3

433 58 15
                                    

Sejak ajakan membeli seblak siang itu, Sean merasa jauh lebih dekat dengan Ethan. Mereka lebih sering menghabiskan waktu bersama saat keduanya memiliki waktu luang. Jalan-jalan bersama, berburu buku atau makan seblak di tempat langganan Ethan. Tidak banyak yang tau karna ya untuk apa? Mereka hanya pergi menghabiskan waktu bersama saja, bermain bersama.

"Mau kemana? Kok udah beres-beres buku?"tanya Juan yang melihat Sean mengemasi barang nya tepat setelah sang dosen keluar dari kelas.
"Mau cari makan tapi nggak disini, kamu mau ikut?"
"Enggak. Gue ada janji sama anak dance, mau cari bahan buat yang lomba besok"
"Sama Riki juga dong?"
"Iya. Sean mau makan sama siapa?"
"Temen. Nanti aku enggak balik kesini soalnya ini kelas terakhir. Aku duluan ya"
"Hati-hati, Se"
"Dadah Juan"

Lalu hening. Juan sepertinya merasakan ada yang berbeda dari teman baik nya itu tapi tidak tau apa. Mungkin karna akhir-akhir ini Sean sering pergi tanpa dirinya atau mungkin karna pipi yang memerah setiap di tanya akan pergi bersama siapa.

"Woy! Ayo! Ngapain ngelamun sih?"seru Riki yang sudah ada di samping Juan.
"Kaget, anjing!"
"Santai, anjing! Eh, Sean mana?"
"Pergi makan sama temennya. Langsung pulang juga"jelas Juan.
"Sering bener pergi sama temen"gumam Riki.

Juan menatap Riki, berarti bukan hanya dia yang berpikir demikian. Teman nya yang lain juga begitu. Sebenarnya ada apa? Sean seperti menyembunyikan sesuatu.

"Lo udah makan?"tanya Riki saat keduanya beriringan berjalan menuju ruang club' dance.
"Tumben banget si ayang perhatian"goda Juan.
"Najis! Beneran ini gue tanya"omel Riki.
"Belum. Mau makan dulu?"
"Iya, yuk. Laper banget"
"Yaudah ayo"
"Juan!"

Langkah dua orang itu terhenti, tak jauh di depan mereka ada Jarves yang membungkuk dengan nafas terengah.

"Kenapa, kak?"tanya Juan setelah berhasil berdiri dekat dengan si kakak tingkat.
"Adek gue mana ya?"
"Oh, udah pulang. Mau makan dulu sama temen katanya"jawab Juan.
"Temen? Yang mana?"tanya Jarves penasaran.
"Nah kalo itu gue juga nggak tau, dia cuma bilang temen. Mungkin temen dari club' masak nya kali, kak"
"Udah dari tadi?"
"Belum sih, tapi mungkin udah nggak disini. Coba aja di telpon"
"Ada apa sih, kak?"tanya Riki ikut penasaran.
"Gue nggak bisa anter dia pulang, kalo emang udah sama temennya ya bagus"jawab Jarves, nafas nya sudah kembali normal.
"Sean bisa pulang sendiri kan, bang? Udah gede ini"kata Riki.
"Iya sih, tapi kalo inget dulu dia sering nangis pas pulang sekolah jadi kasian"

Juan terdiam. Dia kenal Sean sudah lama, sejak masuk SMA. Tapi dia tidak tau fakta yang satu itu. Menangis?

"Gue kenal Sean lama tapi nggak tau ini. Kenapa, bang?"Riki mulai penasaran.
"Kalian mau kemana?"
"Kantin. Makan"
"Yaudah gue ceritain sambil makan ya? Laper banget"

Dan setelah ketiga nya duduk di salah satu sudut kantin, Jarves mulai bercerita.

"Kalian pasti tau kalo Sean udah nggak ada ayah. Dulu waktu masih kecil dia sering di olok-olok karna nggak punya ayah sama temen nya. Jadi tiap pulang sekolah dia selalu sendiri, sambil nangis"cerita Jarves sambil sesekali memakan bakso nya.
"Sampe kapan kayak gitu, kak?"tanya Juan.
"Sampe SD aja, pas SMP udah enggak tapi dia jadi tertutup karna takut di ledekin temen nya"
"Bocah SD anjir, anarkis banget kelakuan nya"omel Riki.
"Sekarang udah enggak kan, kak?"Juan kembali bertanya setelah melahap batagor nya.
"Enggak. Tapi kalo liat dia lagi diem sendirian gue jadi inget pas dia nangis-nangis sama ibu gue. Minta ayah nya di balikin"

Sendok di tangan Juan ia lepas, membayangkan anak sebaik Sean menangis, merengek meminta ayah nya kembali cukup membuat nya sedih. Apalagi saat itu Sean masih sangat kecil. Masih sekecil itu tapi sudah mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan.

"Makanya gue sering banget nanyain dia ke kalian kalo gue nggak liat dia. Takut gue. Temen nya baik-baik semua kan?"tanya Jarves, bakso nya sudah tandas, tinggal es jeruk nya yang ia minum sampai setengah.
"Baik, bang. Soal nya Sean baik jadi anak-anak juga baik ke dia. Tenang aja, ada gue sama Juan"jawab Riki yang juga sudah selesai dengan mie ayam nya.

Drrrt drrrt drrrt

"Halo, bunda. Ada apa?"
"Mas, minta tolong nanti temani Sean di rumah ya? Bunda siang ini harus luar kota lagi"
"Mas bawa nginep di rumah aja boleh, Bun?"
"Ibu mu juga ikut bunda, mas. Mau buka cabang toko jadi kita mau survey tempat. Terserah mau bobok nya di rumah siapa, bunda titip Sean ya?"
"Iya, Bun. Yaudah nanti mas yang ke rumah aja, kemaren kan udah Sean yang ke rumah"
"Boleh. Kalian hati-hati ya? Jangan pulang malem, makan yang teratur. Bunda sama ibu belum tau sampai kapan nanti"
"Kabarin terus aja, Bun. Bilang ibu, anak nya minta oleh-oleh juga"
"Hahaha kamu ini. Nanti bunda bawain yang banyak. Tenang aja. Udah ya? Bunda sama ibu berangkat"
"Hati-hati ya, Bun. Nanti biar mas yang jagain Sean"

Ponsel nya kembali masuk ke dalam kantong baju nya. Dua adik tingkat nya sudah menatap Jarves dengan tatapan penasaran.

"Bunda nya Sean sama ibu gue ke luar kota. Jadi gue nginep di rumah Sean"ujar Jarves tanpa di tanya.
"Ooohhhh"
.
.
.
"Besok kakak ulang taun kan ya? Mau minta kado apa, kak?"Sean meminum air putih nya. Mereka baru saja selesai makan seblak di tempat biasa.

Ethan terkekeh melihat wajah adik tingkat nya tersenyum lebar. Bibir nya merah dan sedikit bengkak karna efek pedas nya seblak. Oh iya, kado. Harus nya dia yang senang karna akan ulang tahun kan? Lalu kenapa si pemberi kado terlihat jauh lebih antusias?

"Nggak usah. Ngapain pake kado-kado segala sih"tolak Ethan.
"Ya nggak bisa dong. Sean mau kasih, tapi nggak tau kakak lagi butuh apa"
"Besok temenin kakak nonton aja di kos. Kakak ada film baru tapi belum sempet nonton"
"Masa cuma nemenin nonton"gumam Sean kesal.
"Kado paling baik kan doa. Kamu doa in kakak yang baik-baik aja. Oh, sama waktu. Jadi kalo Sean nemenin kakak nonton, sama aja ngasih kado waktu kan?"
"Iya juga sih"
"Besok kakak jemput di rumah"
"Nggak usah, Sean bawa motor sendiri aja"
"Jangan dong, kan habis nonton kita jalan-jalan"larang Ethan.
"Naik grab aja deh, biar kak Ethan nggak bolak-balik. Lebih efisien"

Tawa Ethan meledak saat melihat wajah Sean menjadi serius kala mengucapkan kata efisien. Gemas sekali.

Sebenarnya jika kita bahas disini, Ethan sadar sepenuhnya dengan apa yang ia rasakan. Sadar juga jika rasa yang saat ini ia punya adalah salah. Bukan salah tapi tidak sewajarnya. Rasa tidak pernah salah kan? Anggap saja begitu. Tapi Ethan tidak tau dengan adik tingkat di depan nya ini. Sama kah mereka? Atau memang terlalu baik karna selalu bersedia menghabiskan waktu dengan nya? Yang jelas Ethan tidak berani bertanya. Takut jika nanti justru membuat Sean menjauhi nya.

"Oh, ada satu lagi. Kakak mau minta kado satu lagi"ucap Ethan setelah keduanya memasuki mobil.
"Apa, kak?"
"Eumm kalo kamu manggil kakak kayak kamu manggil Jarves, boleh nggak?"tanya Ethan hati-hati.

Sean diam sebentar, ia menatap Ethan dengan tatapan bingung. Namun akhirnya tersenyum.

"Boleh, mas Ethan"

Anjiran lah si Sean. Pake aba-aba dulu kenapa sih? Aaaaaakkkkhhhh!!












TBC

Norma - Heesun ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang