Dokumen 3

17 1 0
                                    

"Joanne ...."

Siluet seorang lelaki yang tidak jauh tinggi dengan dirinya berdiri di tempat pantulan cermin tersebut, berdiri tegap dan terus saja memanggil Jo dengan suaranya yang lirih.

Meski merasa takut, tetapi kedua kaki gadis itu melangkah maju sebab terdorong oleh rasa penasarannya. Semakin mendekat maka tekanan aneh semakin terasa, bayangan hitam yang hanya berdiri di depan Jo sekarang sedikit berwarna, Jo bisa melihat warna kulitnya hingga warna pakaiannya.

"Siapa kamu?" gumam Jo.

Bayangan itu tidak menyahut apa-apa, tetapi ia mengulurkan tangannya seolah mengajak gadis itu bersalaman. Jo pun menyahut uluran tangan bayangan itu, yang dia rasakan adalah sensasi dingin ketika kulit jari tangannya menyentuh permukaan jendela.

Sontak udara dingin menusuk indra perasanya, sekitarnya berubah menjadi gelap dan suram, bahkan cahaya lampu yang bersinar di atasnya pun meredup. Jo memalingkan pandangannya, dia seolah ditarik menuju dunia lain yang di mana dia tidak dapat melihat apa-apa dalam radius beberapa meter. Bulu kuduknya berdiri, entah itu merasa takut atau perasaan merinding yang tidak bisa ditahan olehnya.

"Hei, tidak lucu sekali," gerutu Jo ketakutan.

"Oh, ya? Kamu takut?"

Dengan cepat Jo memutarbalikkan tubuhnya, suara berat seorang lelaki berada persis di hadapannya. Lelaki berpostur tegap serta tinggi dengan rahang kuat yang mendukung penampilannya, strap vest yang terlilit di kemeja putih memperkuat kesan maskulin dari lelaki tersebut.

Jo terpukau dengan tampangnya yang mempesona, ya, karena dia tidak pernah melihat seseorang setampan itu. Diperhatikannya dari atas sampai bawah, memang seperti seseorang yang Jo kenal. Namun, dia tidak bisa mengingat detail tentang siapa ia.

"Joanne. Apa kabarmu, Sayang?" tanya lelaki tersebut.

Jo mengangkat sebelah alisnya. "Kamu tahu aku?"

Lelaki itu tertegun, tetapi beberapa saat kemudian tertawa ringan. "Sepertinya sudah sangat lama kita tidak bertemu, ya, Joanne?"

Semakin Jo memikirkan perkataan lelaki itu semakin berkabut pula isi kepalanya, dia memang seperti mengenal lelaki itu, tetapi di satu sisi pun dia membantah bahwa pernah bertemu dengannya. Gadis itu memundurkan tubuhnya, dia tidak tahu harus berbuat apa lagi. Namun, lelaki di depannya terus saja tersenyum.

"Ingatkan aku kalau kita pernah bertemu sebelumnya," ucap Jo.

"Apakah itu sebuah perintah?"

Jo mengembuskan napasnya kasar. "Tolong."

[MIRROR]

Dulu, dulu kala. Ketika pemandangan masih asri dipandang, gunung hijau menjulang memaku permadani petani. Ya, keadaan di mana alam dengan teknologi masih berdampingan.

Bisa kalian bayangkan bagaimana keadaan petani yang membajak sawah mereka menggunakan traktor yang mengambang di atas permukaan sawah, para peternak memberi pakan ternak mereka menggunakan mesin canggih sehingga takaran dan porsi masing-masing ternak tetap sama, para ibu rumah tangga yang menjemur pakaian dengan dibantu oleh robot-robot mungil yang membawakan cucian mereka. Semua terlihat sangat menggembirakan.

Di sebuah rumah, terlihat seorang lelaki dan seorang gadis tengah terduduk di balkon kamar. Si gadis meletakkan kepalanya di atas paha si lelaki, sedangkan si lelaki sedang sibuk mengurus sesuatu melalui gadget yang ada di telinganya, terpampang bilah-bilah hologram dengan data tidak jelas.

"Hei, apakah kamu tahu tentang kutukan kembar?" tanya si gadis.

Lelaki yang semula masih sibuk menggerakkan jari-jemarinya pun berhenti, dia menoleh ke arah gadis yang masih berada di pangkuannya. Sedikit memutar otaknya untuk menanggapi pertanyaan tersebut, lelaki itu pun menjawabnya dengan pertanyaan lagi. "Kutukan yang mengorbankan cermin bukan?"

MIRROR [ON GO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang