12

1.5K 213 14
                                    

Pukul 4 pagi, mata Irene masih saja tak henti memperhatikan wajah polos itu. Wajahnya masih sama seperti dulu, malah menurutnya, Seulgi yang sekarang jauh lebih cantik dan menawan.

Gadis itu sudah terlelap semenjak tadi namun tidurnya mendadak gelisah. Dia nampak membolak-balikkan badannya dan dahinya berkerut, seakan sedang bermimpi buruk. Irene mengusap pucuk kepalanya untuk menenangkan dan hebatnya sentuhan Irene itu mampu membuatnya kembali tenang.

"Ternyata memang kamu gadis kecil itu" Ucap Irene pelan sambil memperbaiki selimut Seulgi.

Irene benar-benar tak menyangka akan bertemu dengan cinta pertamanya lagi. Selama ini dia sudah berusaha melupakannya tapi tidak pernah benar-benar bisa lupa.

Dirinya terjaga semalaman, dia tidak mampu tidur dan mungkin tidak akan pernah bisa tidur nyenyak lagi. Malam ini dia bertekad untuk menebus semua. Untuk selalu berada di samping gadis itu dan memberinya kebahagiaan.

***

"Aw!" Suara teriakan seseorang.

Suaranya berasal dari dapur. Irene yang baru saja keluar dari dalam kamar mandi segera berlari ke asal suara, berpikiran bahwa terjadi sesuatu pada Seulgi.

"Aku gak sengaja sayat tanganku sendiri waktu motong sayur" Seulgi berujar saat melihat Irene yang menghampirinya dengan napas tersengal.

"Kenapa gak hati-hati, sih?!" Dia menarik tangan Seulgi dan langsung menghisap darah yang keluar dari jarinya.

"Ah, perih Unnie!"

"Kemarilah" Irene membilas luka sayat itu dengan air mengalir. Setelahnya dia meniup luka gadis itu dengan lembut sebelum mengolesinya dengan obat dan menutupnya dengan perban steril.

Seulgi terpaku. Untuk sesaat dia merasakan kelembutan tangan Irene di kulitnya.

Tanpa sadar Irene tertawa saat menatap Seulgi yang sedang menahan tangis. Walaupun gayanya kelaki-lakian, dia baru sadar, Seulgi memanglah seorang anak SMA. Wajahnya masih terlihat seperti anak-anak juga sikapnya yang masih kekanakan dan cengeng.

"Gak usah ditahan kalau mau nangis. Nangis aja" Kata Irene seraya mengusap kepala Seulgi sekilas.

Seulgi menggeleng sambil menyedot ingusnya. "Gak mauuu"

"Gak papa, kamu harus belajar memvalidasi emosimu. Kalau lagi marah ya marah, senang ya tertawa, kalau sedih atau sakit ya nangis aja" Kata Irene memberi pemahaman pada teman kecilnya lalu mengajaknya duduk bersila di ruang tamu.

"Aku udah janji gak akan nangis sama Unnie baik hati itu. Kalau aku nangis nanti dia gak akan kasih tahu namanya" Seulgi menanggapi dengan kalimat lugu yang seketika membuat dada Irene terasa menghangat.

Irene terkekeh. "Kamu benar-benar menyukainya ya?"

"Kan aku udah pernah bilang. Hah... memang gak akan ada yang percaya sama aku" Sahutnya dengan memelankan suara dan menunduk kecewa.

Irene mengacak pelan rambut Seulgi sambil tersenyum. "Aku percaya"

"Jinja?" Seulgi mencondongkan badannya ke arah Irene, bertumpu pada lengannya yang beralaskan kedua pahanya. Dilihatnya wajah wanita dewasa yang begitu dekat dengannya itu.

"Dia pasti sudah sedewasa Unnie sekarang..."

"Dia sedang apa ya? Lagi di mana? Sama siapa?"

"Udah nikah belum ya?"

Mereka saling terdiam. Suasana mendadak haru sampai membuat Irene harus menggigit bibir bawahnya untuk sekedar menahan diri agar tidak berkata lebih. Aku di sini, di sampingmu.

Sebelah tangan Seulgi terulur untuk menyentuh kening wanita dewasa yang terduduk bersandar pada sofa, coba memastikan kondisinya. Seulgi mengela napas dan tersenyum lega. "Sudah gak demam, syukurlah"

Namun sedetik kemudian ekspresinya berubah cemas karena menyadari Irene yang sudah wangi dan lengkap dengan pakaian kerjanya.

"Unnie yakin mau kerja?" Ditangkupnya wajah Irene yang masih sedikit pucat.

"Aku baik-baik saja" Irene tersenyum, menatap Seulgi lama dan membelai rambut panjang gadis itu.

"Ayo siap-siap ke sekolah, aku antar. Aku tunggu di mobil ya"

Seulgi menurut, dia bergegas pulang ke rumahnya untuk bersiap-siap. Tak lama, dia kembali lagi setelah segar dan rapi dengan seragamnya.

Irene sudah beberapa kali mengantar Seulgi ke sekolah, hanya saja kali ini dia ikut turun.

"Bukumu sudah semua? Tempat pensil?" Tanya Irene sambil merapikan kerah seragam Seulgi.

"Sudah"

"Seragam olahraga?"

"Sudah"

"Air minum?"

"Sudah" Jawab Seulgi sambil menunjuk botol motif beruang di saku tas ranselnya.

Irene merogoh sesuatu di dalam tasnya dan diberikannya lembaran itu pada Seulgi.

"Ini untukmu. Tadi kan gak sempat buat bekal" Katanya sambil menyerahkan tiga lembar uang seratus ribu won.

"Unnie kasih aku uang buat beli makan atau buat mentraktir teman-teman satu sekolahku sampai ke guru-gurunya juga, huh? Banyak sekali. Aku gak bisa terima ini" Jawab Seulgi sambil mendorong tangan Irene.

"Ambil aja. Pakai buat beli makanan-makanan enak, beli perlengkapan sekolahmu, atau buat bersenang-senang dengan temanmu" Irene meraih tangan Seulgi dan menyerahkan paksa uang itu.

"Tapi ini terlalu banyak" Tutur Seulgi merasa tidak enak.

"Gak papa, ditabung aja. Oh iya, apa halmeoni jadi ke Jeju hari ini?"

"Hmm ya"

"Berapa lama?"

"Katanya hanya dua malam" Irene mengangguk mengerti.

"Kamu bilang nanti kamu mau pergi jalan-jalan dengan temanmu, kan? Ingat, jangan pulang di atas jam 9 malam. Hubungi aku kalau kamu sudah sampai rumah. Jangan lupakan jam makanmu, jangan tidur terlalu malam. Kemungkinan hari ini aku akan lembur dan pulang larut, tidak perlu menungguku, huh. Kau akan sendirian di rumah, jangan bukakan pintu untuk siapa pun meski itu temanmu sekali pun. Paham?"

Seulgi terkekeh. "Unnie jadi cerewet ya sekarang. Arra, arra. Aku tidak akan pulang lewat dari jam 9. Aku akan menghubungimu kalau sudah sampai rumah, kalau aku sudah makan, kalau aku mau tidur. Aku juga tidak akan membukakan pintu untuk siapapun meski itu temanku sekalipun"

Seulgi mengulang apa yang Irene nasihatkan padanya dengan lancar.

Diusapnya pucuk kepala teman kecilnya itu. "Anak pintar. Masuklah".

"Apa Unnie yakin sudah sehat?" Seulgi menempelkan tangannya di leher Irene dan wanita dewasa itu menaik turunkan kepalanya.

"Beristirahatlah kalau merasa tubuhmu tidak nyaman, jangan memaksakan diri. Hubungi aku kalau ada apa-apa atau ada orang yang mengganggumu"

Irene mengangguk sekali lagi dan tersenyum. "Masuklah"

Seulgi melangkah riang masuk ke dalam sekolah. Sesekali dia menoleh ke belakang dan menemukan Irene yang masih berdiri di tempatnya melambaikan tangan padanya.

to be continued

2817 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang