Cerita ini sudah TAMAT ya di Karyakarsa, link ada di bio.
Terimakasih yang sudah mendukung 🤗
Selamat Membaca
Sore harinya saat Liana tengah berjalan keluar dari kampus menuju halte, tak sengaja ia melihat mobil yang ia tumpangi tempo hari.
"Ada apa sih dia." Gerutunya saat melihat mobil itu sudah terparkir manis di parkiran yang dekat dengan halte. Pura-pura tidak melihat merupakan jalan satu-satunya dari pada berhadapan dengan pria itu.
"Bu Liana. Bu." Panggil Wira saat tubuh Liana melewati parkiran. Liana tetap menggunakan mode tidak dengar, ia tetap fokus ke depan dengan hati yang dongkol. Apa Wira tidak capek bertemu dengannya?
Pergelangan tangan Liana dicekal oleh Wira, sontak perbuatan itu membuat Liana menoleh dan menatap Wira tajam.
"Lepas enggak!" Tekannya dengan tatapan tak kalah sengit.
"Saya akan lepas kalau kamu mau ikut dengan saya."
"Nggak mau, gue mau pulang." Seakan tidak tahu situasi Wira tetap menjalankan tugasnya untuk mengganggu Liana. Padahal saat itu masih banyak mahasiswa yang masih di kampus yang bisa saja melihat adegan itu.
Liana yang takut jika nama baiknya tercemar akibat tingkah gila Wira sontak menggeret tubuh besar itu untuk mendekati mobil. "Oke, gue nurut apa kata lo." Imbuhnya sebelum masuk ke dalam mobil.
Wira yang melihat hal itu hanya tersenyum tipis, seakan ia mendapatkan harta karun. Dengan langkah cepatnya Wira mengikuti Liana masuk ke dalam mobil dan menjalankan ke sebuah rumah yang sudah lama tidak dikunjungi Liana.
"Loh kok ke arah ini sih." Liana masih mengingat alamat rumah orangtua Wira.
"Mama kangen sama kamu." Jawab Wira dengan tetap fokus ke depan. Kerutan jelas tercetak di kening Liana, ia memang masih mengingat perempuan paruh baya itu, perempuan yang begitu menyanyanginya layaknya anak sendiri. Tapi apa Mama Wira masih membutuhkan kehadirannya saat Wira sudah memiliki istri?
"Nggak usah bohong lo. Gue juga tahu pasti ini akal-akalan lo aja." Dengan melipat kedua tangannya di depan dada Liana menatap tajam ke arah pria yang tengah serius mengemudi itu. "Terserah kamu aja." Menjelaskan sesuatu hal jika orang yang dijelaskan masih dalam mode marah juga akan sama saja, tidak akan masuk. Jadi lebih baik Wira diam.
Mobil yang ditumpangi Liana sampai di sebuah rumah sederhana yang begitu Liana rindukan, dulu ia sering berkunjung ke rumah ini saat Wira ditugaskan perusahaannya untuk perjalanan dinas. Ah, kenapa otaknya mengingat kenangan itu, sih?
"Ayo masuk, Mama sudah menunggu."
Mencoba menenangkan hatinya, Liana keluar dari mobil dan berjalan mengikuti Wira.
"Ma... Mama... Wira bawakan tamu yang Mama rindukan." Salam Wira saat ia melintas di ruang tamu. Perempuan yang dimaksud Wira tidak langsung muncul membuat Wira langsung berjalan menuju kamar tidurnya.
"Ma, Wira masuk ya." Ketukan kecil Wira lakukan di pintu cokelat, dan suara dari dalam memberikan izin. "Masuk nak."
Wira membuka dengan lebar pintu itu dan memperlihatkan seorang perempuan paruh baya tengah terbaring di atas ranjang. "Mama sudah makan?"
"Sudah tadi." Jawab perempuan itu dengan mengusap pipi Wira dengan sayang. Liana yang melihat hal itu hanya bisa terdiam, bingung harus menyikapinya. Pasalnya dulu kesehatan Wara bisa dibilang bagus.
Wara melihat Liana dan tersenyum, ia melambaikan tangannya untuk memberi tanda agar Liana mau mendekat.
"Liana, sudah lama tidak berjumpa. Mama rindu sama kamu." Ucap Wara dengan memeluk tubuh Liana erat. Liana membalas dengan usapan di punggung perempuan itu.
"Liana sehat Ma." Panggilan itu Liana sematkan saat mereka pertama bertemu dan dengan senang hati Wara mendengarnya.
Melepas rengkuhan, Wara menatap perempuan yang putranya cintai itu. Tangannya yang sudah tak berisi itu mengusap pipi Liana. "Kenapa nggak pernah jenguk Mama, hem?"
Liana yang mendengar ucapan itu sontak mengalihkan pandangan, ia bingung harus menjelaskan. Di satu sisi hubungannya dengan Wira sudah kandas.
"Mama rindu banget sama kamu, apalagi Lili. Katanya Lili rindu Mama."
Tersenyum, Liana mengangguk. Ia masih bingung dengan situasi yang ada. Tapi ia memilih diam, dan mendengar celoteh Wara. "Besok kamu harus kesini lagi ya, Mama masih ingin bicara sama kamu."
"Iya Ma."
"Sekarang Mama tidur ya, nanti biar Wira panggilkan Bi Susi untuk menemani Mama." Ujar Wira mencoba memberi pengertian Wara. Awalnya Wara menolak karena ini masih pukul setengah tujuh.
"Iya." Setelah membantu Wara merebahkan tubuhnya kembali Wira mengajak Liana untuk keluar dari kamar tidur. Mereka berjalan menuju ruang tengah, dengan pikiran yang sibuk memikirkan sesuatu.
"Bi, Bibi ke atas aja." Ucap Wira saat mereka berpapasan dengan Bi Susi.
"Iya Den."
"Mau makan apa? Biar saya pesankan." Tawar Wira saat mereka sudah duduk di sofa ruang tengah. Liana yang menatap Wira sekilas sontak menggeleng, ia tidak bernafsu makan.
"Gue mau balik. Capek." Meskipun tadi hatinya terketuk akibat kondisi Wara, tapi saat ia kembali menatap Wira bayangan masa lalu itu kembali.
"Oke, kita makan di luar." Ucapnya dengan berlalu keluar meninggalkan Liana sendiri.
Tubuh Liana yang akan bangkit dan berjalan menyusul Wira sontak dihentikan oleh Bi Susi, asisten rumah tangga yang sudah lama bekerja di keluarga Wira.
"Aduh Non, tambah cantik."
"Masa sih Bi, perasaan tambah tua." Ujar Liana dengan senyuman sekenanya, ia mengingat jika usianya sekarang menginjak usia tiga puluh satu tahun.
"Enggak, masih sama kaya yang dulu."
Anggukan Liana lakukan, ia ingin pamit ke Bi Susi. "Bi, Liana pulang dulu. Besok main-main lagi." Dengan menyalami wanita paruh baya itu, Liana bergegas untuk keluar.
"Besok lagi mampir ya Non, soalnya kalau ada Nona suasana jadi beda. Tenang." Imbuhnya dengan lambaian tangan, Liana yang mendengar itu hanya mengiyakan dalam hati. Tapi dalam benaknya ia tidak akan menginjakkan lagi ke rumah ini, lebih ke jaga-jaga agar hatinya tidak sakit.
"Mau makan apa?" Ucap Wira saat dirinya sibuk mengendarai mobil membelah jalanan malam ini. Belum sempat Liana menjawab, Wira mengarahkan ke sebuah restoran yang dulu memiliki kenangan tersendiri untuk mereka.
"Loh kok disini?"
"Kamu kelamaan mikir, saya ajak saja kemari."
Baiklah Liana, lo harus pura-pura baik agar lo bisa balik.
Wira memesan makanan yang biasa Liana pesan tak lupa jus alpukat, ia juga memberikan beberapa porsi dagingnya untuk dimakan Liana. "Makanlah."
Liana menerima semua pemberian Wira, lumayan sebagai perbaikan gizi meskipun tadi nafsu makannya sempat hilang. Tidak lupa juga ia menyesap jus alpukat.
"Kamu masih sama ya, tidak ada yang berubah."
"Yang berubah itu lo, lo udah punya buntut. Macam nggak tahu diri ngajak anak gadis orang makan di luar." Jawab Liana dengan nada suara sedikit ketus. Wira yang mendengarnya hanya mengangguk dan melanjutkan sesi makannya.
"Besok saya jemput kamu, kita ke kantor bersama."
What? Kenapa sikap tak tahu diri Wira semakin menjadi?
Sudah bersyukur Liana mau mengikuti ajakan Wira hari ini, bukan?
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
How Are You? ✔ (KARYAKARSA Dan KBM)
Dla nastolatkówTerkadang kita harus merasakan luka sebelum merasakan bahagia. Tapi apa dengan kembali ke mantan kita akan mendapatkan bahagia?