Chapter 6: Your Daughter, Sir

1K 168 24
                                    


Ella dan Arga hidup terpisah sejak mereka masih kecil. Saat itu, Ella hanya tau Arga dibawa kembali ke Indonesia. Ella terjaga di rumah sakit, dan kata pertama yang ia ucapkan adalah nama Arga.

Ketika dia mulai pulih, dia bertanya, "Mas Aga mana?" tapi Mami hanya menjawab singkat bahwa Mas Arga pulang ke Indonesia. Sejujurnya, Ella jadi sangat kesepian. Walaupun dia tinggal di Sydney bersama Mami dan Papi, tapi dia tetap merasa kesepian.

Selama ini, Arga adalah teman mainnya. Arga adalah pilarnya. Arga adalah pelindungnya. Tapi Ella bisa apa ketika sosok itu tak lagi bersamanya? Parahnya lagi, dia tidak diizinkan bertemu dengan Arga sampai akhirnya mereka berdua remaja. Ella dan keluarga juga kembali ke Surabaya, saat itu dia masih SMP. Dia sudah sangat berharap bisa bermain lagi dengan Arga—dalam ingatannya, cowok itu adalah kakak yang baik.

Sudah berapa kue jahe Natal yang mereka lewatkan?

Ella berpikir, mereka akan segera berpelukan dan bercanda ketika akhirnya bertemu kembali. Tapi yang Ella dapatkan hanya tatapan dingin dan formal. Arga yang tubuhnya menjulang tinggi, dengan garis rahang yang kuat dan sorot mata tajam. Hanya mengucapkan satu kalimat saat itu.

"Sore, La."

Arga tidak bertanya bagaimana kabar Ella. Arga tidak bertanya bagaimana penerbangan Ella yang sempat turbulensi.

Pertemuan pertama mereka setelah sekian lama itu begitu datar. Tanpa ada afeksi. Seolah Ella adalah orang asing di hidup Arga. Seolah Ella tidak memiliki aliran darah yang sama dengannya.

Ella tidak pernah berani bertanya karena kakaknya itu selalu menjaga jarak. Bahkan ketika Arga akhirnya menikah, Ella sama sekali tidak merasakan haru kehilangan seorang adik pada kakaknya. Semua terasa biasa-biasa saja.

Maka bayangkan betapa terkejutnya Ella melihat kakak semata wayangnya itu kini berada di ruang tengah apartemennya. Tempat yang tidak pernah sekalipun dijamah Arga sejak pertama kali Ella mendapatkannya dari Papi.

"Selera interior kamu jelek," adalah komentar pertama kakaknya itu. Jujur saja, Ella bingung harus merespon apa.

"Mau minum apa, Mas?" dengan canggung Ella menawarkan kakaknya itu minum.

"Whisky yang kamu habisin itu harganya hampir 100 juta loh," Arga tersenyum tipis. "Aku nggak yakin di kulkas kamu ada minuman seharga itu. Paling juga susu sama air putih,"

Untuk kali pertama seumur hidupnya, baru kali ini dia mendengar Arga meledeknya. Meledek dengan nada yang sangat bersahabat. Ella bisa merasakan bulu kuduknya merinding.

"Adanya—" Ella membuka kulkasnya dan memang benar, isinya hanya air putih, susu yoghurt, dan jus jeruk. "Iya itu bener," Ella menggaruk pipinya, bingung.

Arga tersenyum lebar. Ia merebahkan dirinya di sofa panjang.

"Jus jeruk mau, Mas?" tanya Ella lagi.

"Aku denger dari Pak Tanto kamu abis dari Bali." alih-alih menjawab pertanyaan Ella, Arga justru melempar kalimat yang tak terduga. "Aku langsung minta Pak Tanto buat nanya kode apartemen kamu ke Bu Ningrum. Sori kalau lancang."

Arga menyebutkan nama sekretarisnya dan asisten rumah tangga yang biasa datang ke apartemen Ella untuk bersih-bersih. "Kirain mau ketemu Paul. Kamu ke sana malah bawa tunangan kamu. Bukannya udah putus?"

Ella menuang jus jeruk ke gelas dengan tangan gemetar. Ia bawa gelas itu dan menyerahkannya pada Arga yang duduk menunggu jawaban darinya. Arga langsung meletakkan gelas itu di meja. Seolah jawaban Ella lebih penting untuk ia dengarkan daripada meneguk minuman asam itu.

Two Peas in A PodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang