Pekerjaan nya sudah selesai dan ini baru hari ketiga. Memang selalu seperti ini kan? Ethan baru saja pulang dari membeli beberapa oleh-oleh untuk orang rumah dan Sean saat ponsel nya tiba-tiba berdering. Itu Jarves.
"Halo, kenapa? Kangen ya"sapa Ethan dengan nada jahil nya.
"Than, Lo dimana?"tanya Jarves denhan suara serak.
"Gue? Hotel. Suara Lo kenapa deh?"Ethan merasa ada yang aneh setelah mendengar suara sang teman baik, tidak seperti biasanya.
"Kerjaan Lo udah selesai?"
"Udah nih. Ves, Lo kenapa? Jangan bikin takut ya"
"Pulang, Than. Sean"
"Sean kenapa?"tanya Ethan dengan suara sedikit meninggi, ia panik.
"Dia kecelakaan. Sekarang di rumah sakit. Lo bisa pulang sekarang? Nyokap sama bokap Lo udah disini"Telinga Ethan berdengung, ia tak bisa lagi mendengar apa yang teman nya itu katakan karna ponsel nya sudah jatuh lebih dulu. Tubuh nya bergerak kaku membereskan barang seperlunya sebelum meminta tolong pada bawahan nya untuk membereskan sisa barang yang lain untuk nya. Ia bawa sopir perusahaan untu segera pulang.
Benar. Perasaan nya sebelum pergi kemarin memang benar ada nya. Perasaan tidak ingin pergi dan tidak ingin meninggalkan Sean memang ada alasan nya.
"Semoga Sean baik-baik saja"gumam Ethan sepanjang jalan.
Perjalanan pulang yang selalu ia tunggu kini menjadi perjalanan paling panjang untuk Ethan. Ia gelisah, khawatir pada keadaan orang tersayang nya. Mobil kantornya tiba di rumah sakit saat hari sudah menjelang sore. Kaki panjang itu berlari menyusuri koridor rumah sakit, mata nya melihat Jarves yang sedang menunggu nya di sebuah lorong.
"Ves!"panggil Ethan panik.
"Tenang dulu. Atur nafas"
"Sean dimana? Keadaan nya gimana?"Jarves diam, tidak berani menjawab.
"Ves, dimana?"
"ICU"Lemas. Tubuh Ethan terduduk di atas lantai, sebenarnya apa yang terjadi pada Sean sampai keadaan nya bisa jadi seperti ini?
"Kok bisa, Ves? Gimana ceritanya?"tanya Ethan dengan nada lirih.
"Mobil Sean di tabrak dari samping kemaren malem. Cctv berhasil nangkep kejadian, udah ketangkep juga orang nya. Nyokap Lo kenal"Kepala yang semula menunduk itu langsung mendongak, ia tatap Jarves dengan tatapan menuntut.
"Nyokap gue mana?"tanya Ethan.
"Jagain Sean di depan ICU sama bunda. Ayo"Sampai di depan ICU, Ethan bisa melihat Sean tertidur dengan beberapa selang di tubuhnya dari balik jendela. Menangis. Ethan menangis saat melihat keadaan orang tersayang nya begitu memprihatinkan.
"Ma, siapa ma? Kata Jarves mama kenal"tanya Ethan memaksa.
"Bawahan papa kandung kamu yang udah kerja ikut papa mu sejak kamu belum ada"terang sang ibu dengan suara serak, sepertinya beliau sudah banyak menangis.
"Sengaja, ma?"tanya Ethan lagi.
"Mama nggak tau, sayang. Mama belum sempet pergi kemana-mana, mama mau temani bunda Sean"Ibu Sean terlihat terus menghapus air mata nya. Ethan genggam tangan ibu nya dan ibu Sean bersamaan.
"Ethan bakal cari tau. Bunda sama mama jangan khawatir"
"Jangan gegabah ya, nak"pesan ibu Sean.
"Kamu hati-hati"pesan ibu Ethan.Ethan mengangguk lalu berdiri, pergi dari sana menuju tempat dimana ia bisa menemui pelaku yang sudah menabrak Sean. Jarves segera berlari mengikuti Ethan yang terlihat sangat marah. Jarves juga marah, tapi ia harus bisa menenangkan Ethan sebelum lelaki itu meledak.
.
.
.
Jarves menepuk pundak Ethan berulang kali, berharap tangis itu berhenti. Tapi nihil. Ethan masih menangis keras di dalam mobil yang masih terparkir di halaman kantor polisi. Ia baru saja menemui pelaku penabrakan Sean dan benar, ia kenal. Yang membuat nya tak bisa berhenti menangis adalah pengakuan sang pelaku. Ayah nya lah yang mengutus.