BAGIAN 16

640 83 0
                                    

Hari ini Elang memilih membolos kuliah. Bahkan pagi ini pemuda tampan itu sudah menginjakkan kakinya di rumah sakit untuk menemui sahabatnya, tadinya tak ada keinginan untuk membolos kuliah, harusnya hari ini ia menyelesaikan permasalahannya dengan Chaca namun keinginannya itu ia urungkan kala mendapatkan pesan dari seseorang yang tak ia kenal, pesan yang harus ia diskusikan pada Dika karena menyangkut rahasia mereka.

Keluar dari lift dan berjalan sebentar menuju ruangan Dika namun langkahnya terhenti ketika ia akan membuka pintu, pintu itu sudah terbuka dan memunculkan Yulia yang menatapnya terkejut.

"Pagi Yulia, mau berangkat kuliah?" Sapa Elang ramah.

Yulia mengangguk, "Pagi Lang. Iya ini mau ke kampus. Lo mau ketemu Dika?"

"Iya lah, yakali mau ngapelin lo bisa ditabok bolak-balik gue sama Dika." Jawab Elang bercanda.

"Lo gak ke kampus?" Yulia bertanya lagi.

"Titip absen ke Miguel, lagi kangen berat sama cowok lo." Jawaban Elang membuat Yulia terkekeh.

"Ada siapa di dalam?" Tanya Elang melirik ruangan Dika.

"Cuma Dika doang, orangtuanya udah pulang tadi pagi. Lo masuk aja. Gue juga mau berangkat, titip Dika ya Lang." Ucap Yulia.

"Siap, santai aja. Ayang lo aman sama gue, dah pergi sana entar telat lagi lo."

Setelah menyuruh Yulia pergi yang langsung dituruti gadis itu, Elang langsung masuk setelah memastikan Yulia benar-benar pergi. Elang mengunci pintu dan mendekati Dika, ia langsung melempar ponselnya pada Dika mendapat reaksi bingung pemuda itu.

"Kenapa sih? Baru datang rusuh lo." Kesal Dika pasalnya ponsel Elang yang dilempar ke arahnya tadi sempat mengenai dadanya dan itu lumayan sakit.

"Lo yakin saat itu gak ada yang lihat kelakuan lo?" Tanya Elang.

Dika membulatkan matanya, meneguk ludahnya dan menatap Elang sedikit ragu.

"Ya--yakin kok, selain gue dan 2 anak buah gue gak ada lagi yang tahu." Jawab Dika.

Elang memicingkan matanya menatap Dika, tak yakin dengan jawaban Dika. Ia mengambil ponselnya lagi, mengutak-atik sebentar lalu ia serahkan pada Dika, kali ini tidak dengan melemparkan benda pintar itu.

Dika menerimanya ia menatap fokus pada ponsel Elang, matanya lagi-lagi membulat terkejut. Ia lalu menatap Elang dengan tatapan sulit diartikan.

"Siapa yang kirim itu?" Tanya Dika, ada nada ketakutan di suaranya.

Elang menggelengkan kepalanya.

"Gue juga gak tahu, setelah dia kirim video itu dan gue lihat nomor gue langsung diblokir, gue coba lacak juga gak bisa Dik." Jawab Elang.

Dika mendengus lalu turun dari bangsalnya, ia melepas paksa infus yang terpasang di tangannya, ia berjalan ke arah jendela mengambil rokok dan menyulutnya lalu membawa rokok itu ke bibirnya.

"Jangan gila Dik, pakai lagi infus lo. Bisa gawat kalau Jeffrey atau orang lain lihat lo kayak gini sekarang." Ucap Elang.

Ucapan Elang tak dihiraukan oleh Dika, pemuda itu masih menikmati rokoknya dan menatap datar ke luar jendela.

"Buang rokok lo dan pasang infus lo brengsek, sia-sia gue bantuin lo bayar dokter itu buat bikin pengakuan palsu tentang lo yang hilang ingatan. Kalau Jeffrey, Jeka, Juna atau bahkan Miguel dan Bram sampai tahu gue pastiin lo hilang ingatan beneran dan gue gak akan  mau bantu lo lagi." Suruh dan ancam Elang.

Dika membalikan tubuhnya dan terkekeh sinis menatap Elang.

"Lo pikir nasib lo gak akan sama kayak gue Lang? Ketika gue akan berakhir hilang ingatan beneran, lo pun juga akan mengalami hal yang sama. Lo yang bantu gue di sini, lo terlibat juga Lang." Ucap Dika membuat Elang menatapnya tajam.

PERMEN KARET ||JAEROSEKOOK||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang