ELISA benci tidur, karena sulit baginya untuk memejamkan mata dan melayang ke dunia mimpi.
Gadis itu hanya bisa bersandar pada dinding, duduk di atas tempat tidur sederhana di ruang penahanan. Matanya menatap kosong ke arah lantai kayu di bawahnya, dan segala macam pikiran bercokol di benaknya.
Sejak kemampuannya muncul, tidur selalu membuatnya merasa gelisah. Rasanya tidur hanya membuatnya tertekan, akibat mimpi-mimpi aneh tentang masa depan yang selalu muncul. Bahkan jika dapat, Lisa memilih untuk tidak tidur. Sayangnya, seluruh manusia memerlukan istirahat dan dirinya bukan pengecualian.
Lisa sedikit menyesali kemampuannya. Jikalau tidak ada yang dapat dia lakukan untuk mengubah takdir, mengapa dia memiliki kemampuan ini?
Hampir setiap kali tidur, Elisa bermimpi. Bukan masalah jika itu hanya bunga tidur biasa, tapi mimpinya selalu menggambarkan kejadian yang akan terjadi. Tekanan mengetahui segala kejadian yang akan terjadi tanpa bisa melakukan apa pun untuk mengubahnya membuatnya nyaris gila. Akan lebih mudah jika dia bisa mengendalikan mimpinya, tapi sayangnya, dia tidak akan bisa bangun dari tidur jika mimpinya belum selesai.
Tapi lelah menghinggapi kelopak matanya, membebaninya hingga menutup. Kantuk mulai melingkupinya. Sekeras apa pun usahanya untuk lepas, dia tidak bisa.
Lisa mulai terlelap dan tenggelam dalam mimpi.
-
2 Amethyst 1016, siang hari (02/02/16)
KETIKA seorang pengawal membuka kasar pintu kamarnya dan membuatnya tersentak, Lisa sedang berpikir keras. Anehnya, mimpinya malam tadi tidak berarti banyak. Dia tidak mengetahui apa yang akan terjadi hari ini, hanya mengetahui bahwa dia akan dibawa ke pengadilan.
Pengawal itu menariknya dengan kasar ke luar dari ruang penahanan menuju ke bangunan pengadilan. Lisa tidak mengatakan apa-apa dan membiarkannya. Orang-orang sudah berada di dalam bangunan pengadilan, beserta juga hakim dan jaksa. Mereka mendudukkannya di kursi yang sama dengan yang didudukinya kemarin.
Pengadilan dimulai.
"Tuan Lou-Tands menemukan bukti baru. Silahkan, Tuan."
Lisa menghela napas.
"Saya menemukan ini di kamarnya." Lou-Tands mengangkat tangannya yang memegang sebuah benda. Benda itu mengayun pelan dan langsung menarik perhatian satu ruang pengadilan.
Mata Elisa melebar. Mereka bahkan mengobrak-abrik kamarnya!
Itu liontin kalung diwarisinya dari ibunya. Menurut sang ibu waktu memberikannya, berdasarkan tradisi, liontin itu diturunkan pada anak perempuan paling bungsu. Dia adalah yang putri bungsu, seperti juga ibunya, neneknya, dan nenek buyutnya. Itulah mengapa liontin itu berada di tangannya, bukan Alize.
Tak lama setelah memberikan liontin itu padanya, ibunya meninggal karena penyakit.
Lisa mengingat pengelihatan pertamanya. Waktu itu dia bermimpi mengenai kematian ibunya pada malam sebelum hal itu terjadi. Kalau dipikir-pikir, seluruh mimpi-mimpi masa depan itu dimulai sejak liontin itu jatuh ke tangannya. Apakah mungkin...
Suara Lou-Tands mengambil perhatiannya. "Ini adalah bagian dari batu kematian, Batu Bulan. Ini yang dia curi! Semua tahu batu ini tidak mungkin bisa berada di tangannya, sedangkan dia hanya seorang pelayan rendahan."
"Batu Bulan..." Bisik-bisik mulai menggema di seluruh pengadilan. Para bangsawan tua saling berbincang satu sama lain dengan suara rendah, ekspresi mereka penuh keterkejutan, seolah-olah di depan mereka adalah sesuatu yang tidak mungkin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forewood Kingdom: Stone of Moon [3]
FantasyHidup tenang sebagai pelayan kerajaan merupakan kebahagiaan bagi Elisa Venelope Darkbrown. Bahkan meski kakaknya, Alize, sudah tewas dalam perang tanpa menyisakan tubuh untuk dikuburkan. Tapi ketenangan itu harus berakhir saat salah seseorang - atau...