5. There Is A Rainbow After The Storm

4.3K 618 31
                                    

⚠️ Alur disini maju mundur, jadi kalian harus fokus di waktu yang mana setiap chapter disini di ceritakan ⚠️


Masa sekarang

Suara alat medis tidak pernah absen setiap hari menyapa indera pendengarannya, tapi Xiaozhan masih mencoba berdiri tegak meski rasanya sulit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Suara alat medis tidak pernah absen setiap hari menyapa indera pendengarannya, tapi Xiaozhan masih mencoba berdiri tegak meski rasanya sulit.

Disana masih terbaring seseorang yang mati-matian ia pertahankan hidupnya meski ia akui jika tubuhnya lelah luar biasa.

Satu minggu berlalu dan Wang Yibo tampaknya masih lelap dalam tidur panjangnya dan Xiaozhan masih bersabar, mengijinkan kekasihnya untuk tidur lebih lama meski hati jelas tidak rela.

Tuhan mungkin sedang memberinya istirahat dari keras dan terjalnya hidup yang ia sendiri bersumpah bahwa itu pasti menyakitkan. Sepuluh persen harapan hidup Wang Yibo yang rekan dokter lain katakan nyatanya tidak sedikitpun mengurangi keyakinannya bahwa ia akan kembali melihat senyum itu, kembali merasakan kebersamaan yang kini tengah ia pertaruhkan.

"Tidak mau bangun?" Tanyanya entah untuk kesekian kali, Xiaozhan tidak akan merasa bosan apalagi lelah, ia hanya butuh teman bicara.

"Ingat anak panti asuhan yang selalu kamu kunjungi? Mereka mulai menanyakan dimana baba nya, kenapa sudah tidak lagi berkunjung?"

Air mata kembali bercucuran, entah, kenapa rasa sesak itu tidak pernah berkurang saat Xiaozhan kembali mengingat bagaimana baik hati orang yang kini tengah ia genggam erat tangannya ini.

"Ingat panti jompo yang dua bulan sekali kamu datangi? Salah satu nenek disana mulai sadar bahwa kamu tidak lagi memberi kabar. Dia kehilangan cucunya."

Demi apapun Xiaozhan bersumpah bahwa Wang Yibo adalah malaikat meski bentuknya terlihat urakan, terlihat kejam di luar namun punya hati paling hangat.

"Yibo dengar, setelah ini aku akan ikut kemanapun kamu pergi, hm? Kamu pernah bilang bahwa kamu ingin membawaku pindah ke Amerika kan? Setelah kamu bangun, aku akan ikut. Aku janji. Tapi bangun dulu.... Aku... Aku___

Suaranya kian tersendat, tujuh tahun mereka bersama dalam situasi apapun dan Yibo lah yang paling banyak memberinya kekuatan di tengah paksaan kedua orangtuanya agar ia kuliah kedokteran sementara ia sendiri ingin menjadi designer.

Wang Yibo yang pertama kali melihatnya menangis sendirian di bawah pohon karena beratnya perkuliahan di tengah cita-cita yang sedang ia tekan.

Wang Yibo yang selalu menunggunya pulang kuliah atau kegiatan di luar kampus selarut apapun itu.

Wang Yibo yang selalu memberi nya semangat saat ia hampir menyerah dan meyakinkannya berkali-kali bahwa mungkin inilah satu-satunya kesempatan dirinya membahagiakan orang tua saat dirinya sendiri berada dalam tekanan.

Bahkan Yibo tidak pernah bicara apapun perihal cita-citanya. Xiaozhan baru tau setelah dirinya lulus. Saat itu ia kecewa luar biasa tapi lagi-lagi meyakinkannya bahwa dia baik-baik saja.

"Aku sudah terbiasa dengan situasi ini, kalau tidak hari ini, mungkin suatu saat aku akan memberontak." Ucapnya saat itu dengan tatapannya lurus tanpa berani melihat Xiaozhan di sebelahnya.

"Gege tau aku sangat menyukai Valentino Rossi kan? Aku juga sangat suka menari, aku merasa menjadi diriku sendiri saat aku menggerakkan tubuh sesuka hati, aku juga merasa lepas saat berada di arena balap."

Xiaozhan ingat betul hari itu, hari dimana sedang menjalani co-ass, di tengah jam istirahat, Yibo mengunjunginya dan bicara blak-blakan perihal cita-citanya. Xiaozhan marah dan menyesal, kenapa selama ini ia hanya fokus pada dirinya sendiri sementara support system terbesar dalam hidupnya luput ia perhatikan?

Xiaozhan berulang kali meminta maaf, menangis cukup lama hari itu dan lagi-lagi Yibo meyakinkannya bahwa itu bukan salahnya.

"Aku ingin kamu fokus, aku ingin gege menjadi kebanggaan keluarga dan bisa melewati ini meski sulit, aku akan temani. Jangan terlalu memikirkan ku, aku jauh lebih kuat dari yang kamu bayangkan."

Sejak hari itu pandangannya berubah, Xiaozhan tau bahwa Wang Yibo bukan seseorang yang akan pergi tanpa alasan, bukan laki-laki yang mudah menyerah pada suatu hubungan.

"Kamu ingin aku diam di rumah dan menunggumu pulang bekerja kan? Aku akan lakukan apapun asal kamu bangun. Oh iya, dua hari yang lalu ayahmu datang dan aku diacungi senjata oleh bodyguardnya karena aku menghalang-halanginya masuk. Kamu tau, aku membenci ayahmu sejak aku tau bahwa situasimu jauh lebih sulit daripada yang ku alami, tapi lebih dari itu aku membencinya karena tidak pernah sekalipun dia memberikan mu pelukan. Apakah selama ini kamu begitu kesulitan hm? Aku minta maaf, ayo pergi dari sini dan hidup berdua saja."

Jika diingat kembali, hidup Yibo dipenuhi luka meski tak tampak tapi Xiaozhan yakin bahwa kekasihnya itu babak belur di luar dan di dalam meski mati-matian dia meyakinkannya dibalik kata-kata bahwa dia baik-baik saja asal mereka bersama.

"Dan kamu harus tau, dua orang yang menembakmu juga sudah mati ditangan ayahku. Lalu ayahmu yang kemudian mengambil alih komplotan mu. Lihat, semuanya terlihat membaik meski pelan-pelan... Ayo bangun, hm?"

"Ayo kita menjemput pelangi itu bersama, kamu selalu bilang bahwa pelangi selepas badai itu selalu indah. Ayo kita pergi bersama, aku janji tidak akan melepaskan tangan mu seburuk apapun keadaannya setelah ini."

Xiaozhan terus bicara, sesekali merapihkan rambut Wang Yibo, mengusap pipinya pelan tanpa ia sadari ada beberapa orang yang ikut menyaksikan, serta air mata yang juga ikut mengaliri derasnya kesedihannya malam ini.

Tbc.

-UNTITLED 1 -  EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang