The First Step

9 2 0
                                    

Ditengah obrolan itu terdengar suara mobil Jeep hijau mendatangi rumah sakit. Ratna dan bu nini bergegas pergi keluar untuk melihat keluar disusul oleh Yati dan mba Lia mengekor dibelakang mereka.

Sepasang sepatu hitam mendarat di tanah dengan celana abu-abu selaras dengan jas yang ia pakai.

“so this is the hospital the old man told me about” (jadi ini rumah sakit yang pak tua itu bicarakan)

“yes sir” (iya tuan)

ey pal hurries up bring those things!” (hey pal cepat bawa barang itu) dokter itu memerintah.

yes sir, just one minute” (iya tuan tunggu sebentar)

Derap Langkah kaki dokter itu menghampiri Ratna yang berada di depan pintu masuk rumah sakit. Setelah itu dokter itu menyapa dengan ala Britania.

hello lady madam, introduce, my name is doctor Maurice ode Lancaster, you can call me doctor Maurice, I came from Professor Lancaster hospital in London, England. Mr. Christison asked me to give a little help to this hospital and of course with permission from the ladies here to receive help from me.” (halo Nona, perkenalkan nama saya dokter Maurice ode Lancaster, Anda bisa memanggil saya dokter Maurice, saya datang dari rumah sakit Profesor Lancaster di London, Inggris. Tuan Christison meminta saya untuk memberikan sedikit bantuan ke rumah sakit ini dan tentu saja dengan izin dari kalian di sini untuk menerima bantuan dari saya)

Tak ada balasan yang diberikan oleh Ratna dan perawat lainnya atas sapaan dari dokter asing tersebut.

“Sepertinya saya telah menggunakan Bahasa yang salah di sini, harusnya percakapan melayu atau Indonesia yang harus saya pakai, karena disini kebanyakan tidak bisa Bahasa asing, is not it soldier?" (Benar begitu prajurit) ucap dokter itu dengan sedikit tawa kecil menghiasi wajahnya.

"Baik izinkan saya memperkenalkan diri sekali lagi, nama saya dokter...."

“Maurice ode Lancaster” Ratna memotong.

you come from professor Lancaster hospital in England. I know exactly what you told dokter Maurice" (kau datang dari rumah sakit Professor Lancaster di Inggris. Aku tahu persis apa yang kau katakan dokter Maurice)

Dokter tersebut terdiam sambil melihat Ratna. Mata birunya berkecap kagum melihat kepiawaian wanita itu dalam menggunakan bahasa asing.

“Wow sepertinya aku tidak boleh meremahkan perawat dan dokter yang ada di rumah sakit ini, maafkan atas kelancangan saya"

Ratna mengangguk atas jawaban yang diberikan dokter tersebut. Memang sepatutnya seperti ini yang Ratna harapkan seorang tamu yang menghormati tuan rumah dan tidak seenaknya.

"Saya datang kesini untuk memenuhi panggilan dari panglima Christison bersama dengan Palrey yang dimana dia adalah seorang perawat yang handal dan tentu juga sebagai asisten saya.”

Ditengah perkenalan itu, Ratna memalingkan wajahnya kemudian membalikkan badannya dan berjalan menjauh, meninggalkan mba Lia, bu Nini dan Yati bersama dokter dan asistennya serta para prajurit.

Semenjak kedatangan Maurice ke rumah sakit Tjikini para tentara selalu pergi menghadiri perang yang berada di area terdekat, sampai-sampai hanya tersisa dua orang tentara yang bertahan dan dirawat. Korban dari kedua belah pihak terus berdatangan, tapi dokter Maurice tidak melakukan tugasnya sebagai dokter yaitu mengobati dan merawat pasien.

Berdiam diri dikamarnya adalah aktivitas rutin yang dilakukannya setiap hari. Hanya asistennya yang membantu dan melakukan setiap pekerjaan yang harusnya dilakukan oleh dokter Maurice.

Dalam bantuan yang diberikan Palrey, banyak pasien yang telah meninggalkan rumah sakit dengan keadaan telah pulih.

Dalam rumah sakit Tjikini ruangan pasien di bagi menjadi dua ruangan. Ruangan khusus untuk para pribumi di belakang dekat dengan pintu keluar dan ruangan khusus bagi para tawanan perang yang tak lain merupakan tentara Belanda berada di ruangan utama.

Pemisahan dua ruangan itu bermaksud agar tidak ada konflik yang terjadi saat kedua pihak saling bertemu, memang dirasa tidak adil dirasakan oleh Ratna karena rakyat asli mendapatkan ruangan yang tidak memenuhi standar medis, ruangan yang asalnya gudang dengan tempat pembuangan sampah berada tepat diluar ruangan tersebut diubah menjadi ruang pasien pribumi dirawat.

Keadaan di rumah sakit kini setelah kurun waktu beberapa saat semenjak kedatangan dokter Maurice dan Palrey  menjadi lebih kondusif. Bantuan yang diberikan Palrey membuat Ratna dan yang lainnya terpana, tanganya begitu cepat dalam merawat setiap pasien, sehingga sebanyak apa-pun pasien yang datang dapat diatasi dengan mudah. Para prajurit yang telah pulih selalu berterima kasih kepada dokter Maurice yang tiba-tiba saja selalu muncul untuk mendapatkan nama dan menunjukan bahwa dialah yang terbaik.

Suatu ketika kedua tangan bu Nini tengah mendorong sebuah kursi roda keluar dari kamar, terduduk lemas pak Soediro di kursi roda itu menghampiri Ratna yang sedang duduk di ruangan pasien tawanan perang. Dengan wajah lesu dia bertanya mengenai keadaan Ratna dan kedua perawat lainnya. Mata pak Soediro terpaku pada seorang laki-laki berkulit hitam yang sedang merawat salah satu pasien. Bertanyalah pak Soediro siapa laki-laki itu, Ratna menjelaskan bahwa dia adalah asisten dokter yang dikirim oleh panglima untuk membantu disini.

“Lantas dimanakah dokter yang dijanjikan itu?” dengan muka kesal Ratna engan untuk menjawab.

Sesaat pak Soediro menanyakan hal tersebut, dokter Maurice tiba dengan setelan jas putih yang ia kenakan dengan memegang sebuah jam saku.

"Sepertinya muridmu punya rasa sentimental yang tinggi pak Soediro, perkenalkan, saya Maurice ode Lancaster jauh-jauh dari london bersama asisten saya Palrey untuk memenuhi undangan yang diberikan panglima Christison untuk memberikan sedikit bantuan. Sepertinya perkembangan kesehatanmu cukup fantastis pak Soediro, sedikit heran melihat seorang yang telah berumur dengan sebuah luka tembak yang cukup dalam masih mampu untuk hidup” ucap dokter itu sambil memalingkan wajahnya dengan senyum meremehkan.

“Jaga kata-katamu!” Ratna berdiri dengan raut muka marah memerahnya.

calm down lady, i am just joking, right palrey?” (tenanglah nona, aku hanya bercanda, benarkan Palrey?) Palrey diam tak menjawab.

Ditengah perbincangan itu sebuah truk militer terdengar dihalaman rumah sakit, mereka membawa para prajurit yang terluka akibat peperangan dan memerlukan perawatan secepatnya. Di saat itu dokter Maurice menunjukan keahliannya, tangannya begitu terampil dalam menjahit setiap luka, digabung dengan bantuan dari asistennya membuat Ratna hanya bisa berdiam diri melihat mereka berdua melakukan setiap pengobatan, ditengah sikap Ratna yang diam seribu bahasa itu, dokter Maurice memanggilnya dengan sebutan yang menghina dan menyuruhnya untuk mengobati para pasien.

Dalam suasana dingin malam hari setelah kesibukan yang padat, Ratna berada di taman rumah sakit yang berada tak jauh dari ruang pasien pribumi dengan berpakaian seperti yang ia pakai tadi pagi dengan ditambahkan sebuah mantel dan syal untuk menahan angin dingin malam.

Tak berlangsung lama dengan kegiatannya yang hanya duduk berdiam seorang diri, Palrey menghampiri, dia meminta maaf atas perilaku dokter Maurice, disitu juga Palrey berusaha untuk mendamaikan isi hati Ratna yang terus membenci kaum bumi eropa, tapi usahanya selalu tak ditanggapi oleh Ratna, selama perbincangan itu Ratna hanya menjawab seadanya dan diam terkesan seperti tidak menanggapi.

Keesokan paginya, seperti biasa rutinitas dilakukan setiap orang yang berada di rumah sakit tersebut. Ratna mengganti perban luka pak Soediro dibantu oleh bu nini, sementara mba Lia dan Yati tengah berbincang dan sedikit bergurau, para prajurit tak terlihat berada di depan rumah sakit, panggilan menuju surabaya harus mereka penuhi dan pergi kesana, sehingga rumah sakit Tjikini tidak diawasi.

THE BLACK Z PLAGUETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang