"Sa, gue jadian sama Kevin."
Seorang pemuda dengan seragam putih-abu itu, menolehkan wajahnya ke arah gadis di hadapannya. "Hah? Kok bisa sih, Kak? Kan, Bang Abey sudah larang lo pacaran sama Kevin."
Fal merengut. Wajah cantiknya tampak kesal. "Tapi Kevin baik, Sa. Dia enggak pernah aneh-aneh. Abey saja yang terlalu berlebihan."
Arya Angkasa a.k.a. Arsa, sepupu dari Abey sekaligus sahabat dari Fal, menghela napas. "Tapi kalian baru kenal sebulan, Fal. Gue enggak yakin kalau Kevin sebaik itu. Lo enggak boleh lupa dengan reputasi dia di sekolah. Satu lagi, Bang Abey bakalan ngamuk kalau tahu lo nekat jadian dengan Kevin."
Fal tertunduk. Memandangi ujung sepatunya. Berdecak kesal. Berusaha membuat pembelaan dalam pikirannya. "Gue bisa jaga diri, Arsa. Lagian, ada lo di sini, kan. Lo bisa jaga gue juga."
Arsa berdecak. "Tapi gue enggak bisa jaga lo setiap detik, Faldhita Raditya. Ada waktunya gue lengah. Mending lo putusin deh si Kevin, sebelum Bang Abey yang turun tangan."
Keduanya terus berdebat kecil tanpa sadar akan kehadiran sosok di belakang mereka. Berdiri tak jauh dari keduanya. Mendengar dengan jelas perdebatan itu dengan wajah dingin tanpa ekspresi.
...
"Lo yakin, Fal? Lo mau kuliah? Lo sudah enakan?" Abey mengerutkan dahi saat mendapati Fal di teras rumahnya. Sudah siap untuk berangkat kuliah.
Fal menaikkan sebelah alisnya. "Memamgnya gue kenapa, Bey? Gue kan, enggak lagi sakit. Gue enggak mau ketinggalan pelajaran. Biaya kuliah enggak murah, Bey."
Abey berdecak. "Lo siap ketemu Maria? Gue tahu, lo pasti menghindar dari tuh anak, kan!?"
Fal diam. Tak menghiraukan pertanyaan Abey. Lebih memilih meraih helm dari tangan Abey dan memakainya. "Buruan. Gue telat nanti."
Abey menghela napas dan mengikuti keinginan Fal tanpa pertanyaan.
...
Maria memasuki kelas dengan langkah gontai. Tak sedikitpun keceriaan tampak di wajahnya. Senyumnya seolah hilang dari wajah manis seorang Aryani Maria.
"Masih pagi itu harusnya semangat bukan lemas begitu. Belum sarapan?"
Maria menoleh dengan malas ke arah sumber suara. "Pagi, Gio. Aku sudah sarapan tadi di rumah," sapa Maria dengan malas. Selama Fal absen, Gio memang selalu berusaha mendekati Maria, walau beberapa kali kehadiran pemuda itu ditolak secara halus oleh Maria.
"Fal masih belum masuk? Dia sakit?" Gio tampak antusias memulai percakapan. Mengekori Maria, yang tengah mencari tempat duduk.
"Belum," jawab Maria singkat seraya duduk di salah satu bangku di jajaran cukup tengah ruangan.
Gio meletakkan ransel tepat di bangku sebelah Maria. "Mau jenguk dia enggak? Lo tahu rumahnya, kan?"
Maria menoleh dengan dahi berkerut. "Gio dan Fal memangnya berteman? Kenapa Gio mau jenguk Fal?"
Gio mengulum senyum. Sebuah cengiran muncul di wajah tampannya. "Sebenarnya gue tertarik dengan teman lo itu, Peri Kecil. Lo mau enggak bantu gue dekat dengan Fal? Dia terlalu susah ditembus soalnya."
Maria tercengang. Rentetan kata Gio barusan seolah cukup sulit untuk dicerna. Tatapannya lekat menatap wajah Gio. "Gio suka Fal? Gio serius suka Fal?" tanya Maria sedikit histeris. Untungnya kelas baru berisikan mereka dan beberapa mahasiswa lain di sudut ruangan.
Gio mengulurkan telapak tangannya untuk membungkam mulut Maria. "Jangan teriak dong. Iya gue suka sama sahabat lo itu. Gue mau dekat dengan dia."
Maria menepis tangan Gio. Sedikit agak kasar. Entah kenapa, pernyataan Gio membuat Maria merasa kesal. Dengusan tajam terdengar. "Deketin saja sendiri. Gio kan, cowok, harus berani deketin cewek sendiri. Jangan minta bantuan aku." Maria meraih tasnya dan bangkit dari tempat. Memilih menjauh dari Gio.
