10

14.5K 1.4K 67
                                    

Holllaaa.... Syelamat malam semuanya?

Masih ada yang nungguin cerita ini, nggak?

Maapkan saiya karena baru bisa update lagi setelah sekian purnama. Alasan pertama karena fokus di lapak THE PURSUIT OF PERFECTION 2 yang tentu saja sudah tamat. Alasan berikutnya karena ngurusin PO CINTAKU TERHALANG STRATAMU yang baru kelar. Eh yang mau ikutan, masih bisa tuh. Bukunya ready stock di penerbit samudra printing. Bisa langsung dipesan, ya. Dan alasan ketiga karena (sok) sibuk dunia nyata. 😁😁😁

So, doain update cerita ini lancar ya, friends. Kl updatenya lancar yg seneng bukan cm pembacanya aja, tapi juga penulisnya.

Daaann....  Yang terakhir. Taburkan bintangnya, ya. Komennya yg rame biar makin semangat update. Happy reading.

###

Sesak yang teramat sangat Kirana rasakan saat akhirnya ia berdiri di depan empat makam orang-orang yang ia cinta dalam hidupnya. Ayah, Ibu, Kakek, dan Karina. Mereka semua pergi satu persatu meninggalkan dirinya seorang diri. Kini, ia benar-benar sendiri. Benar-benar sebatang kara tanpa siapa pun keluarga yang menemani.

Dalam diam, cairan bening itu pun menuruni pipinya perlahan. Kilasan kejadian di masa lalu merongrong otaknya dan yang paling mengerikan adalah hari di mana Karina akhirnya pergi. Kakaknya itu pergi dengan membawa luka. Luka yang disebabkan dirinya. Betapa tidak beruntungnya Karina yang telah memiliki adik seperti dirinya.

Seandainya waktu bisa diputar. Banyak hal yang ingin Kirana perbaiki. Ia akan selamanya menyembunyikan perasaan terlarang untuk pamannya. Membawanya hingga kelak dirinya menutup mata untuk selamanya. Hingga tak seorang pun akan mengetahuinya.

Namun, semua itu tak akan mungkin terjadi. Semuanya sudah terlambat dan tak bisa diperbaiki. Saat ini, ia hanya bisa menyesal. Menyesali keegoisannya, menyesali betapa keras kepalanya dirinya hingga begitu saja mengabaikan perasaan Karina dan sang kakek demi memuaskan rasa sakit hati yang ia rasakan. Semoga saja, mereka yang telah Kirana sakiti akan mengampuni. Sebab kini, ia tak mampu hidup dengan menanggung penyesalan lebih dalam lagi. Ya, semoga.

***
Ketika matahari perlahan makin menunjukkan sinar pongahnya, akhirnya Kirana bangkit dari duduknya. Menebah floral dress berlapis kardigan yang ia kenakan agar tak terlalu banyak tanah yang menempel di sana. Saat ia membalikkan badan, keterkejutan seketika menyergap. Tak yakin dengan apa yang ia lihat.

Kenapa pria itu tiba-tiba ada di sini? Sejak kapan sosok menjulang itu berada di sini? Memandang lekat kepadanya tanpa melontarkan kata sapa.

Kirana menolehkan kepala ke sekeliling. Mencari-cari sosok yang sebelumnya menemaninya ke tempat ini.

"Bu Sari tadi pergi. Dia tidak mau mengganggumu jadi dia tidak pamit." Tanpa diminta pria itu memberi penjelasan. Hal yang tak Kirana balas dengan ucapan. Hanya anggukan kecil ia berikan.

Sesaat kemudian Kirana meraih keranjang kosong yang semula berisi bunga. Setelahnya, ia pun melangkah meninggalkan tempat itu tanpa berkata apa pun kepada pria yang menemaninya. Narendra.

Pria itu hanya menarik napas berat lalu mengikuti langkah pelan Kirana. Mematri pandangan pada sosok yang kini tak pernah sekali pun diliputi tawa. Oh, semua itu karena kesalahannya. Dialah penyebab semua kerumitan di antara mereka.

***
"Kita akan pulang dengan berjalan kaki." Kalimat itu terlontar saat Kirana mengamati jalanan beraspal di bagian depan area pemakaman. Ia tak menemukan apa pun di sana.

"Aku tadi ikut Pak Darto yang membaca pick up untuk menjemput Bu Sari ke desa sebelah. Salah satu petani di sana akhirnya sepakat untuk menjual padi mereka ke kita karena mereka butuh uang secepatnya." Tanpa diminta Narendra memberikan penjelasannya. Hal yang patut Kirana syukuri. Setidaknya ia tidak terlalu banyak bertanya kepada pria itu.

RiversideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang