Bau harum kopi dan bacon menggelitik indera penciuman model manis yang masih terbaring di atas kasur di balik selimut tebal. Alisnya mengernyit bingung, bagaimana bisa bau menggugah selera itu bisa sampai ke dalam kamar tidur Lee Jeno. Tidak mungkin makanan itu berjalan sendiri, kan? Walaupun ia masih ingin bergelung dengan kehangatan di bawah selimut, ia tidak bisa menolak fakta bahwa perutnya sedikit protes minta diisi.
"Apa aku membangunkanmu?" suara berat pria dengan tinggi menjulang itu membuat Jaemin membuka mata sepenuhnya. Benar saja, ia melihat Jeno memasuki kamar dengan membawa nampan dipenuhi secangkir kopi dan piring yang kemungkinan berisi sarapan.
"Ada apa ini?" sepertinya model manis ini masih perlu mengumpulkan nyawanya lebih dulu sebelum bisa memproses apa yang tengah dilakukan kekasihnya itu.
Langkah panjang Jeno membawanya lebih cepat mencapai sisi kasur. Ia meletakkan nampan itu di pangkuan tubuh kurus Jaemin yang sudah terduduk bersandar pada kepala ranjang sembari mendudukkan dirinya di pinggiran kasur. Dengan seulas senyum manis, pria yang sudah mengenakan pakaian rapi itu berkata,"Aku rasa ingin melakukan sesuatu berbau lovey dovey pagi ini. Kau tidak keberatan, kan baby?"
Kerutan di dahi sang model menghilang sempurna digantikan semburat kemerahan yang menghiasi kedua belah pipinya. Bibir tipisnya mengerucut ingin membalas gombalan sang kekasih, tapi sepertinya ia tidak punya ide dan hanya berakhir dengan sebuah gumaman tidak jelas.
"Apa yang kau katakan, baby?" Jeno mendekatkan telinganya berusaha menangkap apa yang diucapkan kekasihnya itu, tapi Jaemin justru mendengus pelan,"Kau seperti orang bodoh saja, Jen." Fool in love, begitulah yang sebenarnya ingin Jaemin ucapkan, tapi entah kenapa yang keluar dari mulutnya benar-benar berlainan.
Tapi mungkin karena mood sang pengusaha yang sedang sangat bagus, ia seolah bisa menerima sinyal telepati dari pikiran sang kekasih,"Yes, I'm a fool. A fool in love to be exact."
Karena malu pikirannya berhasil ditebak, Jaemin menyodorkan garpu yang berisi bacon ke arah mulut Jeno untuk membuatnya tutup mulut. Aish, dia tidak menyangka setelah apa yang mereka alami, pagi seperti sepasang kekasih bisa mereka rasakan.
Dering telepon membuat Jaemin menghentikan kegiatan menikmati sarapan dan menatap Jeno yang menyambar telepon genggamnya di atas nakas. Alis tebalnya bertaut saat mendapati siapa yang menghubunginya pagi ini.
"Eoh pagi Hyung. What's up?" ternyata sahabatnya yang menelepon.
"Ah, baiklah, tak masalah. Di mana dan kapan?" pria tampan itu mengangguk-angguk sebentar kemudian menatap Jaemin.
"Iya, dia di sini bersamaku sekarang. Baiklah sampai nanti," ucap sang pebisnis sembari mengakhiri pembicaraannya dengan sang sahabat.
Jaemin menatapnya dan Jeno langsung menjelaskan isi pembicaraannya,"Mark Hyung ingin mengajak kita makan malam bersama. Semacam reuni, begitu katanya."
Makan bersama. Wah, ide yang menyenangkan dan belum pernah terpikirkan oleh Jaemin sebelumnya. Tentu saja ia langsung menggangguk mengiyakan ajakan itu. Kapan lagi mereka berenam bisa duduk satu meja dalam keadaan bahagia, menyenangkan, dan tanpa adu jotos ataupun adu omong?
Kebetulan juga untuk beberapa saat ini semua jadwalnya terpaksa dibatalkan karena statusnya yang dianggap masih hiatus berkat skandal yang menimpanya. Walaupun ia merasa sedikit kosong tanpa pergi bekerja, semuanya tidak masalah selama ada Jeno di sampingnya.
Alasan itulah yang membuatnya memilih untuk tinggal di apartemen Jeno. Orang tuanya juga menyarankan agar ia tidak tinggal sendiri sementara waktu. Mereka tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh para wartawan maupun orang-orang yang tidak menyukai gagasan tentang hubungan mereka.
Sebenarnya, kedua orang tua Jeno juga ingin menempatkan beberapa bodyguard untuk menjaga mereka, tetapi Jeno dan Jaemin menolaknya. Ia hanya model, bukan idol atau semacam artis yang memiliki banyak haters. Jadi, ia yakin tidak akan terjadi hal-hal buruk padanya.
"Jen, apa kau akan berangkat ke kantor pagi ini?" Jaemin yang baru selesai mandi melihat Jeno yang masih duduk di ruang tamu sembari menyesap kopinya dan sebuah koran masih berada di tangan satunya.
"Ehm, tentu. Hari ini ada rapat direksi penting untuk membahas proyek pembangunan hotel di Busan," jawabnya singkat.
"Wah kau sudah terlihat seperti pengusaha sekarang, Jen."
"Tentu. Ini pekerjaan baruku dan sampai sekarang aku masih menyukainya. Ternyata menjadi pengusaha itu lumayan menyenangkan," Jeno melipat koran di tangannya dan meletakkannya di samping cangkir kopinya yang sudah kosong.
Jaemin mengernyitkan alisnya,"Tentu bukan karena pengusaha mempunyai asisten ataupun sekretaris cantik dan seksi, kan?"
"Hahaha, apa-apaan itu?" Jeno tertawa dan bangkit dari posisinya berjalan menuju Jaemin yang masih berdiri di ambang pintu kamar,"Asistenku itu laki-laki tulen dan sama sekali tidak seksi, baby. Kau tahu kalau di mataku hanya kau yang terlihat seksi," kedua lengannya meraih pinggang ramping Jaemin dan menarik pria itu mendekat ke tubuhnya.
"Kau benar-benar cassanova, Jen," ucapnya seraya menarik kerah kemeja sang pengusaha membuat wajah mereka semakin berdekatan,"Tapi aku mencintaimu, Jen." Sebuah kecupan kilat mendarat tepat di bibir Jeno sebelum Jaemin melepaskan tubuhnya dari lengan kekar sang kekasih dan berjalan ke dalam kamar untuk membuka lemari pakaian dan memilih sesuatu.
"Yah, kenapa singkat sekali?" Jeno tentu ingin protes. Morning kiss-nya singkat sekali. Ia bahkan belum menyadari sepenuhnya kalau itu ciuman. Hal itu bahkan terlalu innocent untuk dikatakan sebagai ciuman.
"Pakailah ini!" Jaemin berbalik menatap Jeno yang masih merajuk sembari mengacungkan dasi berwarna merah untuk melengkapi tampilan sang kekasih.
Namun, sepertinya Jeno masih ingin mempertahankan rajukannya dan hal itu sontak membuat Jaemin mendengus pelan. Ia melangkah mendekati tubuh besar Jeno dan mulai memasangkan dasi itu di kerah kemeja sang kekasih. Perlakuan Jaemin itu membuat Jeno gagal menahan senyum yang sudah bercokol di bibirnya.
"Kau seperti istriku saja, baby," mata hitam Jeno terus menatap sosok Jaemin yang dengan telaten melipat kerahnya kembali ke kondisi semula kemudian menepuk bagian pundaknya pelan untuk memastikan tampilannya sudah sempurna.
"Kalau kau ingin membuatku menjadi istrimu, lamarlah aku di depan orang tuaku dan siapkan pernikahan kita secepatnya Sajangnim," ucapnya seraya bersiap untuk beranjak pergi, tapi tangan Jeno lebih cepat menahan pergelangan tangan sang model dan menariknya kembali ke pelukannya sebelum mencium bibir tipis itu mesra.
Jaemin mengangkat koper kekasih yang tertinggal di atas kasur seraya berteriak,"Yah, Lee Jeno, kau meninggalkan kopermu!" ciuman yang rencanya singkat itu terpaksa harus berlangsung lebih lama.
Bahkan, apabila Jaemin tidak menghentikan tangan nakal Jeno yang mulai menyelusup ke dalam pakaian yang ia kenakan, sudah bisa dipastikan Jeno tidak bisa menghadiri rapat direksi itu tepat waktu. Sekarang saja Jeno sudah tergesa-gesa memakai jas dan sepatunya dan melupakan tas kerjanya yang berisi dokumen penting.
"Gomawo, untung ada kau," ujar Jeno lega saat tas kerjanya sudah berada di genggamannya.
"Yah, memang sepertinya kau membutuhkan seorang istri, Sajangnim," ucap Jaemin sembari tersenyum. Ia tidak marah.
"Baiklah, aku pergi dulu," pamit Jeno mencium kening sang kekasih.
"Hati-hati di jalan."
Satu hal yang bisa Jeno pelajari dari kejadian pagi ini adalah 'Seberapa pagi pun kau bangun, kau akan tetap terlambat berangkat kerja apabila perhatianmu teralihkan pada hal yang mustahil untuk diabaikan'.
🍜🍜🍜
Happy Independence Day 🇮🇩
![](https://img.wattpad.com/cover/284023814-288-k482830.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
🔞That Should Be Mine (Nomin)🔞
FanficSeorang pemuda yang tak sadarkan diri terbaring tak berdaya di atas sebuah tempat tidur. Tubuh tanpa busananya tampak penuh luka lebam. Seprai yang awalnya menutupi seluruh permukaan tempat tidur, kini berantakan dan dipenuhi dengan bercak darah kem...