"Tidakkah kamu pernah berpikir bahwa banyak sedih bahagia adalah hal yang tumpang-tindih?"
🍎🍎🍎"Nala, sialan! Kolor abang kenapa dijahitin gambar hello kitty!"
Si gadis tertawa cekikan, berlari kencang menuruni tangga.
"Nala!" Bunda menjerit keras dari dapur memegang sodet, dengan daster hijau kebangaan, rambutnya digulung rolan hijau stabilo. Bunda yang amat cinta warna hijau itu menatapnya tajam, memberi isyarat untuk tidak macam-macam. Namun di mata Nala bunda terlihat sedang cosplay sayur-sayuran, ia tak berani bilang, takut uang jajan dipotong.
"Ampun nyai ratu, gak lagi-lagi," katanya.
"Jangan bercanda kayak gitu sama abang, kasian abang."
"Iya, bun, iya. Kasian abang," bilangnya menarik kursi meja.
"Ayah udah pergi?"
"Kamu lupa? Ayah masih dinas luar kota."
Nala menepuk kening dramatis.
"Kapan pulangnya?" tanyanya punya niat terselubung minta dibelikan banyak oleh-oleh.
"Nanti malam berangkat ke sini."
"Oke deh." Senyum Nala sumringah, mulai memikirkan banyak list makanan ringan di kepala.
"Jangan minta aneh-aneh! Jangan kebiasaan hidup kayak gitu!" peringat bunda yang sudah hafal betul tabiat anak gadisnya satu itu.
"Cuma minta satu doang kok," cibirnya menyendok nasi goreng. Satu kantong plastik besar.
Dari arah tangga kakak laki-lakinya berlarian tergesa-gesa menenteng tas kebangaannya dengan kemeja bagian atas belum dikancing sempurna.
"Bun, abang berangkat duluan ya?" bilangnya. Mama yang membawa piring berisi telur mata sapi mengernyit bingung menatap anak laki-lakinya belum rapi-rapi sekali, rambut hitam masih basah kusut belum tersisir, air pun masih menetes-netes.
"Abang ada kelas pagi, telat nih," katanya mencomot telur mata sapi. Sebagai mahasiswa semester lima, hidup itu penuh drama, tugas menumpuk, stress tak tertolong tapi harus tetap berusaha tertawa. Tertawa mengisi lembar kuis dadakan.
Nala yang mengenakan seragam SMA itu hanya pura-pura tak peduli menyendok piring nasi goreng mengepul miliknya, naas belum sempat sendok itu mendarat pada ujung bibir tangan besar sang kakak laki-laki telah lebih dulu membelok arah suapan menjadi mulutnya sendiri.
"Bang Kasa!" pekik Nala sebal.
Kasa, nama kakak laki-lakinya menyengir lebar, mengunyah sisa makanan.
"Abang berangkat duluan ya bun," ucapnya sambil mengambil kesempatan menjitak kening lebar Nala nan terbuka. Si gadis menjerit tak terima mengadu.
"Abang!" peringat Bunda.
"Gak lagi-lagi, bun," katanya mengulang kalimat Nala tiap kali berhasil menjahilinya.
Yah, adik perempuan satu-satunya itu rada menyebalkan, pernah suatu ketika ketika Kasa sedang asik-asiknya maraton anime di kamar menghilangkan stress akibat tumpukan tugas kuliah tiada habis. Nala melemparkan kecoak kawe super ke arahnya. Sontak saja mengeluarkan jeritan super laki dimilikinya. Tak cuma itu saja, Nala pernah membuatnya tidak jadi pacaran dengan mbak gabetan.
Ini bermula ketika Kasa lagi makan berdua sebuah kafe ramai, niat hati sih Kasa ingin sekalian menembak si mbak gebetan, sampai beli bunga yang disimpen di tas.
Namun apalah daya dia punya adek macam Nala, singkat cerita ia kepergok makan berdua.
Datang-datang Nala menciptakan keributan, mengebrak meja mereka, jantung Kasa serasa pindah ke perut. Apalagi raut muka serius penuh amarah Nala padanya. Kasa mengernyit bingung, kerasukan apa pula makhluk satu ini?

KAMU SEDANG MEMBACA
Dari Niskala
Ficção AdolescenteDari gelap tengah malam menjelma pintu rumah terketuk-ketuk. Sebalik jubah melingkupi wajah, membawa yang ada menjadi tiada, bahkan tiada menjadi ada. Saat ditanya ada apa gerangan kedatangannya? Dia tersenyum memperkenalkan nama "Niskala," ucapnya...