Juan mengamati Sean yang masih sibuk dengan ponsel nya beberapa menit lalu. Mereka sedang ada di kamar Juan siang ini, setelah sekian lama akhirnya Sean bermain ke rumah nya lagi. Sudah lewat bulan semenjak kepergian nenek Sean, dia sudah baik. Sudah seperti Sean yang biasa bahkan terlihat lebih bahagia.
"Muka Lo asem banget kenapa, Se?"tanya Juan.
"Tugas Sean yang kemaren udah selesai cuma kayak nggak yakin aja"
"Yaelah, yakin aja udah. Punya gue juga udah selesai kok"Lalu setelahnya Sean menghadap pada Juan sepenuhnya, menatap sang teman baik dengan tatapan ragu namun menyelidik juga.
"Kenapa?"tanya Juan.
Sean tak menjawab, ia masih menatap Juan dengan tatapan yang sama.
"Ngomong aja, gue dengerin"kata Juan lagi.
"Eummmmm"
"Apa? Kenapa? Lo punya pacar ya? Pada akhirnya seorang Sean jatuh cinta beneran nih?"goda Juan sembari menoel-noel lengan kiri Sean.
"Enggak, bukan itu. Kamu tau kan aku ini lain"
"Tau. Terus kenapa? Emang kalo lain terus enggak boleh jatuh cinta?"Ya, Juan sudah tau sebenarnya Sean. Setelah Sean mengatakan pada keluarganya, ia mengatakan nya juga pada Juan yang saat itu sudah jadi teman baik nya. Awalnya Juan terkejut, tapi dia memilih tidak peduli selama Sean bahagia. Karna menurut Juan, Sean memang manis. Laki-laki mana yang menggunakan "Sean-kamu" jika berbicara dengan orang lain? Laki-laki mana yang sifatnya halus dan manis luar biasa? Dan lagi, laki-laki mana yang bisa secantik Sean? Jadi Juan menerimanya dengan mudah, karna itu teman baiknya, karna itu Sean. Dan ini juga berlaku sama pada Riki, lelaki itu dengan mudah menerima nya karna ia mengatakan jika salah satu sepupu nya juga sama seperti Sean.
"Bukan gitu sih"ucap Sean.
"Terus? Ini jadi mau cerita nggak?"
"Jadi. Ngggg dia ini baik banget, Juan. Sering anter pulang, ajak jalan, sama kasih tau tempat seblak favorit dia yang emang enak banget. Itu kenapa ya?"
"Tunggu, ini orang yang sering Lo bilang temen itu?"
"Iya"
"Si anjir, temen apaan begitu. Mana ada laki-laki yang mau jemput, ngajak jalan, sama ngajak makan orang lain kalo enggak ada rasa. Yang realistis aja deh, Se. Dia lagi pdkt in Lo pasti"
"Tapi aku nggak tau dia suka sama aku apa enggak, apa cuma baik aja atau cuma ngisi waktu luang"
"Mana ada begitu sih, Se. Yang dia lakuin ke Lo itu ada effort nya, ada usaha yang dia lakuin, masa iya ngisi waktu luang"
"Takut"
"Takut dia cuma iseng?"Sean mengangguk, matanya menatap pada Juan dengan wajah yang memelas. Lucu tapi kasihan juga.
"Tapi dia baik banget"kata Sean.
"Gue enggak menyarankan ke Lo buat nanya perasaan dia, jalanin aja dulu. Ntar kalo sampe akhirnya dia nggak ngomong, Lo cukup tau aja antara dia takut atau dia cuma iseng. Lo pasti paham sama sikap orang itu"Sean diam. Ia mainkan jari nya karna gugup lalu menghembuskan nafas nya berat. Ia tau ini salah, tapi ia belum pernah merasa sampai yang seperti ini. Sean pernah suka pada orang, tapi hanya sebatas kagum pada orang itu. Lain dengan kali ini, ia nyaman, ia selalu suka saat menghabiskan waktu yang tak terasa jika bersama orang itu. Tapi Sean takut jika orang itu hanya baik. Tidak semua orang seperti Sean dan Sean sangat paham hal itu.
Drrrt drrrt drrrt
"Halo, mas. Kenapa?"
"Kamu masih di rumah Juan?"
"Masih"
"Yah padahal mau mas ajak ke rumah. Mama nya mas mau ketemu"
"Hah? Buat apa? Mas ngomongin apa ke mama nya mas?"
"Ada pokok nya. Kamu mau ikut nggak? Lumayan sama jalan-jalan"
"Pamit sama mas Jarves dulu"
"Udah mas pamitin tadi. Boleh kok"
"Boleh?"
"Boleh dong"
"Pamit bunda juga dong, mas"
"Udah juga dan boleh"
"Beneran?"
"Iya. Kalo kamu mau, mas jemput kamu ke tempat nya Juan"Sean melirik ke arah Juan yang menatap nya dengan tatapan penuh tanya. Ya tentu saja. Siapa yang tidak penasaran jika ada orang lain bertelepon di sebelahnya? Setidaknya Juan pasti ingin tau dengan siapa teman baik nya itu bertelepon.
