LG4 - Ahli Waris Abeoji

16.1K 2.1K 301
                                    

Follow wattpad frasaberliana

Follow instagram @frasaberliana x @deargoldenstars untuk update terkini Langit Goryeo

Tekan tombol bintang dan jangan lupa beri komentar yang baik

Happy Reading

***

Matahari menyingsing lebih lamban di timur. Jika bukan karena tuntutan perburuan pundi-pundi keuangan guna menyambung hidup, masyarakat dari negara yang wilayahnya terpisah jadi dua sejak tahun 1950 mungkin lebih memilih bersembunyi di balik selimut. Suhu telah di angka minus. Hamparan rumput hijau tertutup salju. Kolam-kolam kecil dan beberapa tempat aliran air di Sungai Han membeku. 

Namun, rumah bergaya hanok yang berpadu dengan konsep Eropa tak begitu senyap. Pelayan-pelayan dapur sudah menyiapkan sarapan pagi spesial bagi tuan besar. Kali ini, porsi berbagai menu makanan tidak hanya untuk satu orang, melainkan dua. Adanya dua orang berbeda kebutuhan gizi terlihat dari lauk pauk yang terhidang. Ada macam-macam bentuk makanan tradisional Korea berbahan dasar khusus protein nabati tanpa campuran lemak hewan, sedangkan yang satu lagi hidangan murni protein hewani. 

"Selamat pagi, Tuan," ucap pelayan pria dengan pakaian putih dan celana hitam panjang. Pria berambut klimis belah tengah menarik bangku makan lalu mempersilakan tuan besar yang jalan perlahan-lahan dengan tongkat.

"Selamat pagi," balas pria beruban yang berdeham.

Secangkir teh ginseng dengan kepulan asap adalah hal yang pertama dia santap. Kelopak mata keriput memperhatikan perlengkapan makan yang disiapkan di sisi kanan.

"Tuan muda Haneul semalam pulang, Tuan."

Gurat letih di wajah lantaran mendengar berbagai laporan atas perkembangan perusahaan makanan cepat saji warisan keluarga besar kini berbinar. "Benarkah?"

Si pelayan mengangguk dan melanjutkan aktivitas membuka tutup hidangan. 

Suara langkah kaki mendekat ke ruang makan. Tuan muda usia 27 tahun versi perhitungan umur manusia ala Korea berjalan malas sambil menguap dan mengusap kedua mata. Sikat gigi serta membasuh wajah belum benar-benar menghilangkan kantuk dari terjaga untuk salat wajib dua rakaat.

"Selamat pagi, Abeoji."

Sapaan singkat dari putra tunggal yang selalu dinanti-nanti kehadirannya tak dijawab. Senyum wibawa yang terkembang cukup menggambarkan perasaan. Tangannya menepuk dua kali pada sisi kanan meja tanda mempersilakan putranya duduk dan sarapan.

"Mianhabnida (maaf), tidak mengabari kalau aku akan berkunjung ke rumah."

Pelayan paruh baya sudah mengenal dan menyaksikan Haneul sejak lahir. Mengetahui kebahagiaan bos besar tempatnya bekerja, dia pun mengucap, "Sering-seringlah pulang ke sini, Haneul-ssi. Tuan Choi akan sangat senang."

Yeon Sook tak menyangkal, tapi dia memberi deham, memberi tanda agar pelayan setia meninggalkan ruang makan. Si pelayan melangkah mundur, tapi tersenyum simpul. Tuan Choi Yeon Sook yang terhormat selalu sama sejak dulu. Tak mudah mengungkap perasaan, berbeda dengan mendiang Nyonya besar mereka yang sangat hangat dan ceria. 

Haneul mengambil daging sapi bakar dan rumput laut kering. Ayah dan anak itu mulai makan dalam hening. Guna mencairkan suasana dan mempraktikkan ajaran Islam tentang bakti pada orang tua meski berbeda keyakinan, Haneul mengambilkan telur kukus untuk ayahnya. Ternyata sambil mereka menikmati sarapan, pembicaraan bergulir dengan spontan.

LANGIT GORYEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang