#3 bersama ibu dan adik

187 38 6
                                    

You can talk with someone for years, everyday, and still, it won't mean as much as what you can have when you sit in front of someone, not saying a word, yet you feel that person with your heart, you feel like you have know the person for forever.

.

.

.

Mada memang sudah mendeklarasikan bahwa studio miliknya adalah rumah kedua Mada, dimana hampir setiap harinya Mada menghabiskan waktu disana. Tapi, bukan berarti Mada melupakan rumahnya, tempat yang paling nyaman diantara tempat yang pernah Mada kunjungi.

Begitu langkah Mada memasuki rumah, Mada melihat ibu duduk disofa panjang yang mulai terlihat usang. Ibu sedang menjahit baju dengan kacamata yang bertengger dihidungnya. Maka dengan gerakan cepat, Mada duduk disamping ibu lalu berbaring dan menyandarkan kepalanya diatas paha ibu.

"Mas, ibu lagi jahit ini." protes ibu, tapi gitupun ibu letakkan juga baju dan benang jahit dimeja, yang kemudian mengelus surai lembut Mada. "Ada apa? Murung gitu." sambung ibu. Tau sekali ada yang sedang anaknya ini pikirkan.

Mada menghela nafas pelan. "Bu, rezeki itu nggak akan tertukar kan ya?" tanya Mada, menatap lurus pada tembok rumahnya.

"Apa yang mas khawatirkan memangnya?"

"Mas serius bu sama Gantari, tapi kemarin mas dengar cerita dari Gantari kalau bapaknya mau lelaki yang mapan untuk menikahi Gantari."

Ibu tertawa renyah. Ternyata ini tentang pujaan hati Mada. "Mas 'kan udah mapan." mendengar penuturan ibu, membuat Mada langsung mendongak menatap ibu.

Mapan dari mana? Kekayaan yang Mada punya hanya studio sepetak yang Mada miliki. Itu pun masih banyak kekurangannya.

"Benar 'kan? Mas udah punya studio sendiri, walaupun belum besar setidaknya mas bisa menghasilkan uang dari sana sedikit demi sedikit, mas punya rasa cinta dan sayang ke Gantari mu itu, mas punya ilmu agama yang cukup untuk mendidik keluarga mas nanti. Apa lagi?"

"Bukan itu, bu." keluh Mada.

"Uang? Harta yang berlimpah maksud mas? Itu nggak harus mas takuti. Semua udah ditakar sama Allah mas, kalau niat mas baik, InsyaAllah dibantu sama Allah. Ingat, mas. Allah itu maha adil." ibu mengelus surai lembut Mada dengan penuh cinta. Senyum terukir saat ibu bisa merasakan kekhawatiran yang Mada rasakan. "Sholat, mas. Minta petunjuk, selesai itu coba mas kerumah Gantari mu itu untuk mengenal lebih dekat orangtuanya. Tau kan harus bertindak apa?" lanjut ibu.

"Mas takut bu. Kalau orangtua Gantari nggak setuju sama mas gimana?"

"Belum coba udah ambil kesimpulan duluan, coba dulu lah baru kamu bisa menyimpulkan."

Mada menghela nafas pelan lagi. "Apa aku dekati ibunya dulu? Baru adiknya Gantari lalu ke bapaknya." tanya Mada, lebih ke meminta saran.

"Boleh, dekati yang menurut kamu mudah didekati dulu."

"Aku pernah beberapa kali ngobrol sama adiknya Gantari. Apa aku harus ajak dia sama Gantari ke pasar malam sekarang?"

Ibu terkekeh ringan. "Atur mas, ibu hanya memberikan doa yang terbaik aja untuk kamu."

Mada mengambil posisi duduk, menggenggam tangan ibu dengan erat. "Ayo bu ikut ke pasar malam. Ibu, aku, Gantari dan adiknya. Mau ya?" ajak Mada, membuat ibu segera menolaknya.

Mada ini aneh sekali, orangtua diajak ke pasar malam. Sudah paling benar duduk diam dirumah, karena kalau ikut yang ada ibu bisa menggangu kencan anaknya, pikir ibu.

HAPPY ENDING WITH YOU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang