23

11.2K 1.2K 50
                                    

Yuk, yang mau ikutan PO segera meluncur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Yuk, yang mau ikutan PO segera meluncur. Info lebih lanjut bisa mampir ke ig yusniaikawijaya atau samudra printing83

###

Degub jantung Kirana berubah cepat saat tangan-tangan pria itu menyentuh lengannya lalu berusaha memasukkan tangan Kirana ke dalam lengan jaket yang pria itu ulurkan. Kirana tak menolak, ia membiarkan pria itu memasang jaket pada tubuhnya. Aroma pria itu tak lama kemudian merasuk hidungnya. Membuatnya menahan napas agar aroma yang selalu membangkitkan sisi lain dirinya itu tak menyerbu semakin dalam.

"Kamu belum terbiasa dengan udara di sini. Mulai besok pakai jaket atau setidaknya baju berlengan panjang. Untuk hari ini cukup pakai ini saja," lanjut pria itu yang tak sedikit pun mendapat respons dari si lawan bicara yang membisu.

"An?" tanya pria itu diikuti kernyitan di alis. Menandakan jika keheranan merasakan sikap Kirana yang seketika berubah.

Menyadari jika dirinya terlalu lama membisu, Kirana akhirnya berdeham tak nyaman lalu bergerak mundur selangkah. Berusaha menjauh dari hadapan Narendra. Ditariknya napas demi melegakan dadanya sebelum kemudian ia berucap, "Iya." Hanya kata itu yang terlontar dari mulutnya. Ia tak tahu harus mengatakan apa. Sesaat tadi ia bahkan tak mendengar kalimat yang diucapkan Narendra.

Kedekatan yang pria itu ciptakan membuat isi kepala Kirana berhamburan kemana-mana. Benar-benar menyedihkan. Sudah sejauh dan selama ini ia masih belum bisa mengendalikan dirinya sendiri di depan Narendra. Padahal pria itu saat ini sudah memulai menata kehidupannya kembali. Hal yang sama sekali tidak salah mengingat Karina sudah tiada dan tentu saja Narendra bebas menentukan masa depannya. Sama seperti percakapan kemarin pagi bersama Sari yang hingga saat ini tak bisa sedikit pun lenyap dari otak Kirana. Ia bahkan masih belum bertegur sapa dengan wanita baya itu. Tak mau lebih tepatnya.

"Jam berapa barang-barang kita akan datang? Atau mungkin aku mencari mas Nazril saja agar bisa mengecek tenda lalu setelah selesai aku bisa turun ke sungai mencoba tubing." Kirana mengubah topik pembicaraan. Hanya itu yang terlintas di otaknya.

Menyadari sikap Kirana yang seolah tak nyaman dengan kedekatan mereka, Narendra pun mengikuti alur yang Kirana buat.

"Sepertinya agak siang dan Nazril kemungkinan akan datang pukul sembilan. Tadi dia menghubungiku jika akan datang terlambat karena harus mengantarkan adiknya ke terminal."

Kirana hanya membalas penjelasan Narendra dengan anggukan pelan. Ia kebingungan harus melakukan apa. Sesaat tadi ia sudah tak merasakan canggung. Namun, akibat Narendra yang tiba-tiba memakaikan jaket ke tubuhnya. Rasa canggung itu kembali menghinggapi.

"Aku ambilkan minuman atau camilan di dapur, ya. Kita bisa menikmati sambil bekerja." Kirana melontarkan kalimat konyol. Sedetik setelahnya ia menyesali ucapannya.

"Tidak perlu, kita baru saja makan. Masih terlalu kenyang. Atau kalau kamu memang ingin, hubungi dapur saja, tidak usah ke sana," balas Narendra sambil mengarahkan pandangan pada telepon di meja kerjanya. Hal yang seketika mendapatkan gelengan Kirana.

Sesaat kemudian Narendra berjalan menuju meja kerja yang ia letakkan di bagian tengah ruangan. Bagian depan ia fungsikan untuk menerima tamu. Sedangkan bagian belakang adalah ruang makan dan pantry.

"Kemarilah, coba lihat apa yang bisa kamu lakukan dengan semua laporan  dari masing-masing unit ini." Narendra menunjuk lembaran kertas di meja kerjanya. "Ini adalah rekap harian income kita. Aku harap kamu bisa mengeceknya." Pria itu pun memberikan penjelasan panjang lebar tentang apa saja yang harus Kirana lakukan. Termasuk membagi pekerjaannya kepada gadis itu. Sebenarnya bukan pekerjaan berat karena Narendra sudah mempunyai penanggung jawab di semua unit usaha Riverside. Mereka hanya perlu memberikan laporan hari kemarin di pagi hari kepada Narendra seperti saat ini.

Kirana menyimak semua penjelasan Narendra dengan seksama tanpa banyak kata. Setidaknya kecanggungan yang semula ia rasakan perlahan mulai lenyap hingga akhirnya tepat pukul sembilan, Nazril pun datang ke ruangan Narendra. Pria itu mengatakan jika truk pengangkut sisa barang keperluan outdoor baru saja tiba. Ia mengajak Kirana untuk ikut serta melakukan pengecekan barang.

Tentu saja Kirana mengiyakan, ia tak ingin terlalu lama terjebak kecanggungan bersama Narendra. Bertiga, mereka menuju area gudang perlengkapan yang berada di satu sisi area parkir. Bersebelahan dengan pusat oleh-oleh dan stan tanaman. Meskipun di sebut gudang, tapi tempat itu tak terlihat seperti gudang pada umumnya. Bangunan beserta isinya itu lebih terlihat seperti mini market yang menjual beraneka jenis barang. Semuanya ditata dengan sedemikian rupa yang memudahkan saat pengambilan dan pengembalian barang. Tidak ada aroma apek apalagi bau tidak sedap di sana mengingat ruangan itu selalu dijaga kebersihan dan kerapiannya.

Satu persatu barang diturunkan dari truk. Setelahnya, barang-barang itu didata terlebih dahulu oleh beberapa orang dibawah pengawasan Nazril baru kemudian ditata di dalam gudang. Kirana tak ketinggalan, ikut dalam kesibukan itu. Ia bertanya banyak hal juga ikut membantu mengecek peralatan-peralatan itu. Hingga akhirnya kegiatan itu pun berakhir dan Nazril membawa lembaran-lembaran kertas yang ia dapatkan dari pengecekan peralatan yang telah ia lakukan ke hadapan Narendra yang sedari awal hanya duduk di kursi mengamati kegiatan mereka semua.

"Berarti sudah fix semuanya, ya, Ril?" tanya Narendra sesaat setelah ia selesai memeriksa lembaran kertas yang ia terima dari Nazril.

"Iya, Pak. Setelah ini saya akan mencoba tenda baru kita. Mungkin Mbak Kirana mau ikut memasang. Kalau untuk tubing sepertinya bisa besok atau lusa." Nazril mengutarakan niatnya sambil melirik Kirana sekilas.

"Lakukan saja. Oh ya, untuk pembuatan video di ayunan, kapan akan dilaksanakan? Kirana akan membantu." Narendra kembali berucap, membuat Kirana memelototkan mata pada pria itu. Narendra benar-benar menepati ucapannya. Ia kira pembahasan tentang hal itu sudah terlupakan sejak tadi, tapi ternyata ia salah.

"Beneran, Mbak?" tanya Nazril antusias. "Mbak aja yang jadi modelnya, ya. Soalnya semua orang sudah pernah. Dari kemarin saya bingung mencari pengganti Lita, resepsionis yang kebetulan yang diminta untuk menjadi model. Suami Lita tidak mengizinkannya berayun-ayun dalam kondisi berbadan dua meskipun saat ini kandungannya masih dua bulan dan belum terlihat."

Senyuman Narendra seketika melebar mendengar penuturan Nazril. Membuat Kirana tersenyum kecut.

"Kapan pun Kirana bisa." Bukan Kirana yang menjawab, tapi Narendra.

"Alhamdulillah. Lega kalau seperti ini, Pak. Memang momennya pas sekali. Apalagi Mbak Kirana belum pernah muncul di media sosial kita sama sekali."

"Nah itu, kamu juga tahu sendiri, kan." Narendra masih tak menutup mulutnya.

"Kalau begitu setelah ini saya hubungi tim lainnya. Jika memungkinkan besok kita eksekusi," ucap Nazril makin bersemangat.

"Jadi tidak ada yang meminta pendapatku di sini, ya?" Kirana akhirnya mengutarakan keengganannya.

"Kamu pasti setuju." Narendra berucap seolah tak peduli. "Oh ya, Ril silakan jika kamu mau mencoba tendanya. Sebaiknya langsung coba di bawah saja, di lokasi camping. Kalau kalian mau sekalian bakar-bakar tidak masalah. Minta sesuatu di dapur." Narendra bangkit dari kursi lalu berjalan meninggalkan Nazril dan Kirana. Membuat Kirana mendengus sebal dengan sikap pamannya itu.

"Gimana, Mbak? Kita pasang sekarang?" tanya Nazril setelah Narendra menjauh.

Kirana mengulas senyuman. "Panggil Kirana aja, Mas. Aku jadi ngerasa tua kalau dipanggil, Mbak." Kerlingan jahil tak lupa Kirana berikan membuat pria yang berusia dua tahun di atas Kirana itu tertawa pelan.

Setidaknya satu hal yang membuat Kirana lega, dengan adanya Nazril, ia tak akan mati bosan dan ditelan kecanggungan saat berhadapan dengan Narendra terus-menerus.

###

Gimana... Gimana... Gimana....
Adakah sesuatu yang bisa ditangkap? 🤣🤣🤣🤣

Nia Andhika
27032023

RiversideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang