anak yang hanya mendapatkan satu marga dari keluarganya, Griesha. Tidak mengambil pusing akan hal itu, tapi? beranjak dewasa pemikirannya menjadi liat tak tertahan lagi. Semenjak kepergian sang kepala rumah tangga dan disusul oleh Al sang putra sulung, kondisi rumah berubah secara drastis.
Sedangkan Mr. Stephano ternyata kerabat dekat dari keluarga Griesha. Stephano dan Grisha adalah teman bisnis dalam segala bidang. Menekuni karir bersama, kemudian dipisahkan oleh pernikahan. Sedikit orang yang mengetahui hal itu.
Hal yang menjadi boomerang bagi keluarga Griesha terus berlanjut hingga saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Altabumi G.A.
Fiksi PenggemarTidak dapat lagi di kembalikan apa lagi di rubah seperti semula. Pilu dan menyakitkan bagi siapapun yang mendengar erangannya. Hadir dalam gelapnya ruang pengap. Membalikkan semua kejadian yang selama ini berlalu. Cerita singkat ini di mulai dari 13...