Part 9.

40.4K 2.8K 131
                                    

Tanpa pikir panjang lagi, Jaehyun berlari keluar dari ruang kerja. Menghampiri Taeyong yang berada diruang tengah, disana ada Pak Kim si penjaga didepan rumah, sedang memangku kepala Taeyong dan menepuk pipi Taeyong, berusaha membuat istrinya tersadar karena sepertinya Taeyong memang pingsan.

Pak Kim, menoleh saat menyadari ada derap langkah yang mendekat, "Tuan, istri anda pingsan." Ucapnya dengan cemas.

Jaehyun segera berjongkok disamping Taeyong, mengambil alih istrinya dari pangkuan Pak Kim lalu menggendong tubuh Taeyong untuk ia bawa ke kamar. Tidak memperdulikan keberadaan pak Kim yang entah kenapa bisa masuk ke dalam rumah, biasanya pak Kim hanya akan diluar untuk berjaga.

Tanpa kesulitan sedikit pun, Jaehyun berjalan cepat menaiki tangga, membuka pintu kamar Taeyong dengan menendangnya kuat hingga terbuka. Jaehyun meletakkan Taeyong pada kasur dengan begitu hati-hati

Tangannya, menyingkirkan rambut Taeyong yang menutupi mata. Jaehyun mencari baju ganti didalam lemari pakaian Taeyong, baju yang Taeyong pakai kotor karena vas yang ia lempar.

Setelah menggantikan Taeyong baju, Jaehyun mengambil kotak obat. Jaehyun terenyuh saat melihat ada tiga titik luka pada lengan kiri dan kanan Taeyong. Untung tidak ada luka yang begitu besar, tapi tetap saja ada goresan dibeberapa bagian.

Sebelumnya Jaehyun sudah mencuci tangannya, jadi ia bisa mengobati Taeyong dengan aman. Jaehyun mengambil kapas dan menuangkan air yang mengandung alkohol secukupnya. Mengusapnya pada bagian lengan Taeyong yang terluka untuk dibersihkan lebih dulu. Lalu merekatkan plaster luka pada lengan Taeyong.

Setelah selesai, Jaehyun meletakkan kotak obat itu pada meja nakas disamping tempat tidur. Tangannya bergerak mengusap bagian pipi Taeyong yang memerah bekas tamparannya. Tanpa sadar air mata Jaehyun lolos begitu saja. Apalagi lengan Taeyong juga terdapat lebam kebiruan karena benturan vas bunga.

Entah ada dorongan dari mana, Jaehyun menyingkap baju yang Taeyong kenakan hingga sebatas perut. Telapak tangannya bergerak, mengusap dengan lembut perut istrinya. Ada perasaan lain ketika ia mengusapnya, ia sendiri tidak tahu apa itu.

Ingatan Jaehyun melayang pada kejadian waktu di club malam. Bagaimana bodohnya ia, membiarkan Taeyong dikepung dengan banyak pria dominan. Melihat Taeyong yang menatapnya dengan ketakutan, sorot yang memperlihatkan meminta bantuan untuk lepas dari orang-orang itu. Namun, yang ada hanya ia abaikan.

Jaehyun tidak tahu, apa yang mereka berikan pada Taeyong, hingga istrinya itu pingsan, walaupun tidak sepenuhnya pingsan. Taeyong masih memiliki setengah kesadaran dengan racaun yang tidak jelas ketika ia berhasil menyeret Taeyong pulang, sebelum benar-benar terjadi hal buruk.

Malam itu, Jaehyun tidak tahu, Taeyong mampu mengingatnya atau tidak.

___________

Saat Taeyong terbangun, ia memegangi kepalanya yang terasa pusing. Taeyong tanpa mau repot-repot memikirkan bagaimana akhirnya ia bisa berada di kasurnya. Seingatnya ia pingsan setelah Jaehyun melemparnya dengan vas.

Taeyong berjalan dengan gontai menuju kamar mandi. Taeyong hanya ingin berendam dengan air hangat untuk meredakan rasa lelah ditubuhnya.

Ternyata kejadian ini, membuat Jaehyun mengabaikan Taeyong. Tidak ada lagi percakapan sekecil apapun diantara keduanya. Jika tahu akan seperti ini, maka Taeyong memilih untuk tidak masuk keruang kerja milik Jaehyun. Apapun yang Jaehyun rahasiakan, Taeyong sudah tidak peduli. Jaehyun mungkin kecewa padanya, karena telah melanggar ucapan suaminya. Jika biasanya ia masih melihat Jaehyun dimeja makan, sekarang tidak lagi. Pria tampan itu hanya makan dirumah saat jam makan malam. Itupun, Taeyong sudah tertidur. Taeyong juga jarang melihat Jaehyun, laki-laki itu menghindarinya. Taeyong hanya melihat Jaehyun, sepulang kerja jika sempat, tapi Jaehyun hanya berlalu begitu saja.

Tidak. Sebenarnya ini tidak seperti yang Taeyong pikirkan. Jaehyun mengabaikan Taeyong bukan karena ia masih marah atau kecewa. Jaehyun hanya malu jika berhadapan dengan Taeyong. Ia malu pada Taeyong. Disaat ia sudah menyakiti pria kecil itu begitu banyak, namun Taeyong masih berdiri didepannya dengan senyumnya dan mata yang berbinar. Menyapanya, menanyakan ia sudah makan atau belum. Jaehyun tidak pernah sekalipun melihat tatapan Taeyong yang seperti membencinya. Bahkan luka bekas lemparan vas masih tercetak di lengan Taeyong, membuat hati Jaehyun sakit melihatnya.

Hari demi hari, minggu demi minggu, hingga berganti bulan. Tidak ada perubahan apapun. Setiap harinya, Taeyong dibuat cemas tak berujung. Kakinya kini berjalan mondar-mandir dikamarnya. Berpikir apa yang haru ia lakukan sekarang. Perutnya akan membesar, dan ia tidak akan bisa menyembunyikan nya lagi dari Jaehyun.

Suaminya akan tahu, jika ia tengah mengandung jika ini dibiarkan begitu saja. Apa yang dipikirkan seorang suami yang mengetahui istrinya ternyata sedang hamil, sementara dia sendiri tidak menyentuh istrinya. Pikiran itu semakin membuat Taeyong kalut. Taeyong tidak bisa bayangkan apa yang terjadi jika ia mengaku. Taeyong mencintai Jaehyun, dan ia tidak mau pergi dari sini.

Taeyong membuka laci meja riasnya, mengambil botol kecil yang berisi pil aborsi. Taeyong membelinya ketika ia keluar rumah untuk membeli bahan makanan. Taeyong menghela nafas, ia ada sedikit keyakinan untuk menggugurkan bayinya. Sementara, sebagian dari naluri seorang ibu, tidak ingin melakukannya, mau bagaimana pun, seharusnya Taeyong bisa menjaga bayinya. Tapi, bayi ini tidak diharapkan. Ia datang, ketika Taeyong tidak menginginkannya.

Taeyong duduk pada kursi rias didepannya, menatap pantulan wajahnya didepan cermin. Ia menoleh pada sisi mejanya, terdapat satu gelas air putih. Taeyong menelan ludahnya, ini adalah pilihannya. Ia sendiri yang akan memutuskannya.

Jadi, Taeyong buka botol pil itu, mengeluarkan tiga butir obat, menelannya bergantian menggunakan air putih. Air matanya keluar tanpa sengaja saat ia berhasil menelan tiga butir obat itu.

____

Taeyong duduk dengan gelisah pada kasurnya. Ia sudah menunggu selama tiga jam, namun tidak ada reaksi apapun dari obat yang ia minum. Berniat untuk meminum beberapa obat lagi, tapi ia urungkan.

Akhirnya Taeyong memilih untuk kedapur. Masih terlalu sore untuk memasak makan malam, ini Taeyong lakukan agar perhatiannya bisa teralihkan.

Baru saja Taeyong menata bahan makanan diatas meja, ia menyerngit saat merasakan nyeri pada perut bagian bawahnya.

"Akh!" Taeyong memekik kuat, saat nyeri itu semakin terasa. Ia menekan perutnya dengan kedua tangan.

Taeyong jatuh terduduk saat, pening juga mendera kepalanya. Nafasnya semakin tak beraturan ketika perutnya kian sakit. Tangannya mencengkram semakin kuat, hingga membuat bajunya kusut. Sakitnya tidak hanya pada perut, tapi kepalanya juga terasa pening dan berat.

Taeyong merintih, menangis dengan isakan yang tak tertahan, merasakan bagaimana nyerinya bagian perut. Dan ketika ia merunduk kebawah, darah merembes keluar, menggenang pada lantai.

Taeyong merangkak, mendekati meja hanya untuk menyandarkan punggungnya. Tubuhnya benar-benar terasa lemah. Ketika tatapannya melirik kearah dinding, dimana satu polaroid kecil tertempel pada dinding, sengaja Taeyong tempel disana untuk menyemangatinya, saat sedang memasak atau mengerjakan pekerjaan yang lain. Polaroid yang menunjukkan wajah tampan suaminya. Pandangannya memburam, entah kenapa, ketika Taeyong menatapnya, rasa penyesalan hinggap di dadanya.

Nafas Taeyong perlahan mulai teratur, matanya semakin sayu dan berat, menggumamkan nama Jaehyun tanpa tenaga, sebelum kegelapan menyapanya.

TBC

HURT - JAEYONG Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang