5. SAH!

20K 1.6K 42
                                    

Selamat malam Minggu para jomblowan dan jomblowati fisabilillah 🙏

Maap aku jarang up, sebenarnya di draf udah ada sampai 30 bab tapi aku males nge-publish-nya. Spill tips biar gak males up gess?!

Oh ya, jangan lupa tandai typoo!

-happy reading-

~~~~~

Pagi hari ini, semuanya sudah siap. Zahira sudah cantik dengan gaun simpel yang di pilihkan Ibu. Wajahnya pun juga sudah cantik dengan riasan tipis.

Semuanya sudah berjejer rapi. Adinata memaksa dirinya duduk untuk menikahkan putri semata wayangnya. Penghulu sudah siap, dan beberapa perawat di panggil untuk menjadi saksi.

"Sudah siap? Mari ayah dari mempelai wanita menjabat mempelai pria," titah sang penghulu.

Dapat Pak Haidar rasakan genggaman erat dari tangan senja Adinata.

"Bismillahirrahmanirrahim," ucap Adinata pelan.

"Saya nikahkan dan kawinkan engkau, Haidar Athfariq bin almarhum Abdullah Athfariq, dengan putri kandung saya Zahira Azkia binti Adinata dengan mahar uang tunai sebesar seratus juta rupiah, emas dua puluh lima gram dan seperangkat alat sholat dibayar tunai!"

"Saya terima nikah dan kawinnya Zahira Azkia binti Adinata dengan mahar tersebut tunai!"

Kalimat kabul dengan satu tarikan nafas, berhasil Pak Haidar ucapkan.

"Bagaimana para saksi?"

"Sah!"

"Alhamdulillah hirobil'alamin."

Zahira meneteskan air matanya, hari ini, detik ini juga ia sah menjadi istri dari Pak Haidar, gurunya sendiri.

Banyak fakta yang baru Zahira dengar hari ini. Pertama, ayah Pak Haidar telah meninggal dunia. Kedua, mahar dari Pak Haidar yang tak pernah ia bayangkan.

"Silahkan kedua mempelai bertukar cincin, setelah itu mempelai wanita menyalimi suaminya dilanjut dengan mempelai laki-laki mencium kening istri," titah penghulu.

Zahira dengan ragu-ragu mengulurkan tangannya, Pak Haidar pun menyambut tangan Zahira dengan perlahan. Menyematkan cincin pernikahan yang sederhana namun terlihat mewah tersebut.

Selanjutnya giliran Zahira yang menyematkan cincin ke jari manis Pak Haidar. Setelah cincin terpasang sempurna, Zahira pun mencium punggung tangan sang suami takzim. Tak berselang lama, Zahira merasakan ubun-ubunnya di sentuh, dan mendengar Pak Haidar membacakan doa untuk dirinya.

Setelah itu ia menatap Pak Haidar yang juga menatapnya dalam. Baru kali ini, Pak Haidar berani menatap tepat di iris mata Zahira.

Sepersekian detik berikutnya Zahira mematung, sebuah benda kenyal mendarat sempurna di keningnya. Jantungnya berdesir hangat merasakan ciuman pertama dari sang suami.

Setelah Pak Haidar melepaskan ciumannya, Zahira langsung menyembunyikan wajahnya yang terlihat memerah.

"Masyaallah, putri ayah sekarang sudah milik orang lain," ucap Adinata.

Zahira langsung menatap ayahnya dengan tatapan tidak terima. "Hira tetap putri ayah, selamanya akan seperti itu!" balas Zahira.

Adinata tersenyum lalu mengangguk. "Iya." Ia lalu mengelus kepala Zahira yang berbalut khimar dengan sayang. "Terima kasih sudah mewujudkan keinginan terakhir ayah ya nak. Sekarang ayah gak kawatir harus meninggalkan putri ayah ini."

"Ayah! Ayah ngomong apa sih? Hira gak suka," ucap Zahira yang berusaha keras menahan air matanya.

"Haidar, ayah titip putri ayah ya? Jaga dia baik-baik," pesan Adinata.

"Pasti yah, tapi ayah harus semangat untuk sembuh ya?"

"Iya dong, ayah masih ingin menggendong cucu ayah," jawab Adinata.

~~~~

Hanya ijab kabul yang sederhana di rumah sakit, tanpa resepsi dan tanpa pesta. Bahkan Zahira langsung mengganti bajunya setelah menggambil beberapa jepret foto tadi.

Adinata tak henti memamerkan senyumnya. Keinginan terakhirnya sudah terpenuhi. Ia menatap langit-langit kamar dengan sendu, tak terasa sebutir bening menetes hingga membasahi bantal. Tubuhnya terasa sangat sakit sekarang.

"Ya Allah, jika memang sekarang waktunya hamba ikhlas, tolong buat orang yang hamba sayang bahagia," batin Adinata.

"Rini," panggil Adinata pelan pada sang istri.

Buru-buru Rini melangkah, mendekati sang suami diikuti beberapa orang lainnya. "Iya, Mas?"

"Sakit," adu Adinata lirih.

"Mana yang sakit, Mas? Bilang sama aku," tanya Rini dengan air mata yang menetes deras.

"Boleh aku pergi? Aku tunggu kamu di janah-Nya," ucap Adinata pelan.

"Ayah, katanya mau gendong cucu ayah kan? Ayo bertahan sebentar lagi," ucap Zahira yang juga sudah menangis.

"Zahira, jadi istri yang berbakti ya nak, nurut sama Haidar."

"Haidar, ayah titip Hira ya?"

Kini Adinata kembali menatap istrinya. "Sayang, tolong tuntun aku talkin," pinta Adinata.

"Mas?"

"Aku mohon."

Rini menahan sesenggukannya. Ia mulai mendekatkan bibirnya ke telinga sang suami.

"Asyhadu an laa..."

"Asyhadu an laa."

"Ilaaha."

"Ilaaha."

"Illallaah."

"Illallaah."

"Wa asyhaduanna,"

"Wa asyhaduanna,"

"Muhammadar,"

"Muhammadar,"

"Rasulullah,"

"Rasulullah,"

Tangis Rini dan Zahira semakin menjadi. Mata Adinata kini tertutup dengan damai, senyum kecil menghiasi wajah senja Adinata.

Kini beliau sudah tidak merasakan sakit, beliau sudah bahagia setelah menikahkan putrinya dengan lelaki yang tepat.

~~~~

Siang hari, tepatnya di istirahat ketiga, kelas XII MIPA 2 mendapat berita duka jika ayah dari ananda Zahira meninggal dunia. Maka dari itu, seluruh siswa dan wali kelas memutuskan untuk takziah ke rumah duka.

"Ya Allah Hir, perasaan lo izin acara keluarga, gak taunya Om Adinata meninggal," gumam Kalista pada Novilia meratapi nasib sahabatnya.

"Yang namanya maut kita gak pernah tau Lis. Om Adinata juga udah lama kan sakitnya. Kasian Zahira, pasti dia terpukul," balas Novilia

Sesampainya di rumah duka, teman-teman Zahira langsung memberi ucapan berbelasungkawa. Namun ada satu kejanggalan yang mereka lihat. Di sini ada Pak Haidar. Kapan Pak Haidar tiba?

~~~~

Matahari sudah condong ke arah barat. Teman kelas sudah pulang, kini Zahira dan keluarga mengantarkan Adinata ke tempat peristirahatan terakhirnya.

Zahira setia memeluk Ibu dari samping. Ibu tidak menangis, berbeda dengan Zahira yang sesenggukan.

Ia menatap sendu tubuh sang ayah yang terbungkus kain kafan, perlahan tubuh tak bernyawa itu diturunkan. Butir demi butir tanah merah sempurna tertutup.

Brakk

Tubuh Ibu terjatuh detik itu juga.

"Ibu!"

Tangis Zahira tambah pecah. Keluarganya baru saja kehilangan kepala keluarga, kehilangan pasak untuk bertumpu. Kini hanya ada dirinya dan Ibu.







.
.
.

Dahh segitu dulu, see you next part!

Oh ya jangan lupa votee! Aku maksa loh😡

I Love Math and I Love You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang