9. Boleh disentuh

21.5K 1.7K 30
                                    

Boleh baca ulang bab sebelumnya terlebih dahulu, biar gak lupa alur👍

Kalau ada typo komen aja

-happy reading-

~~~~

"Assalamualaikum," ucap Pak Haidar saat memasuki rumah Zahira.

"Wa'alakumsalam, Nak," ucap Ibu yang sedang bersantai di ruang tengah ditemani oleh Bi Tinah.

"Baru pulang Haidar? Hira sudah pulang dari tadi."

"Iya Bu, Haidar harus koreksi tugas anak-anak dulu," jawab Haidar. "Ini Bu, Haidar beli bakso tadi di jalan."

"Wah, terima kasih ya nak."

Pak Haidar mengangguk. "Haidar masuk dulu ya Bu," pamit Pak Haidar.

Setelah mendapatkan jawaban, Pak Haidar mulai melangkah menuju kamar Zahira.

Pintu ia buka secara perlahan, Pak Haidar terkejut melihat Zahira tertidur dengan keadaan meringkuk masih lengkap dengan seragamnya.

"Hira ganti baju dulu, besok dipakai lagi kan?" ucap Pak Haidar.

"Ck! Jangan panggil Hira."

Pak Haidar mendekat, duduk di pinggir ranjang lalu mengelus lengan Zahira perlahan.

"Kamu masih marah? Kan saya sudah minta maaf tadi."

Zahira menolak sentuhan tangan Pak Haidar. "Bapak diem!"

Pak Haidar mengalah, ia bangkit dari duduknya lalu beranjak ke kamar mandi.

Dua puluh lima tahun tak pernah berhubungan dengan mahkluk bernama perempuan, membuatnya tak mengerti harus bersikap seperti apa pada gadis remaja ini.

Pak Haidar melangkah masuk ke kamar mandi, ia melihat sesuatu yang mungkin menjadi alasan Zahira seperti itu. Ia memungut bungkus plastik yang lupa Zahira buang ke dalam tempat sampah.

Setelah selesai dengan kegiatannya di kamar mandi, Pak Haidar buru-buru menghampiri Zahira. Tangannya lalu bergerak mengelus kepala Zahira yang masih terbalut jilbab putih tersebut.

"Perutnya sakit ya?" tanya Pak Haidar lembut.

"He'em," jawab Zahira terdengar merengek.

"Dari kapan?"

"Tadi."

"Sekarang Hira mau apa?"

"Gak tau."

"Saya kasih minyak perutnya mau? Biar mendingan," tawar Pak Haidar.

Zahira mengangguk kecil. "He'em."

Pak Haidar pun bangkit untuk mengambil minyak kayu putih di atas nakas.

"Saya izin buka ya?"

"Aaa gak mau!" pekik Zahira saat Pak Haidar hendak membuka kancing seragamnya.

"Terus gimana saya kasih minyak kayu putih ke perut kamu, Hira?" tanya Pak Haidar gemas. "Ya udah ini kamu sendiri saja yang olesin." Pak Haidar memberikan botol minyak kayu putih kepada Zahira.

"Jangan ngintip!"

"Enggak."

Pak Haidar duduk bersila di pinggir ranjang sembari melepas nametag dan atribut keguruan lainnya yang masih terpasang di kemejanya.

Pak Haidar terkesiap saat Zahira tiba-tiba tidur di pahanya sambil menduselkan kepala ke perutnya.

"Kenapa hm? Perutnya masih sakit?"

I Love Math and I Love You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang