"Otak gue terlalu mini untuk mikir matematika, mending tanya google ajah."
~Kalista Anjani.
~~~~
Pak Haidar bangun terlebih dahulu pagi ini. Ia tersenyum kecil saat melihat Zahira masih tidur dengan tenang di dekatnya.
Pak Haidar memberanikan diri untuk mengelus surai hitam Zahira. Masyaallah lembut sekali....
"Hira." Pak Haidar berusaha membangunkan Zahira.
"Hira bangun, sudah mau azan."
Zahira melenguh. "Iya, sebentar lagi ayah," jawab Zahira setengah sadar.
Pak Haidar terkesiap. Pasti Zahira sangat terpukul kehilangan Adinata.
Dua tahun lalu, Pak Haidar berada di posisi yang sama, ayahnya meninggal. Namun saat itu Pak Haidar sudah dewasa, berbeda dengan Zahira yang masih sekolah. Zahira gadis yang kuat...
"Zahira bangun yuk."
Zahira mulai terganggu. Perlahan tapi pasti mata indah itu terbuka.
"Astaghfirullah! Bapak ngapain di kamar saya!" teriak Zahira terkaget, bahkan tubuhnya refleks terduduk.
"Astaghfirullah saya lupa, Pak Haidar kan sudah jadi suami saya." Zahira mengusap wajah bantalnya.
"Cepat berwudhu, sudah masuk waktu subuh. Biar saya imami kamu sholat."
~~~
"Allahuakbar."
Hati Zahira berdesir hangat. Suara merdu Pak Haidar terdengar lebih indah saat melantunkan ayat-ayat Al-Qur'an.
"Assalamualaikum warahmatullah."
"Assalamualaikum warahmatullah."
Salat Subuh pun selesai dilaksanakan. Zahira menatap punggung Pak Haidar dengan senyum hangat yang menghiasi wajahnya.
"Ayah benar, mungkin Pak Haidar yang terbaik untuk Hira. Terima kasih ayah, Hira akan coba menerima Pak Haidar sebagai suami Hira," ucap Zahira dalam hati.
"Hira."
Zahira tersadar dari lamunannya. Di sana ada Pak Haidar yang sudah berbalik menghadapnya sambil mengulurkan tangan.
"Kamu tidak mau salim sama saya?" tanya Pak Haidar.
Zahira tersenyum kecil, ia lantas meraih tangan Pak Haidar untuk ia cium dengan takzim.
~~~~
Zahira melangkah perlahan menuju dapur. Bukannya melihat ibu yang sedang memasak–seperti biasa–ia malah melihat Pak Haidar yang seperti sedang membuat kopi, dan tak jauh dari sana ada Bi Tinah yang memasak sarapan pagi ini.
Zahira melangkah mendekat. "Pak Haidar bikin apa? Sini biar Hira aja."
"Tidak, ini sudah selesai," jawab Pak Haidar yang masih fokus dengan kegiatannya.
"Loh Hira, kamu mau masuk sekolah?" tanya Pak Haidar yang kaget melihat Zahira sudah memakai seragam lengkap.
"Iya Pak, ada ulangan mendadak," jawab Zahira beralasan.
"Ulangan apa?"
"Itu, em anu.... Matematika Pak."
Alis Pak Haidar seolah bertemu. Matematika?
"Eh? Matematika wajib! Iya, matematika wajib." Zahira menyengir tak berdosa.
"Saya tau kamu bohong. Jujur sama saya, Hira," suruh Pak Haidar dengan nada lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love Math and I Love You [END]
Romantik[SUDAH TERBIT] Matematika. Kata yang menakutkan untuk sebagian besar para murid. Tapi bagaimana jika guru matematikanya masih muda dan tampan? "Kalo gurunya modelan gini sih gue jadi suka matematika!" "Suka matematika atau suka sama gurunya?" HIGH R...