1

5.2K 302 22
                                    

Irene menghela napasnya saat melangkah menyusuri jalanan yang sangat familiar baginya. Sesekali dia menghirup wangi masakan dari kedai mie langganannya dulu. Dia sudah cukup lama tidak kembali ke kota ini. Kota di mana dia lahir, tumbuh besar, dan mulai merasakan apa itu cinta pertama. Kota penuh hiruk pikuk yang dia hindari selama tiga tahun belakangan ini. Kota yang dulunya terasa hangat dan nyaman, kini menjadi tempat yang paling dia benci. Bahkan Irene serasa tidak ingin lagi menginjakkan kakinya di sini.

Semua itu karena seseorang yang dulu telah mengisi hati dan pikirannya, bahkan sampai saat ini pun masih menguasainya. Irene, seseorang yang masih larut dalam cinta lama yang belum usai.

Tapi di sinilah Irene sekarang, di kota yang selalu dia hindari dan ini semua karena Yunho, kakak laki-lakinya yang baru saja meninggal.

Sampailah Irene di depan sebuah gedung perkantoran yang berdiri kokoh di pusat kota Seoul. Saat masuk, gedung ini sepi dari para staff karena sekarang mereka memang sengaja dikumpulkan di sebuah ruang khusus. Irene langsung menaiki lift ke lantai paling atas dan membuka salah satu pintu kaca yang memperlihatkan ruangan luas dengan puluhan orang berpakaian formal.

Tanpa banyak bersuara, gadis mungil itu langsung memperkenalkan dirinya.

"Perkenalkan, saya Bae Joohyun. Saya yang akan menggantikan posisi mendiang Yunho Oppa. Jadi saya mohon bantuan dan kerjasamanya" Ucap Irene dengan tampang datarnya.

"Saya akan mulai ada di sini terhitung sejak hari ini. Oh iya, tolong panggil saja saya Irene, karena itu terdengar lebih nyaman di telinga saya. Bagi yang belum tahu, saya adik semata wayang Yunho Oppa. Tiga tahun terkahir saya tinggal di Berlin dan akhirnya kembali ke sini seminggu yang lalu untuk acara pemakaman mendiang"

"Mohon maaf kalau gaya kepemimpinan saya nanti sangat berbeda dari pemimpin sebelumnya, terlebih saya masih belajar dan beradaptasi di sini" Jelasnya. Irene memang sangat berbeda dari Yunho yang lebih luwes dan bebas, tapi aura kepemimpinannya tetap sangat terasa walau tubuhnya terkesan mungil dan wajahnya judes.

"Silahkan kembali bekerja. Terimakasih" Lanjut Irene. CEO baru itu tidak membuka sesi tanya jawab karena dirinya memang malas padahal banyak staff yang sangat antusias dengan kehadirannya. Salah satu wanita yang mendampinginya di depan sampai menyenggol kasar lengannya, saking tidak ramahnya Irene.

Semua orang di ruang kaca ini bertepuk tangan dan bergantian menyalami pemimpin baru mereka, mengucapkan selamat dan mendoakan keberhasilannya.

Irene berjalan meninggalkan kerumunan menuju ruang di sudut lantai lima, ruang khusus untuk dirinya, dibuntuti wanita yang tadi berani menyenggolnya.

"Jadi, apa pekerjaan pertamaku, Jen?" Kata Irene sambil melempar malas tubuhnya ke kursi kebesaran di balik meja kerjanya.

Jennie, sahabat lama Irene sekaligus asisten Yunho yang sekarang lengser menjadi asistennya menyodorkan sebuah map merah. Irene membuka map itu dan membacanya sekilas. "Laporan penjualan bulan ini?"

Jennie hanya mengangguk.

"Baiklah, akan segera kupelajari" Irene berujar seraya sedikit melemparkan berkas itu ke meja.

"Apa kamu ada acara sepulang kerja? Aku berniat mengajakmu makan malam. Sudah sangat lama rasanya kita tidak pergi berdua"

"Hari ini aku ingin tidur cepat, aku sangat capek"

"Ck! Lihatlah, sampai kapan kamu mau menutup diri, huh?" Jennie bersedekap.

"Aku ingin segera menyelesaikan perkerjaanku, bisa kamu keluar sekarang?" Irene menunjuk pintu di arah jam sembilannya.

"Kamu mengusirku?"

"Aku bosmu, Kim Jennie"

Jennie menghela jengah. Jika bukan karena benar-benar peduli, sudah lama dia membuang Irene dari daftar pertemanannya. Dia akhirnya memilih pergi meninggalkan Irene yang mulai membolak-balik dokumen yang harus dia periksa sambil menyesap kopi hangatnya.

***

Bulan dan bintang mulai menunjukkan eksistensinya. Seperti malam-malam kemarin, Irene melangkah menuju halte terdekat dari kantornya. Jennie selalu menawarkan tumpangan dan ajakan makan malam tapi dia selalu menolak. Irene selalu seperti itu sejak tiga tahun yang lalu, selalu sendiri.

Duduk termenung di halte menunggu bus datang atau melamun di tepi jendela bus adalah hal yang dia lakukan setiap hari. Ini sudah seperti hobi barunya, mungkin akan menjadi kebiasaan tetapnya dalam beberapa bulan atau beberapa tahun ke depan. Irene tidak tahu.

Semestinya Irene pulang ke rumah barunya tapi entah apa yang menariknya, wanita itu memilih duduk di ayunan taman sebelah minimarket. Kepalanya menengadah, tangannya saling tertaut. Dia mengambil napas panjang lalu membuangnya. Berkali-kali begitu. Seseorang di masa lalu dan kematian kakak tercintanya seminggu yang lalu membuatnya ingin mengadu pada Tuhannya.

Irene tersentak kaget saat lengan bajunya ditarik seseorang. Dia menengok, melihat siapa yang datang. Dan ditemukannya seorang anak berseragam SMA duduk di ayunan sebelahnya.

"Mwoya?" Tanya Irene begitu gadis itu tersenyum konyol. Merasa tak mendapat balasan, Irene kembali bertanya, "Kenapa kamu duduk di sini?"

"Ini tempat umum kan? Siapa pun boleh duduk di sini" Jawabnya.

Irene menoleh dan menelisik sekitar. "Ada banyak tempat kosong di taman ini, kenapa kamu duduk di sebelahku?"

"Aku selalu duduk di ayunan yang kau duduki sekarang, kau mengambil tempatku" Gadis SMA itu berkata sambil memainkan lollipop di mulutnya.

Irene menghela napas, "Jangan ganggu aku".

"Mau lollipop?"

Irene merasa ingin memuntahkan seluruh isi perut saat gadis asing itu menyodorkan lollipop bekas hisapannya ke hadapannya. Menjijikkan.

"Hati itu kayak lidah, Unnie. Jangan dikasih makan pahit-pahit terus nanti susah ngerasain manis. Makanya aku suka makan lollipop"

"Ya! Berhenti menggangguku, kau aneh! Dan jangan memanggilku Unnie, ibumu tidak melahirkanku!" Irene mendadak tersulut emosi.

"Oke, Ahjumma"

"A-Ahjumma???" Kedua mata Irene melebar.

"Katamu aku tidak boleh memanggilmu Unnie?"

"Kalau begitu jangan panggil aku. Aku tidak mau bicara denganmu!" Irene beranjak dari duduknya.

Dia berjalan tergesa di atas trotoar sambil memijati pelipisnya yang mendadak pening gara-gara bocah slengekan tadi.

Saat tersadar bahwa dia sudah berada di depan rumahnya, Irene mendadak menghentikan langkah, membuat seseorang menubruk punggungnya. Irene menengokkan kepala. Orang yang ada di belakangnya terkejut, dia sedang memainkan lollipopnya.

"Kau mengikutiku?"

"Nggak" Gadis SMA itu menggeleng ke kiri ke kanan. "Ini rumahku" Ucapnya sambil menunjuk ke kiri.

Irene memutar bola matanya malas. "Sepertinya aku salah beli rumah" Gumamnya.

"Huh? Apa?"

"Tidak. Rumahmu bagus" Ujar Irene masa bodoh dan membuka pagar rumahnya.

"Selamat malam, tetangga" Remaja itu melambai pada Irene dan memasuki pekarangan rumahnya yang pas berseberangan dengan rumah sang CEO.

Mulai jam ini, menit ini, bahkan detik ini, hidup penuh kebisingan Irene dimulai.

to be contiuned

***

Hai, hai, gimana chapter perdananya? Seperti biasa cek ombak dulu.

Aku bingung kasih judul apa, cuma kepikiran "2817" terinspirasi dari drakor 2521 kali ya tapi semoga gak sad ending juga 🤣

Cerita cinta dua orang yang beda umurnya jauh di wattpad lumayan banyak tapi semoga yang ini ada kesan tersendiri. Dan semoga cerita ini gak terlantar lagi kayak sebelumnya. Aku usahain nggak ya.

Jangan lupa vote + comment meski ceritanya udah tamat 😌

2817 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang