Bagian 9: Dari Niskala

57 27 6
                                    

Kamu akan selalu dilindungi, disadari bahkan tanpa kamu sadari
🍎🍎🍎

Menghabiskan sisa malam memeluk diri sendiri, mencoba memejam mata berharap esok akan baik-baik saja, ternyata belum cukup untuk meredakan kegelisahan. Nala ketakutan, setengah dirinya menjerit ingin mencari pertolongan, lantas pada siapa?

Orang-orang yang selalu ada untuknya kini tiada di sekitar hidupnya, menahan napas sejenak, menghangatkan diri sendiri, betapa menangis semalam begitu melelahkan menguras tenaga.

Sembari terus berpikir ada apa? Akan realita hidupnya yang aneh.

Nala merasa gila akan segala hal terjalani. Tidak bisa, Nala tidak bisa hidup seperti ini.

Memutar otak mencari-cari dari segala ia punya, apa ada yang aneh dan tidak hilang? Apa ada sesuatu mengingatnya dan mengetahui keberadaannya? Apa ada hal masih berputar seperti biasa?

Buntu, Nala merasa kehilangan separuh memori miliknya, ada yang salah, tapi hatinya menyangkal.

Apa? Ada apa? Kenapa? Mengapa?

Kotak memoar bergulir pada lorong rumah sakit, seraut wajah milik pemuda yang memberi bunga lili padanya tersenyum hangat, mendorong tiang infus, berkata lamat-lamat dengan alus. Mata yang menyipit, meski kehidupan nampak mulai terkuras dalam sepasang iris itu.

Kenapa Nala bisa bertemu dengannya? Kenapa di rumah sakit?

Ah, punggung kurus si pemuda terlihat begitu rapuh dari belakang, jalannya begitu perlahan, menyebar senyum tiap orang berlalu lalang. Memudar.

Nala mengigit bibir bawahnya, hanya pemuda itu. Tapi ia lupa seperti apa wajahnya.

Sebab ketika Nala menemukannya pada taman belakang rumah sakit, si pemuda melambaikan tangan menyapa menarik kedua bibir ke atas, mencoba semangat dalam balutan setelan pakaian rumah sakit. Di saat semua hilang dia terasa tak berubah?

Mengapa?
Padahal Nala tak begitu mengenalnya, Nala tak tahu siapa nama pemuda itu, Nala bahkan tak mengajaknya mengobrol setelah bunga lili itu ia dapatkan. Tapi kenapa? Pemuda itu terasa begitu penting? Siapa? Apa Nala melupakan sesuatu yang berharga?

Tapi mengapa? Ada apa?

Kenapa Nala pergi ke rumah sakit hari itu? Kenapa ia mendapat bunga lili? Kenapa ia berjalan pada lorong rumah sakit? Mengapa? Nala melupakanya.

Haruskah ia pergi ke sana, mencari dan menanyakan?

Iya, ia harus pergi ke sana. Harus.

Nala terbangun ketika jam menunjukan pukul 10, ia ketiduran, badannya pegal-pegal, dengan setelan seadanya tanpa sempat mandi, setengah berlari ia keluar rumah mengunci pintu. Harus pokoknya harus hari ini. Ia harus memecahkan keganjilan terlebih dahulu.

Rambut pendek berantakan, mata terasa sedikit perih melihat, Nala yakin bengkaknya terlihat jelas. Namun apadaya, Nala benar-benar lelah dibuatnya.

Maka setelah membeli buah pada gerai penjual buah-buahan, Nala memasuki gerbang rumah sakit, melipir ke samping menuju taman.

"Tapi, gimana?" gumamnya terhenti.

Bagaimana caranya ia bisa menemui pemuda itu lagi? Saat ia bahkan tak tahu siapa namanya. Jantung Nala bergemuruh, mendung mengantungi wajah, keruh menguasai sekitar.

Menatap tepi-tepi orang-orang menunggu melipir terduduk pada bagian taman samping. Nala berjalan lunglai menuju sebuah bangku kosong, di bawah pohon besar, menetap di sana mencoba menata lagi hal-hal yang perlu ia lakukan. Menengadah menyaksikan langit biru bersama jejak-jejak kepulan putih awan.

Dari NiskalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang