Faldhita #30

348 44 18
                                    

"Eh, Cil, lo serius ini mau bawa mobil sendiri? Pergi sendiri? Gue temenin deh, ya. Enggak apa-apa deh gue jadi supir juga. Atau gue ngikutin lo dari belakang pakai motor." Abey menatap khawatir ke arah Fal, yang tengah memanaskan mobilnya. Pagi baru saja menyapa, tapi dirinya sudah mendapatkan kejutan luar biasa saat mendengar sahabat semata wayangnya berniat untuk menjemput gadis mungil berkacamata seorang diri tanpa didampingi.

Fal berdecak kesal. "Iya. Gue mau pergi sendiri. Enggak perlu lo temani atau ikutin kok. Gue bisa sendiri. Kenapa sih? Lo kayaknga ragu banget buat lepas gue pergi sendiri."

Abey mendengus. "Ya memang. Gue memang ragu kalau harus ngelepas lo. Ibarat hewan langka, lo tuh enggak bisa sembarangan dilepas liarkan."

Pluk.

Fal melempar Abey dengan kanebo, yang tengah dipakainya mengelap kaca mobil. "Agak kurang ngajar lo, ya, Ardan Benyamin, bisa-bisanya nyamain gue sama hewan langka."

Abey terkekeh. "Ya, kan, lo juga butuh dilindungi, Cil. Sudah deh, lo kalau mau jemput calon istri mah jemput saja, tapi gue kawal pakai motor, ya. Lagian, memangnya lo berani kalau harus ketemu Ayahnya Maria?"

Fal berdecak kesal. "Ya sudah. Tapi lo enggak boleh sampai kelihatan sama Maria. Gue mau ngaku kalau gue pergi sendiri soalnya."

Abey menggelengkan kepala. "Wah ... enggak benar nih bocah. Bagi duit tutup mulut dulu dong kalau mau rahasia terjaga."

Fal tersenyum tipis. "Oh, lo mau hitung-hitungan nih sama gue? Mau gue aduin ke Nyonya Abey kalau lo kemarin minjam duit ke gue buat beli pakan burung, yang lo titipkan ke teman kuliah lo itu?"

Abey kembali berdecak kesal. "Enggak asik lo mah. Ngancemnya jangan gitu dong, Cil. Kalau Nyonya sampai tahu, bisa makin lama dompet gue disita. Masa lo tega, kalau sahabat lo yang paling ganteng ini menderita. Di kantong gue cuma ada duit bensin sama duit makan. Ngenes."

Fal tersenyum miring. "Makanya, jadi cowok tuh jangan kebanyakan bohong sama bini. Kalau sudah ngamuk, lo sendiri kan, yang pusing. Mending lo sekarang balik deh, gue mau siap-siap soalnya."

...

Dddrrrttt ... drrrtt ... dddrrrttt ....

Gawai milik Maria terus berdering diiringi getaran, membuat Sang Pemilik menoleh. "Siapa sih? Enggak tahu apa orang lagi ribet ngepang rambut?" keluhnya seraya meraih gawai dengan tangan kirinya.

"Fal? Enggak salah nih?" gumam Maria saat mendapati nama Fal menghiasi layar gawainya. Menandakan jika temannya itu hendak melakukan panggilan telepon dengannya.

Dengan ragu, Maria menerima panggilan itu. "Halo ... kenapa, Fal? ... jemput aku? Enggak usah, biar aku saja yang jemput Fal ... Oh ya sudah kalau begitu, aku lanjut siap-siap, ya."

Maria kembali meletakkan gawainya di atas meja rias. Dahinya berkerut. "Ini enggak mimpi, kan? Benaran deh, si Fal tuh benar-benar kayak lampu lalu lintas, bentar merah, bentar kuning, bentar hijau. Benar kata Abey, kalau enggak punya stok sabar, mendingan enggak usah jadi teman Fal. Untung stok sabar aku masih banyak. Cukup deh buat berteman seumur hidup sama Fal."

Seulas senyum menghiasi wajah manis Maria. Gadis itu pun kembali melanjutkan kegiatannya mengepang rambut.

...

Tin ... tin ... tin ....

Sebuah klakson, membuat Maria, yang tengah duduk di teras rumah menoleh. Sebuah mobil tampak berhenti di depan rumah, membuat Maria tersenyum dan bergegas menghampirinya mobil tersebut.

"Selamat pagi, Fal." Maria menyapa Fal begitu dirinya duduk di dalam mobil. Tentunya tak lupa mengenakan sabuk pengaman.

"Pagi. Ini gue enggak apa-apa kalau enggak pamit dulu ke Ayah lo?" tanya Fal tanpa menoleh ke arah Maria.

Faldhita (GxG Story) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang