Swim

2.4K 80 5
                                    

Spesial edisi Jean–Gigi masa awal pdkt.





Jean Aldrich tidak tau kapan terakhir kali dirinya menatap seseorang dari kejauhan dengan senyuman yang tak henti terukir pada bibir. Pandangan matanya bagai elang yang tengah mengincar mangsa. Ia bahkan tak lagi memperhatikan perempuan yang tengah menggoda dirinya tepat di hadapannya.

"Sayang, ngeliatin siapa sih?" Rengekan manja yang berasal dari perempuan berpakaian kurang bahan di hadapannya itu menyadarkannya. Jean menggeleng, lantas menenggak kembali minuman di botolnya.

"Gi, gue keluar bentar. Nyokap nelpon." Raka menepuk pundak Gigi, gadis itu mengangguk dan mempersilakan Raka pergi.

Beberapa anak himpunan lain yang Gigi kenal menghilang entah kemana. Ada yang turun ke lantai dansa yang masih dalam jangkau pandangnya. Ada yang di meja bartender bersama kenalan baru. Dan ada yang sudah menghilang entah kemana.

Melihat Rakana meninggalkan gadis itu sendirian, senyuman Jean semakin mengembang lebar. Lelaki itu beranjak berdiri, mengabaikan seruan kesal perempuan yang diabaikannya. Tubuh jangkungnya membelah kerumunan, dan jaket kulit hitam hitam nyentrik yang digunakannya jelas menarik perhatian Gigi.

"Boleh gabung?" Tanyanya memulai basa-basi dengan perempuan ayu yang kini menatapnya penuh telisik.

Gisella hafal di luar kepala jenis lelaki macam ini. Alisnya terangkat sebelah seiring dengan senyuman tipis penuh cemooh mengembang di bibir merahnya. "Sure, duduk aja."

Mendapat lampu hijau, Jean tersenyum senang. Ia segera mengambil duduk tepat di samping Gigi yang kini mengambil kembali minumannya.

"Anak NCIT juga ya?" Pertanyaan Jean sangatlah basic, membuat Gisella hanya menyunggingkan senyuman miring sebagai balasan yang mana hal itu terasa cemoohan bagi Jean.

Gisella Aruni, perempuan ayu itu terkenal dingin dan sulit didekati. Bahkan sekelas Nala saja pernah menolak taruhan untuk mendekatinya. Harga diri Jean malam ini bagai ia taruh sendiri si ujung tanduk. Jika gagal, maka semua orang pasti akan mencemoohnya. Jika berhasil, maka semua orang pasti akan memujinya.

Secara tak langsung, Gisella memberikan harga yang mahal bagi orang-orang tertebak macam Jean.

"Temen Wanda bukan sih? Gue sering liat lo sama dia."

Gigi menoleh, menatap kedua mata tajam Jean selama beberapa saat. Ia menelisik wajah tampan itu dalam tatapan tak terdefinisinya. Jauh dalam benaknya, perempuan itu tau apa yang akan lelaki ini dapatkan jika berhasil memacarinya atau sekedar menemaninya bermain.

Membuat Jean menang sebenarnya sangat mudah, karena harus diakui lelaki itu menarik perhatiannya malam ini. Tetapi apa yang akan mereka katakan jika Gisella Aruni dengan mudah ditaklukan. Itu akan sedikit mengganggu reputasi ice girl yang di sandangnya.

"You already now, handsome. Ask something else."

Jean tersenyum miring, rahangnya menegas. Lelaki itu merasa tertantang. Matanya bahkan menghindari tatapan Gigi yang benar-benar ia rasa tengah mengujinya malam ini. Nama keduanya menjadi taruhan. Siapa yang akan menang menjadi pertanyaan besar.

Raka yang baru masuk kembali memilih duduk di meja bartender. Membiarkan Jean mendekati Gigi. Selama lelaki itu tidak kurang ajar, maka ia tak akan ikut campur urusan keduanya. Meski perasaannya sedikit tergores malam ini.

"How about, do you like vanilla?"

Seulas senyuman mengembang di bibir si cantik yang tidak menyangka pertanyaan itu keluar. Mata mereka kembali bersipandang lekat. Tension di antara keduanya bahkan mulai terasa menguat. Jean menanti jawaban Gigi dengan tatapan yang mulai tak sabaran.

One ShotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang