Netra Alter mengecil, bergetar ketakutan. Pada bahunya dia dapat merasakan hawa dingin menusuk lapisan kulitnya, lehernya sakit seperti tercekik sesuatu, suaranya enggan keluar meski dia berusaha berteriak sekeras mungkin. Keringat dingin mulai mengucur dari keningnya dengan deras.
"Marco?" Suara Jo kembali terdengar, tetapi Alter tidak dapat membalasnya.
Haspran hanya tertawa lepas, sebuah hiburan yang sangat dia nantikan. Lengannya dirangkulkan pada Alter, tanpa menghapus senyumannya ia terus menyuruh Alter agar menyahuti teriakan Jo.
"Kenapa? Bukankah kau ingin selamat?" bisik Haspran.
Perlahan Alter mulai mengeluarkan air matanya, bukan belas kasih yang dia dapatkan, tetapi Haspran semakin menggunakan kekuatannya menyumbat suara Alter. Tekanan sekitar tengkuknya semakin erat dan menyakitkan, kerongkongannya pun terasa semakin kering.
"Kalau kau tidak bersuara, maka ...." Haspran menghentikan kalimatnya dan menatap ke arah Ado. "Silakan kau sahut Jo," ucapnya.
Ado menukar pandangannya antara Haspran dan Alter, sorot mata Haspran yang seperti puas telah mendapatkan mangsanya sedangkan Alter yang memohon agar diselamatkan.
"Cepatlah, atau kau ingin membebaskan keparat ini dan membiarkan Jo mati?" tanya Haspran dengan nada yang menggoda.
Alter menggeliat, memegang lehernya sendiri dan masih terus berusaha berteriak memanggil Jo biarpun dia tahu bahwa dia tersiksa dengan rasa sakit. Semakin dicoba, maka semakin perih tenggorokannya. Hitungan mundur sudah mulai memasuki angka 10 besar, Haspran hanya membuang napasnya kecil dan menepuk Ado.
"Ayo, Ado. Panggil Joanne." Haspran memberikan isyarat kepada Ado.
Lelaki itu menatap Alter dengan kedua alis yang tertaut, dengan berat hati dia menundukkan wajahnya dan berbisik pelan, kau layak mati, Alter.
"POLO!" Suara Ado menggema, mengantarkan getaran hebat pada Alter dan Haspran.
Berkali-kali Ado berteriak untuk menyahut panggilan Jo, mereka saling meraba di kegelapan. Sedangkan Alter berusaha meraih kemeja Ado untuk menahannya, tetapi sayang Haspran memegang kedua lengannya di belakang. Tubuh Ado menjauh, semakin jauh dan pada akhirnya menghilang seutuhnya dalam kegelapan.
Tersisalah Alter dan Haspran.
Haspran mengembuskan napas panjang dan tidak lama setelahnya tertawa keras. "Hahaha! Hahahaha!! Alter! Aku senang melihatmu menderita. Kenapa aku seperti ini?"
Ia mendekatkan wajahnya. "Karena kau mencoba membunuh diriku," jawabnya, "aku harus mengucapkan selamat tinggal padamu. Dalam hitungan satu ...."
"Mmmh!!!!!!"
"... dua ...."
"Mmmhmmmm!!! Mmmn!!"
"Marco??!"
"Polo!!!!"
.
.
.
.
.
.
.
.
"Selamat tinggal, Alter."
*SPLATTTT
[MIRROR]
Hangat sekali, sebuah lengan melingkar di sekitar pundak Jo. Di hadapannya dapat dipastikan seseorang tengah memeluknya, postur yang kekar dan tinggi, deru napas yang membuat dadanya naik dan turun berirama membuat gadis itu menerka-nerka. Apakah ini Haspran? Atau teman terakhirnya yang dia dapat temukan?
KAMU SEDANG MEMBACA
MIRROR [ON GO]
Teen FictionPandangan yang gelap tidak akan mampu membuatnya melihat bebas. Kehadiran sosok figur yang tidak pernah diketahui Jo menyimpan beberapa rahasia yang terkunci rapat. Teror demi teror menimpa orang-orang sekitarnya; penindasan dan malapetaka mengubah...