Aku tersenyum puas mengingat bentuk kemarahan dan ancamannya. Karena disana terselip kekhawatiran yang luar biasa.Andai dia tahu ini belum ada apa-apanya dibandingkan perbuatannya. Aku bertekad akan membalas apa yang telah dia lakukan.
"Lo... nggak pulang ke apartemen?" Suara Luna mengalihkan lamunanku.
Aku menggeleng pelan. Setelah Andin memberi kabar kalau dia akan tinggal lebih lama dirumahnya, aku memutuskan untuk menginap dirumah mama. Di apartemen sendirian tanpa Andin, rasanya tentu membosankan.
"Temen lo mau nikah, kok lo nggak ada bantu sama sekali."
"Gue udah beberapa kali nawarin bantuan ke Andin pas dia telepon, tapi kata dia semua udah di urus sama wedding organizer. Katanya gue tinggal datang bawa pasangan."
Tawa Luna pecah."Mending lo nyari pasangan aja gih, jadi lo nggak merana banget di acara nikahan orang."
"Mulut lo sama kayak Andin."
"Eh... Yang tadi pagi nganterin lo, siapa? Bukan orang sembarangan kayaknya, mobilnya mewah gitu."
Aku langsung menggerutu pelan, ini karena Revan yang bersikukuh menurunkan aku di depan kantor padahal aku memintanya di jalan sebelum memasuki area kantor. Luna yang melihat reaksiku langsung tersenyum misterius.
"Jangan bilang lo frustasi jomblo dan jadi simpanan orang!"
"Filter dikit kek mulut lo Lun, asal nyablak aja," kesalku, namun Luna hanya tertawa.
"Bercanda Fay, lagian lo kayak kaget gitu ketahuan sama gue. Lagian siapa sih dia?"
"Revan," jawabku malas, entah aku tidak bisa bohong sama Luna kali ini.
Kini giliran Luna yang terbelalak kaget."Jangan bilang manusia kaku pacarnya nenek lampir."
Aku mengangguk pelan dengan raut menyesal, apa yang tidak diharapkan Luna adalah kenyataannya.
"Dari awal gue udah curiga, lo ada hubungan sama dia, laki-laki kaku itu selalu natap lo dengan tatapan berbeda!"
"Gue dan Revan tidak ada hubungan apa-apa Lun, gue hanya sedikit manfaatin dia untuk sebuah kepentingan."
"Apa dia? Mantan lo, yang buat lo nggak bisa move on? Andin pernah cerita hal itu, hanya saja gue nggak tahu persis siapa orangnya?" tebak Luna yang benar adanya.
Aku mengangguk lemah.
Luna menghela nafas.
"Gue tidak tahu, kepentingan apa yang lo maksud! Tapi lo tanya hati lo, apa benar lo deketin dia karena sebuah kepentingan atau memang hati lo yang memang ingin di dekat dia."
Bibirku bergetar, mungkin hatiku juga. Tidak, aku mendekatinya hanya sebuah pembalasan, tidak lebih dari itu. Apapun bentuknya aku tidak punya keinginan untuk menjerat milik orang lain.
"Hanya sebuah kepentingan Lun, aku tidak berniat memilikinya."
"Baiklah, gue sih nggak peduli perasaan lampir, yang gue peduliin lo, gue nggak mau lo terluka, apalagi kalian dulu pernah ada cerita."
Aku tersenyum lembut.
"Jujur gue nggak pingin nyakitin Carisa atau siapapun, tujuan gue hanya satu orang."
"Tapi lo bisa saja nyakitin Revan!" Perkataan Luna membuatku membeku seketika, Revan tersakiti?
Aku tidak berfikir kearah sana, dia akan patah hati jika Carisa meninggalkannya. Apa perbuatanku akan membuat Carisa pergi. Sungguh itu bukan tujuanku.
Ada sesak yang kembali menyelinap membayangkan Revan patah hati karena kehilangan belahan jiwanya. Dia memang sosok yang pernah membuatku kecewa, hingga aku tidak percaya lagi keagungan cinta, namun aku tidak rela jika dia menderita hanya karena egoku.

KAMU SEDANG MEMBACA
Bring My Heart (TAMAT)
Roman d'amour( CERITA LENGKAP) SEGERA BACA SEBELUM DIHAPUS. JANGAN LUPA VOTE DAN COMENT YA GUYS, AND FOLLOW AKUN PENULIS. Jangan lupa follow Ig Penulis @Titin Yunilestari "Aku tidak tahu seperti apa bentuk pertemuanku dengannya Setelah hubungan kita berakhir...