cw: cursing, spoiler film Kissing Booth
***
Hampir semua hal dalam hidup seorang Arabella Zakeisha sudah diatur dan ditakar oleh Papi dan Mami. Mulai dari pakaian apa yang harus dia kenakan, jenis makanan, sekolah, bahkan teman bermain, semuanya seperti dihadirkan dalam hidup Ella dengan porsi yang pas.
Ella baru benar-benar merasa bebas memilih apa yang dia suka ketika dia memutuskan untuk kuliah di Universitas Neocity, jauh berbeda dengan rencana Papi dan Mami yang menginginkannya kuliah di Sydney atau London. Ella memilih menetap di Jakarta. Beralasan bahwa, toh nanti juga dia akan menikah dan tidak bisa leluasa berkumpul dengan Papi-Mami lagi, kenapa tidak dimanfaatkan saja waktu yang ada ini untuk lebih banyak bersama? Papi dan Mami yang relatif lebih memanjakan Ella, menuruti saja permintaan putri bungsunya itu.
Di kampus itulah Ella bertemu dengan Mora dan Windry—orang-orang pertama yang Ella sebut sebagai teman, karena Ella yang memilih mereka sendiri. Tidak ada campur tangan Papi ataupun Mami. Tidak ada campur tangan Mas Arga. Semuanya murni karena Ella yang memilih dan memutuskan untuk berteman dekat dengan mereka. Orang-orang pertama yang bergidik ngeri ketika Ella memberi kado tas Dior dan memohon pada Ella untuk menerimanya kembali. Ella tentu saja menolak, mengancam bahwa dia akan memberi mereka hadiah yang lebih mahal jika mereka tetap antipati menerimanya. Mora dan Windry menyerah. Sejak saat itu, tanpa peraturan tertulis, mereka sepakat tidak memberi hadiah apapun di hari ulang tahun masing-masing kecuali sepotong cake.
Ella pernah segera mengucapkan kata 'putus' dengan putra salah seorang anggota dewan ketika cowok itu berkata, "kamu kok mau temenan sama mereka?" ketika mereka pulang hangout bersama Mora, Windry, dan Ian. Dengan nada yang begitu melecehkan, dengan senyum yang begitu jumawa seolah dia adalah raja. Ella tidak perlu banyak pertimbangan. Dia tidak pernah lagi bertemu dan berhubungan dengan mantannya setelah malam itu, tidak peduli berapa kali cowok itu memohon dan meminta untuk kembali pada Ella.
"Gimana, La???" suara pekikan Windry di bangku belakang semakin memperlebar senyum yang menghiasi wajah Ella.
"Itu. Theo. Ganteng juga," Ella mengulang kembali ucapannya dengan santai, seolah kalimat itu tidak terdengar seperti bom yang jatuh bagi kedua sahabatnya.
"You had Paul Wirosoenatja on his knees for you, and you said Theo ganteng? Sehat, La?" Windry kembali histeris. Ella terbahak. Of course Theo is way far better. Theo tertawa dan semringah di tengah sahabat-sahabatnya. Theo memperlakukan Ian seperti Ian adalah mainannya—dengan konteks positif. Theo punya selera film yang payah dan sangat hangat dengan adik-adiknya. Theo yang menjabat tangannya, Theo yang tersenyum manis dan tulus padanya. Tentu jauh berbeda dengan Paul yang pernah Ella lihat berucap, "ngelonte aja di jalan kalau kerja lo nggak becus!" pada sekretarisnya di depan puluhan orang yang hadir di acara pertemuan kala itu. Tapi Windry ataupun Mora tidak perlu tau itu. Mereka hanya perlu tau bahwa Ella tertarik pada Theo. Titik.
"Kenapa sih? Emang Theo ganteng, kok. Kalian aja yang bias karena udah punya Ian sama mantan yang belum berhasil dilupakan, ya kan?" Ella balas mengejek, lagi-lagi kelewat santai. Windry mendengus keras.
"Gue kenalin sama cowok-cowok cakep lainnya yang nggak bobrok, deh. Theo itu aneh banget tau, La!"
"Karena kalian orang normal, makanya nggak ngerti letak menariknya orang aneh kayak Theo itu di mana. Menurut gue, Theo cakep." Ella bersikukuh dengan nadanya yang riang. Mora menghembuskan napas panjang.
Dalam sejarah Mora mengenal Ella, gadis itu jarang sekali terlihat seperti ini saat membicarakan seorang laki-laki. Riang, ceria, menggemaskan. Laki-laki yang hadir di hidup Ella bisa dihitung dengan jari, dan semuanya hadir di hidup Ella karena hubungan relasi yang dijalin orang tuanya. Ini adalah kali pertama Ella mengenal seseorang yang sama sekali berbeda dengan dia. Terlalu berbeda, sampai-sampai Ella begitu bersemangat menunjukkan ketertarikannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Two Peas in A Pod
Romance"We are all a little weird and life's a little weird, and when we find someone whose weirdness is compatible with ours, we join up with them and fall in mutual weirdness and call it love." ― Dr. Seuss ** Arabella Zakeisha tidak pernah membayangkan b...