Gio menggaruk kepalanya. Cukup bingung dengan reaksi Maria, yang diluar dugaan. "Kok dia marah, ya?"
...
Fal membuka pintu kelas. Berharap dalam hati agar si kecil Maria tidak memiliki kelas yang sama dengan dirinya. Pandangan Fal mengedar, mencari sosok mungil berkacamata di antara penghuni kelas. Tatapannya terhenti pada satu titik. Maria duduk dengan wajah tertunduk. Fal bergerak cepat, memanfaatkan suasana untuk mencari tempat terjauh dari sosok Aryani Maria.
"Hai, Fal. Baru masuk? Kemarin ke mana? Sakit?"
Fal menghela napas. Berusaha menenangkan diri. Sial, menghindar dari Maria, gue malah didekatin buaya!!! rutuknya dalam hati. Dengan terpaksa, ditolehkannya wajah dan menatap Gio. Mengangguk sekilas sebagai jawaban. Hanya anggukan tanpa kata.
Gio tersenyum. Sedikit senang karena mendapat respon akan pertanyaannya. "Sakit apa?"
Fal mengepalkan erat telapak tangannya. Jelas baginya, sosok Gio adalah sesuatu yang dirasanya menganggu. Fal memilih diam dan duduk di bangku depan Gio. Mengabaikan pertanyaan Gio.
Gio menatap punggung Fal. Menghela napas. "Lo lupa dengan gue, Fal? Kevin ternyata benar-benar membuat lo lupa masa lalu lo."
...
Fal menunggu kelas sepi sebelum beranjak. Merasa keberuntungan berpihak padanya karena selama kelas berlangsung, Maria tak sekalipun menoleh ke arah Fal. Hal yang melegakan untuk Fal tentunya. Sedikit gangguan dari Gio tak menyurutkan rasa syukurnya. Jujur saja, Fal merasa belum siap jika harus bertemu Maria dan menjelaskan alasannya untuk tak bertemu dengan gadis itu sementara waktu.
Fal melangkahkan kaki keluar dari kelas. Langkahnya ringan dan santai. Tak di dapatinya sosok Maria di sekitaran.
"Fal kenapa? Fal kenapa nyuruh aku buat enggak nemuin Fal dulu?"
Langkah Fal membeku. Sesuatu yang dihindarinya, kini berada tepat di hadapannya, entah muncul dari mana. Jelas Fal tak melihat tempat yang tepat untuk bersembunyi.
Maria menatap Fal. Tatapannya seolah meminta penjelasan. Sepasang tangannya terlipat di depan dada.
Fal menghela napas. Sadar jika dirinya tak mungkin menghindar. Tapi Fal enggan memberi penjelasan, karena sudah pasti harus membuka semua masa lalunya. Fal sadar jika dirinya tak sepercaya itu terhadap Maria. Masih ada rasa enggan dalam dirinya.
"Fal enggak mau jawab? Kok diam saja?"
Fal balas menatap Maria. Dalam benaknya berputar mencari alasan yang masuk akal. Alasan yang takkan melahirkan pertanyaan lainnya.
Maria menghela napas. Pupus harapannya untuk mendapat penjelasan dari sosok jangkung di hadapannya. Maria tersenyum. "Oke deh. Kalau Fal belum mau kasih penjelasan. Aku pamit, ya. Fal pulang dengan Abey, kan? Hati-hati, ya." Maria berbalik tanpa ingin mendengar jawaban dari Fal. Dengan langkah gontai, ditinggalkannya Fal, yang masih berdiri diam di tempatnya.
Fal menatap kepergian Maria. Menghela napas. Ingin rasanya menyusul sosok mungil itu lalu menjelaskan semuanya. Tapi hati kecilnya melarang keras, hingga membuat mulutnya terkunci rapat. Jelas dalam penglihatannya, wajah kecewa seorang Aryani Maria.
"Inikah akhir pertemanan kita, Aryani Maria? Gue sadar sekarang, gue belum bisa menerima kehadiran lo sepenuhnya. Tapi ... gue harap kita tidak menjauh hanya karena kehadiran Arsa. Gue berharap semuanya akan kembali seperti sebelum gue tahu kalau Arsa itu ternyata sahabat lo," gumam Fal dengan suara lirih.
Satu sosok menatap keduanya dari jarak cukup dekat. Menghela napas. Menatap prihatin sosok bermasker hitam di depan sana. "Maaf, Fal. Semuanya kacau karena gue."
...
KAMU SEDANG MEMBACA
Faldhita (GxG Story)
Romance"Seharusnya hidupku berjalan senormal yang lain, tapi mereka membuatku memilih jalan yang berbeda." Faldhita Raditya