Nama : Choi Yeonjun
Usia : 19 tahun
Status : Mahasiswa
Jurusan : Ilmu Komunikasi
Kampus : Universitas HankukKamar : 41
My money don't jiggle jiggle, it folds
I'd like to see you wiggle wiggle, for sure
It makes me wanna dribble--Ponsel milik Yeonjun yang diletakkan di atas rak dinding terjatuh ke lantai dan musik yang diputar itu terhenti. Ponselnya terjatuh tepat setelah suara dentuman besar terdengar dari kamar sebelah dan membuat dinding bergetar. Padahal Yeonjun sudah menghafalkan tarian yang sedang menjadi tren di kalangan anak muda itu.
Yeonjun refleks menyelamatkan ponselnya dan langsung berlari ke balkon di tengah-tengah hujan yang deras. Ia menengok ke arah balkon kamar sebelah, kamar 42, namun lampunya masih mati dan pintunya tertutup rapat.
Yeonjun mencoba untuk menghubungi adik kandungnya—Beomgyu—yang juga diisolasi di tempat yang sama, di kamar 43. Namun seperti yang sudah ditebak, Beomgyu pasti sedang tidur sehingga panggilannya tak terjawab.
Tahap kedua, Yeonjun mencoba untuk mencari kontak dalam groupchat asrama yang sekiranya adalah akun milik penghuni kamar 42. Namun tidak ada yang membuatnya yakin, jadi ia mencoba untuk mengirim pesan ke semua kontak dan menanyakan apa yang terjadi barusan.
Kang Taehyun—dari kamar 51 mengaku tidak mendengar suara tersebut karena sedang mendengarkan musik melalui headphone. Huening Kai—dari kamar 53 juga mengaku tidak mendengarnya karena ia sedang menyalakan musik bergenre metal menggunakan speaker dengan volume yang agak tinggi.
Choi Soobin—dari kamar 52 menjadi satu-satunya orang yang mengaku mendengarnya dan Yeonjun telah berbincang banyak dengan Soobin untuk membahas hal tersebut.
YJ
Kontak penghuni kamar 42 sepertinya tidak aktif. Keterangannya tertulis last seen within a week.ackerman
Dari namanya, sepertinya penghuni kamar 42 dan 53 bukan orang Korea?YJ
Sepertinya begitu. Penghuni kamar 53 bernama Huening Kai dan ia blasteran Korea-Amerika.ackerman
Kau mengenalnya?YJ
Aku mengirim pesan pada semua kontak di groupchat asramaackerman
Kau sangat ramahYJ
Hahaha, kita belum berkenalan karena terlalu banyak membahas suara aneh itu. Namaku Choi Yeonjun, kau sendiri?ackerman
Choi SoobinTepat tengah malam, setelah hujan baru saja reda dan Yeonjun mulai melupakan kejadian terdengarnya suara dentuman misterius itu, ia menyantap mie instan—padahal sudah makan tiga kali hari ini— sambil menonton film horor di Netfl*x. Karena tidak mau terlalu hanyut dalam film, ia lebih fokus bercanda dengan kawannya melalui telepon.
"Besok mau ikut webinar online kampus sebelah?" tanya Yeonjun.
"Ayoklah, gas!"
"Hahaha, pasti karena pembicaranya Kak Sowon. Tapi serius, dia cantik sekali, aku juga naksir."
"Haha tahu aja, nih. Oh, iya ngomong-ngomong temanku ada yang baru buka usaha. Dia ingin kau meng-endorse produknya tapi tidak berani menghubungimu langsung."
"Loh, kenapa? Tinggal chat aku saja di Tiktok."
"Katanya followers akunmu sudah mencapai 3 juta lebih dan ia merasa produknya masih belum pantas untuk di-endorse oleh seorang bintang sepertimu, huwekk."
"Hahaha, anjir. Santai saja kali, aku mau menerima berapapun bayarannya kok. Memangnya produk apa? Nanti tinggal kirim saja barangnya ke asramaku."
"Produk hand sanitizer."
"Aduh, hmm ... Nanti akan kupikirkan lagi, sepertinya aku harus minta izin pada petugas terlebih dahulu."
"Oke, santai saja."
***
Choi Yeonjun baru saja bergabung dengan asrama isolasi semenjak tiga hari yang lalu. Sebelumnya, ia melakukan tes dan terbukti positif COVID-24 setelah rutin mendatangi klub malam yang dibuka secara ilegal selama seminggu.
Sebagai seorang mahasiswa—yang tentunya memiliki jatah waktu libur lebih lama—libur kuliahnya sudah dimulai dari dua minggu yang lalu, dan ia masih memiliki sisa libur satu bulan untuk masuk ke semester berikutnya.
Libur musim panas biasanya selalu ia manfaatkan untuk berlibur bersama teman-teman atau melakukan kegiatan organisasi kampus, tapi tidak untuk tahun ini. Tidak ada tempat wisata yang buka, kampus juga ditutup. Tambah sial lagi, ia menjadi salah satu yang terinfeksi dan harus menjalani karantina secara ketat di asrama isolasi.
Namun, sebagai seorang ekstrovert yang selalu gelisah apabila menghadapi kesendirian, Yeonjun tetap ingin terhubung dengan banyak orang bagaimanapun caranya. Ia sering menghadiri berbagai macam acara seminar kampus secara online, menjadi pembicara atau sekadar menjadi peserta.
Bahkan pada pagi di hari Minggu seperti ini, Yeonjun sudah berdandan rapi. Ia mengenakan pakaian atas formal berupa seragam khusus unit kegiatan mahasiswa dan boxer merk Calvin Kle*n warna merah kesayangan, bersiap untuk menghadiri webinar online.
Sambil membereskan mejanya, Yeonjun berbincang dengan seseorang melalui telepon.
"Hei, Beomgyu! Pasti tadi malam kau masih tidur ketika suara dentuman itu terdengar."
"Suara apa? Aku baru bangun jam 11 malam."
"Nah, kan. Dasar kebo. Hari ini hari Minggu dan para petugas sedang libur jadi tidak bisa pesan makanan. Kalau disana tidak ada sisa makanan, nanti kakak buatkan."
"Tidak tahu."
"Kau ngantuk ya? Suaramu lemas sekali. Jangan tidur dulu, kakak mau buatkan sarapan."
"Baiklah."
Panggilan yang tiba-tiba diputus membuat Yeonjun hampir mengumpati adiknya. Kemudian ia segera menuju dapur untuk memasak sarapan sembari menunggu acara webinarnya dimulai.
Ia membuat dua porsi nasi goreng. Yang satu disajikan di piring, dan yang satunya lagi dibungkus dalam kotak makan yang kemudian dilapisi plastik tebal—tentunya untuk sang adik tercinta.
Yeonjun mulai membawa sebungkus nasi goreng itu dan membuka pintu kamar. Rencananya, ia akan melempar kotak makan itu ke depan kamar 53—kamar Beomgyu. Yeonjun menoleh ke kiri, memperhatikan lorong panjang yang agak redup.
Mata Yeonjun langsung tertuju pada kamar pintu kamar yang berada tepat di sebelahnya. Cairan merah yang diduga darah meluber keluar dari sisi pintu kamar 42 yang tertutup rapat.
KAMU SEDANG MEMBACA
QUARANTINE | txt
Fiksi PenggemarKelima remaja laki-laki positif COVID-24 menguak sebuah misteri di asrama isolasi ketika menyadari hanya tersisa mereka disana. ! short story