Fal tengah duduk memandangi hujan di teras depan rumah. Meringkuk nyaman di sofa kecil, yang sengaja ditempatkan di sana. Di tangan kanannya terdapat secangkir teh hangat.
Udara dingin yang dihantarkan oleh rinai hujan, tak menyurutkan niat Fal untuk menikmati nyanyian alam. Fal meneguk teh dari cangkir di tangan. Merasakan kehangatan yang perlahan mengaliri tubuhnya. Fal merasa jika hidupnya terasa normal jika sudah seperti ini.
"Mama senang kamu akhirnya mau berteman lagi, Fal. Setelah sekian lama kamu menutup diri dan hanya mengizinkan Abey untuk menjadi teman kamu."
Fal menoleh pada sosok perempuan setengah baya, yang duduk tak jauh darinya. Sama-sama tengah menikmati nyanyian hujan. Wajah cantiknya sudah dihiasi kerutan usia. Beberapa uban menghiasi surai gelapnya.
Fal memilih diam. Tak menanggapi ucapan Sang Ibu. Fal sendiri bingung apa dirinya sudah benar-benar menerima kehadiran Maria atau belum.
"Mama yakin, gadis itu anak yang baik dan tulus."
Fal tersenyum tipis dan meletakkan cangkir tehnya ke atas meja. "Semua juga berlaku layaknya orang baik di awal perkenalan, Mam. Tapi, sebagian dari mereka hanya mencari jawaban atas rasa ingin tahu mereka. Sebagian terpaksa mendekat karena iba."
Helaan napas berat mengiringi akhir kalimat Fal sebelumnya. "Lagipula, Fal baru kenal dia, Mam."
Amira tersenyum hangat. "Kamu harus belajar membuka diri, Fal. Pikirkan masa depanmu. Hidupmu tak mungkin selamanya sendiri atau bergantung dengan Mama dan Abey." Wanita berparas teduh itu menghela napas.
"Kamu juga jangan lupa, sepahit apapun masa lalu, kamu berhak bahagia sama seperti yang lain. Suatu hari nanti, kamu tetap harus memilih seseorang untuk menjadi temanmu atau mungkin pendampingmu," lanjut Amira. Menatap penuh kasih ke arah putri kesayangannya. Amira sangat paham jika Fal masih menyimpan trauma.
Pendamping?! Fal tersenyum sinis. Ucapan Mama Amira membuat kedua telinganya berdengung.
Pendamping? Memangnya masih ada ya, satu saja manusia yang bisa mencintai manusia lainnya tanpa menyakiti? Trauma gue saja belum sembuh, jangankan buka hati, dekat dengan cowok manapun gue selalu waspada tingkat satu. Bahkan, dengan Abey pun gue belum bisa percaya dengan sepenuh nya. Lagian, siapa sih yang mau terima gue, si cewek rusak ini sebagai pendamping?, keluh Fal dalam hati. Tak sampai hati jika harus mengutarakan itu semua di hadapan Sang Ibu.
Amira tak buta akan perubahan wajah Fal. Walaupun putrinya tak mengatakan apapun, Amira tahu apa yang tengah bergelut dalam benak Fal.
...
"Fal, gue punya kenalan baru loh."
Seorang gadis berseragam putih-abu mendekati Fal, yang tengah duduk membaca. Mengisi waktu luangnya seraya menunggu bel masuk berbunyi.
Fal mengangkat wajah dari buku. Menatap wajah Anya, salah satu sahabatnya. Setengah tidak mengerti akan ucapan Anya.
Anya gemas dengan reaksi bingung Fal. Gadis itu duduk di sebelah Fal. "Gue dapat kenalan dari ig, Fal. Orangnya baik loh."
Fal mengangkat sebelah alisnya. "Kenalan dari dunia maya? Lo sudah ketemu dia? Kok tahu dia baik?" tanya gadis itu dengan sanksi.
Anya melipat kedua tangan di meja. "Kita sudah sering teleponan kok. Chatan apalagi. Tiap saat malah. Dan menurut gue, dia orang yang baik."
Fal menghela napas. Ceroboh!!!, keluhnya dalam hati.
"Tapi kan, kalian belum ketemu, Nya. Belum tentu loh, dia itu baik juga di kenyataannya. Apalagi kalian cuma komunikasi lewat telepon atau teks," ujar Fal. Berusaha mengingatkan Anya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Faldhita (GxG Story)
Romance"Seharusnya hidupku berjalan senormal yang lain, tapi mereka membuatku memilih jalan yang berbeda." Faldhita Raditya