Tubuh (y/n) berputar sekali menghindari cakar tajam. Jemarinya menekuk, membentuk ulir tajam. Bulatan hitam kecil terbentuk ditelapak tangan, (y/n) meremas telapak tangannya sekali hingga semburat kehitaman muncul disela-sela jemari. Sebilah tajam pedang mencuat, digenggam erat mengabaikan kulit yang sedikit teriris. Lengannya tergerak begitu halus diudara dan memotong mulus lengan kutukan yang hampir saja melukainya.
"Kau bilang apa tadi?"
Pertanyaan (y/n) dijawab ringkikan tertahan, kutukan itu berteriak kemudian menangis keras mengeluarkan cairan hitam seperti oli dari kedua bola matanya.
"SAKIT!!!"
(Y/n) memutar pedang ditangannya dan berlari menuju kutukan itu. Matanya menilik sejenak bilah tipis yang dingin itu, yang ternodai cairan hitam sebelum menghunuskannya tepat di mata kutukan itu.
"Aku tanya sekali lagi," ucap (y/n) pelan. "Kau bilang apa tadi?"
Desisan dan rintisan membuat (y/n) kesulitan mendengar gumaman musuhnya.
"Sepertinya percuma saja," (y/n) menarik keluar bilah pedang dan mengangkatnya ke udara. Sekilas kilau besi dari pantulan cahaya lampu jalanan bisa kutukan itu lihat. Terbukti dari tubuh kutukan itu bergetar halus, meremang seolah tengah menghadapi malaikat kematian.
"...af!"
(Y/n) terhenti sejenak, telinga tidak salah dalam mendengar bukan? Barusan kutukan dihadapannya meminta maaf? Yang benar saja! Kutukan tidak mengenal yang namanya permintaan maaf.
"Maafkan aku!"
Kutukan itu terlihat panik menunduk hingga dahi mengeluarkan suara benturan yang cukup keras.
"Tolong maafkan... Huu... Saya salah mengusik anda...huu...."
Kutukan itu menggosok telapak tangannya didepan kepala. Seolah meminta pemaafan.
"Kenapa aku harus memafkanmu?" tanya (y/n) asing. "Kau tidak berguna untukku, kau tidak menjawab apa yang aku tanyakan. Tampaknya kau memiliki kendala dalam berkomunikasi dan aku tidak peduli itu."
(Y/n) menunjuk kearah kepalanya sendiri. "Kutukan ya kutukan, kau sudah memakan berapa banyak manusia? Baumu seperti besi khas darah manusia. Itu sudah cukup menjadi alasan bagiku untuk memurnikanmu."
Kutukan itu merangkak, kian mendekat ke arah kaki (y/n). Memeluk kedua tungkai itu dan meletakkan wajahnya yang sudah separuh hancur ke paha (y/n). "Saya mau... Jadi... Bawahan anda asal tidak dibunuh... Huu... Tolong jangan bunuh... Saya..."
(Y/n) berpikir sejenak, sedikit goyah melihat mata memelas dihadapannya. Apakah makhluk dihadapannya bisa dia pegang ucapannya atau tidak. Pedang yang dia genggam perlahan melebur menjadi serpihan debu kelabu dan terbang dibawa angin. (Y/n) menatap langsung ke arah mata si kutukan. "Siapa namamu?"
"Au..ki..."
"Auki?" tanya (y/n) memastikan. Kutukan itu mengangguk pelan masih dalam kondisi menunduk ke kaki (y/n). "Aku akan bertanya dan jawablah dengan jujur! Apa kalian, para kutukan membuat kontrak dengan si otak itu?"
Kutukan itu menggeleng lalu mengangguk, (y/n) tidak yakin harus menafsirkan jawaban itu apa. "Yang mana yang benar? Iya atau tidak!"
Kutukan yang (y/n) teriaki kembali menunduk hampir menyentuh tanah, "iya! Aku membuat... Kontrak... Dengan Kenjaku!"
"Kontrak apa?" tanya (y/n) lagi.
Kutukan itu kembali menghantam-hantamkan kepalanya ke tanah. Membuat (y/n) berdecih kesal karenanya. "Kau tidak mau menjawab?"
Manik mata bergulir menatap langit-langit arena. Gelap dan hanya mengandalkan cahaya remang dari sisa-sisa lampu jalanan dan gedung. Keadaan sejenak hening, sebelum akhirnya kedua telinga (y/n) menangkap suara petir menggelegar di dekatnya.
Dua orang terlihat bertarung satu sama lain, (y/n) yakin pernah melihat satu yang berambut hitam gimbal disana. Tapi dia tidak yakin dengan laki-laki berambut terang dengan sebagian atas rambutnya diikat dua.
Melihat banyaknya energi kutukan yang keduanya keluarkan saat bentrok membuat (y/n) yakin kalau keduanya juga merupakan pemain culling game.
"Kau tahu siapa mereka berdua, Auki?" tanya (y/n). Kutukan itu terlihat memiringkan kepalanya dengan kedua pasang tangan berada saling menyatu didepan tubuh.
"Aku... tidak yakin," ucapnya gugup. Kutukan itu jelas juga merasakan perbedaan antara dirinya dengan kedua orang yang tengah bertarung itu. "Tapi mereka... kuat!"
Meringkuk disamping kaki (y/n), sesekali si kutukan terlihat menunjukkan antusias memilih siapa yang akan menang. "Si hitam akan... menang! Tidak, aku rasa... si putih bisa cepat sekali... mengakalinya."
Selagi berkacak pinggang mengamati kutukan itu, (y/n) bisa merasakan dua pasang mata yang menatapnya lamat dari kejauhan. Itu datang dari kedua orang yang tadinya bertarung sekarang menatap (y/n) bersamaan seolah mengatakan 'turun sini dan ikut bertarung!'
Mengulas senyum tipis, (y/n) merenggangkan otot-otot lengannya sejenak, memberikan terapi agar tidak terkejut dengan apa yang dia lakukan nantinya.
"Ya ya ya, aku mengerti." ucapnya pelan dan berjalan sesekali meloncat turun menuju keduanya.
Si kutukan yang ditinggal (y/n) merasa mendapatkan pencerahan. Sedikit demi sedikit mundur mencari jalan keluar dan lari dari cengkraman mautnya. Sebilah tajam meluncur mulus dan tertancap tepat dihadapan si kutukan.
"Kau tunggu disitu," (y/n) masih dalam keadaan berjalan menuju kedua orang itu tanpa melirik sedikitpun ke arah si kutukan. "Kalau aku tidak menemukanmu seusai pertarungan ini, akan aku cari kau sampai bisa memenggal kepalamu menjadi dua."
.
.
..
.
..
.
.
T
B
CSan: yeen join gelud bareng Hakari sama Kashimo 🧎🏻♀

KAMU SEDANG MEMBACA
Sensei!!! [Gojo Satoru x Reader]
FanfictionLangit berbintang itu indah, langit biru juga indah. . . . Hanamika (y/n), perempuan berusia dua puluh dua tahun, alumni sekolah Jujutsu sekaligus calon guru baru disana. "Mohon bantuannya, Gojou-sensei." "Osu! (y/n)-chan!" . . . ║▌│█║▌│ █║▌│█│ ║▌...