Part 6.

34K 2.8K 122
                                    

Taeyong menghela nafas, saat melihat dua garis pada testpack yang baru saja ia gunakan, itu artinya dia sungguh positif hamil. Apa takdirnya memang seburuk ini? Tidak dicintai suaminya dan sekarang ia tengah mengandung. Taeyong sendiri bahkan tidak tahu siapa ayah dari anaknya, tidak. Taeyong tidak mau mengakui bayi ini. Ini bukan anaknya.

Ceklek

Taeyong tersentak saat pintu kamarnya dibuka, tangannya yang sedang memegangi testpack ia sembunyikan dibelakang punggung. Ia menelan ludahnya gugup, saat Jaehyun berjalan mendekatinya, Taeyong melihat pada jam dinding yang tergantung, dan sekarang sudah jam enam sore, jadi wajar jika Jaehyun sudah pulang.

Jaehyun mengangkat sebelah alisnya, ketika melihat gelagat aneh dari Taeyong dan juga sebelah tangan yang tersembunyi dibelakang.

"Kau menyembunyikan sesuatu?" Tanya Jaehyun curiga.

Taeyong memundurkan langkahnya, saat Jaehyun semakin dekat, "T-tidak."

Jaehyun mendengus, ia meraih pergelangan tangan Taeyong dengan cepat, telapak tangan pria cantik itu terkepal kuat, Jaehyun berusaha membuka kepalan tangan itu, dan ternyata tidak mendapati apapun, membuat Jaehyun menghela nafas.

Jaehyun melepaskan cekalannya, lalu memasukan kedua tangannya pada saku celana, ia menatap Taeyong yang tengah menunduk.

Jaehyun berjalan mendekat, hingga sepatu pantofel miliknya bersentuhan dengan kaki telanjang Taeyong.

Taeyong mendongak dengan gugup, jantungnya berdegup kencang saat Jaehyun menatapnya dengan datar. Bersyukur karena testpack yang dipegangnya, berhasil ia masukan pada saku celana bagian belakang tanpa Jaehyun curigai.

"Jangan pernah mencoba menutupi apapun dariku," ucap Jaehyun terdengar seperti ancaman.

Setelah mengatakan itu, Jaehyun berbalik melangkah, sebelum menutup kembali pintu kamar Taeyong, Jaehyun berkata, "Buatkan aku makan malam," tanpa sedikit pun menoleh lagi kebelakang.

Brak!

Taeyong memejamkan matanya refleks, saat Jaehyun menutup pintunya dengan kasar. Setelah Jaehyun pergi, dengan cepat Taeyong membuang testpack itu pada tempat sampah, lalu keluar dari kamar untuk kedapur.

Ketika menuruni anak tangga, entah karena kepalanya yang masih terasa pusing atau ia yang berjalan terlalu buru-buru, kakinya salah menapaki anak tangga, membuatnya terpeleset hampir terguling dari tangga sebelum pinggangnya ditahan dari belakang.

Dengan jantung yang rasanya hampir jatuh keperut, Taeyong menoleh kebelakang dan mendapati wajah suaminya yang begitu dekat dengannya.

Taeyong membuka mulutnya, berniat mengatakan terimakasih tapi tertahan saat Jaehyun melepaskan pelukannya, untungnya Taeyong sempat berpegang pada pagar pembatas tangga, jadi ia bisa menahan diri.

Jaehyun mendesis kesal, "Bisakah kau berjalan dengan hati-hati? Kau akan merepotkan ku jika terjatuh dari tangga setinggi ini."

"Maaf," cicit Taeyong pelan.

Jaehyun lagi-lagi mendengus, lalu berjalan lebih dulu melewati Taeyong begitu saja.

Melihat punggung Jaehyun yang sudah menjauh, Taeyong tersenyum dengan sendu, ingin sekali ia merasakan bagaimana hangatnya pelukan suaminya.

Karena Taeyong tidak pernah merasakannya.

Taeyong menggelengkan kepalanya, ia kembali berjalan menuruni tangga dengan lebih hati-hati, ia juga harus cepat memasak untuk Jaehyun. Suaminya pasti lapar, setelah bekerja seharian.

_________

Jaehyun menatap dengan bosan, layar televisi didepannya. Terhitung sudah tiga puluh menit ia meninggalkan Taeyong, memilih untuk menunggu diruang tengah. Jaehyun beranjak dari duduknya, pergi ke dapur untuk melihat apakah Taeyong sudah selesai atau belum dengan pekerjaannya. Perutnya sudah berbunyi sejak tadi minta diisi.

Saat sampai didapur, Jaehyun melihat punggung Taeyong yang membelakanginya berkutat dengan kompor didepannya tanpa menyadari keberadaannya.

"Kau sudah selesai?" Tanya Jaehyun, membuat Taeyong tersentak kecil.

Taeyong menoleh sekilas, "Sedikit lagi."

Taeyong mengambil toples kecil berisi garam, menambahkan beberapa sendok lagi, mengingat Jaehyun ternyata menyukai makanan yang terasa sedikit asin. Karena waktu itu, Jaehyun pernah mengatakan jika sup yang dibuatnya terasa hambar.

Jaehyun berdecak, "Lambat."

Mendengar gerutuan Jaehyun, dengan buru-buru Taeyong mengambil mangkuk besar untuk wadah supnya yang telah matang, ia mematikan kompor, lalu menuang sup yang berada dipanci kedalam mangkuk dengan hati-hati, Taeyong meringis pelan saat kuah sup itu sedikit menyiprat dan mengenai lengannya.

"Aku akan makan diluar. Aku bisa kelaparan hanya karena menunggu mu memasak terlalu lama," ucap Jaehyun tak sabar, lalu pergi meninggalkan dapur.

Taeyong berbalik dengan mangkuk sup ditangannya, "Sudah selesai-" senyumnya luntur saat Jaehyun sudah pergi lebih dulu. Hatinya berdenyut sakit, tidak bisakah Jaehyun menunggu sebentar saja? Ia hanya perlu memindahkan sup dari panci.

Taeyong meletakkan mangkuk itu dimeja makan dengan perlahan, lalu melepaskan apron yang dipakainya. Taeyong duduk pada kursi makan, melipat kedua lengannya diatas meja untuk menyembunyikan wajah pada lipatan tangan.

Ia terisak pelan, ketika hati dan raganya begitu lelah dan sakit. Mereka tinggal satu rumah, jaehyun selalu berada disekitarnya, tapi rasanya begitu jauh, begitu menyakitkan ketika kehadirannya tidak terlalu dipentingkan.

Ketika sudah hampir tengah malam, akhirnya Taeyong bisa menghentikan tangisnya. Ia berdiri, mengambil mangkuk sup yang dimasaknya, lalu meletakkannya pada wastafel tempat cuci piring, lalu menyiramnya dengan air keran. Tidak ada yang akan memakannya, Jaehyun sudah pergi keluar. Dan Taeyong tidak memiliki nafsu untuk makan. Menyimpannya sampai pagi pun percuma, sup nya pasti akan basi.

Dengan langkah yang lemah, Taeyong pergi ke kamarnya, menutup dirinya didalam selimut, mencoba tidur agar tubuhnya bisa berisitirahat, sebentar saja. Taeyong hanya ingin beristirahat.

Mempersiapkan diri, untuk rasa yang lebih menyakitkan ketika ia bangun nanti.

TBC

HURT - JAEYONG Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang