"Hmnn ...."
Suara helaan napas terdengar sangat tipis menyatu dengan udara, segelitik jari menyibak anak rambutnya yang menutupi separuh wajah terlelapnya. Jo mengernyitkan kening, mungkin saja dia merasa gatal karena sentuhan itu. Sedikit meregangkan tubuhnya, perlahan dia membiarkan saraf penglihatannya bekerja. Siluet lelaki terduduk di sebelahnya, siapa lagi kalau bukan Ado?
"Selamat kembali di Tanah Kehidupan," ucap Ado.
Jo berdehem. Tanpa mengubah posisinya yang masih terbaring di atas tempat tidur, dia menggeliat mencari posisi yang nyaman. Sebagian permukaan alas terasa dingin, mungkin karena dia tidak meniduri bagian tersebut.
"Hei, Nona Muda. Keluarkanlah aku, ada yang ingin kubicarakan."
Lagi dan lagi, suara familiar yang Jo selalu dengar sepanjang hidupnya menyapa pendengaran gadis itu. Jujur saja, Jo tidak siap untuk mendengar dirinya berceloteh dalam hal apapun itu. Namun, biar bagaimanapun juga, suara dan pendapat Haspran adalah pola pikirnya yang terpendam jadi Jo tidak bisa sepenuhnya bersikap masa bodoh.
Dengan mata yang sedikit mengintip malas, Jo melirik ke arah cermin rias yang berada tepat di belakang Ado. Tangannya lurus menjalar ke arah permukaan cermin tersebut, seolah mengajak seseorang di belakang Ado. Tidak menunggu waktu lama, tangan Jo tertaut dengan tangan seseorang. Seorang lelaki keluar dari dalam cermin dengan mudah seolah dia tengah kabur melalui jendela kamar. Haspran meregangkan tubuhnya dan sesekali mengerang sesaat dia telah menapakkan kaki di tempat yang sama seperti Jo dan Ado.
"Oh, aku tidak akan pernah terbiasa dengan prosesi itu," celetuk Ado memijat keningnya.
"Prosesi apa?" tanya Haspran.
"Kau tahu? Bagaimana kau keluar begitu saja dari dalam cermin?" Ado menunjuk ke arah cermin rias, kemudian beralih ke arah Jo. "Ah, aku berniat untuk menanyakan ini padamu. Apakah kau bisa mengeluarkannya hanya dengan menempelkan tanganmu ke permukaan cermin, Jo?" tanyanya.
Jo yang masih dilanda rasa kantuk pun menjawab, "Tidak juga. Selama dari atas sampai menengah tubuhku terpantul pada cermin, Haspran bisa saja keluar." Gadis itu menguap. "Namun dengan aku menempelkan bagian tubuhku ke permukaan cermin ...."
"Prosesnya akan lebih mudah," timpal Haspran memotong perkataan Jo. Tidak ada protes, melainkan Jo membenarkan jawaban Haspran.
"Asal kau tahu, mengeluarkan dia dari dalam cermin itu menyakitkan untuk kedua pihak," lanjut Jo setengah sadar.
Haspran berjalan mendekati Jo dan duduk di tepi tempat tidurnya. "Kau kembali tidur saja kalau mengantuk."
"Kau bilang ingin membicarakan sesuatu."
"Bagaimana kau akan fokus mendengarkan dirimu sendiri di saat kau mengantuk?" Haspran melemparkan sentilan ke kening Jo, tetapi gadis itu justru semakin menggulung tubuhnya menjadi sebuah bola. Tidak perlu menunggu lama, gadis itu kembali terlelap.
"Sebenarnya manusia tidak akan pernah mengerti apa yang mereka inginkan."
Haspran kini melemparkan pandangannya ke arah luar jendela, menatap gemericik air kolam yang dapat dilihat dari dalam jendela transparan kamarnya. Sepertinya anak-anak yang lain tengah berendam di kolam untuk merilekskan pikiran mereka, menyaksikan lebih dari satu lusin teman-temannya tereksekusi hari ini pasti sangat melelahkan.
"Tapi, bagaimana dengan manusia yang egois?"
Ah, pasti dia bertanya tentang perkataanku tadi. Haspran membenarkan posisi duduknya dan menatap Ado, surai cokelat senada dengan milik Jo dan netra keemasan itu terlihat kontras di bawah remang cahaya bulan tiruan.
KAMU SEDANG MEMBACA
MIRROR [ON GO]
JugendliteraturPandangan yang gelap tidak akan mampu membuatnya melihat bebas. Kehadiran sosok figur yang tidak pernah diketahui Jo menyimpan beberapa rahasia yang terkunci rapat. Teror demi teror menimpa orang-orang sekitarnya; penindasan dan malapetaka mengubah...