Lorong panjang yang berkabut dan tidak banyak pencahayaan, membuat Ado kesulitan memimpin jalan. Dia tidak bisa menengok ke belakang untuk melihat jalan yang dia lalui tadi karena sudah tertutup dan pudar, begitu pula dengan apa yang dia lihat di depannya, lelaki itu tidak tahu harus pergi ke mana lagi. Apakah mereka hanya diam di tempat? Apakah mereka hanya berputar? Atau apakah mereka belum terlalu jauh dari jangkauan tempat sebelumnya? Lorong itu terasa seperti labirin yang sangat panjang.
"Aku tidak bisa melihat dengan jelas, jadi aku ingin kalian untuk saling memegang bahu teman-teman kalian." Ado memberikan instruksi, dia merasakan cengkraman kuat dari Jo di bahunya.
Bahu Jo dipegang oleh Alter, bahu Alter dipegang oleh teman sekelasnya dan begitu seterusnya. Entah akan sepanjang apa barisan yang mereka buat, tetapi Ado khawatir itu tidak akan menjamin kelengkapan kelasnya lebih lama. Namun, siapa yang peduli? Saat ini dia lebih fokus mencari ruang kendali seperti apa yang dikatakan oleh seseorang lewat pengeras suara beberapa saat lalu, Ado berasumsi bahwa yang menyababkan ini semua adalah para Star Gazers. Lagipula siapa lagi yang diberikan wewenang penuh untuk mengobrak-abrik isi sekolah?
Tangan Ado terjulur untuk meraba benda di depannya, semakin jauh dia berjalan semakin pekat pula lorong yang dilaluinya. Namun, semakin pekat lorong tersebut, dia melihat sebuah cahaya hijau berkedip di depannya. Jo melepaskan pegangan pada bahu Ado, dia juga melepaskan tangan Alter dan berjalan menghampiri lampu tersebut.
"Jo! Apa yang kamu lakukan?? Kembali ke sini sekarang!" ujar Ado.
"Tidak, tunggu," sahut Jo. Langkahnya terus membawa tubuh gadis itu semakin mendekat, nyatanya jarak dia dan teman-temannya berdiri tidak jauh dari lampu hijau itu.
Tangan Jo terulur menyentuhnya, membuat lampu itu mengeluarkan suara beep yang cukup panjang. Setelah itu, tombol tersebut mengeluarkan secarik kertas. Jo mengambil kertas tersebut dan membawanya kembali kepada Ado, menyerahkannya dengan wajah kebingungan.
Ado menerima kertas itu dan langsung melihatnya, sayang sekali karena pencahayaan di sana kurang mendukung, banyak kalimat-kalimat yang Ado tidak bisa baca. Keningnya menyatu dan jarak antara kertas dengan matanya semakin dekat, tetapi sayang tetapi tidak membuahkan hasil.
"Kalian bisa istirahat dulu di sini, tetap dalam barisan dan jangan berpencar," ucap Ado.
Teman-teman Ado pun segera terduduk di lantai. Dengan kabut yang semakin tebal, salah seorang dari mereka melihat bayangan kotak besi yang besar berdiri di sampingnya. Dia tahu kalau Ado melarangnya untuk beranjak dari tempat dia duduk, tetapi rasa penasarannya jauh lebih besar dibandingkan rasa patuhnya. Dia kembali berdiri, berjalan menghampiri kotak tersebut dan melihat benda apa sebenarnya itu.
Sebuah loker besi besar dengan sebuah kunci yang masih tergantung, mirip dengan loker besi yang biasa sekolahnya pakai untuk menyimpan sepatu maupun buku. Orang itu membuka perlahan kunci tersebut, terlihat sebuah kartu, sebuah senter dan sebuah pisau potong beserta pengamannya di dalam sana. Dia langsung mengambil semua barang itu, berharap salah satu dari mereka akan berguna.
"Kita harus bisa menemukan sumber cahaya," keluh Alter yang tidak lama kemudian sebuah pancaran cahaya menerangi sekitarnya sejauh 5 meter.
"Aku menemukan ini di loker sebelah sana," sahut orang itu sebelum ada pertanyaan.
Ado berjalan mendekat, memperlihatkan bagian kertas yang tertulis dengan sebuah pena. Lelaki itu membacanya dengan keras.
KAMU SEDANG MEMBACA
MIRROR [ON GO]
Teen FictionPandangan yang gelap tidak akan mampu membuatnya melihat bebas. Kehadiran sosok figur yang tidak pernah diketahui Jo menyimpan beberapa rahasia yang terkunci rapat. Teror demi teror menimpa orang-orang sekitarnya; penindasan dan malapetaka mengubah...