Bab 7

26 7 0
                                    

Cerita ini sudah tayang di Karyakarsa dan KBM ya, silakan mampir.

Username: anis wiji

Selamat Membaca

"Mama senang bisa bertemu Liana." Ucap Wara saat Wira tengah menemani Mamanya itu sarapan di belakang rumah. Setiap akhir pekan Wira akan memboyong Lili beserta pengasuhnya untuk datang ke sini. Bukan tanpa alasan, karena Wira pikir Mamanya juga butuh kedekatan dengan sang cucu.

"Mama bisa melihat wajahnya lagi buat Mama sebuah keajaiban." Melihat senyum manis Liana membuat hati Wara tenang dan bahagia, Liana bukan orang lain, karena Wara pernah dekat sebagai orangtua.

"Kamu mau memperjuangkannya lagi?" Tanya Wara kepada putranya itu, Wira yang mendengar pertanyaan sontak terdiam dan mengangguk. Ia sudah bertekad untuk mendapatkan kembali hati Liana.

"Mama akan dukung, tapi saat Liana tidak bisa menerima Lili, Mama harap kamu berpikir ulang. Karena sekarang kamu bukan single lagi tapi ada anak yang kehidupannya harus kamu tanggung." Sebagai single Daddy, Wira paham itu. Ia tidak boleh egois atau bisa dibilang mengabaikan kehidupan anaknya kelak.

Tangan Wira menangkup tangan Wara, ia tersenyum dan berkata. "Doakan anakmu ini Ma, karena hanya Liana yang tahu Wira apa adanya. Dan Wira akan berusaha mendekatkan Lili dengan Liana."

Wara mengangguk, ia tidak bisa menampik jika kehadiran Liana di kehidupan Wira mampu merubah kebiasaan Wira yang buruk. Bukan hanya itu saja, tapi Wira yang seorang bad boy bisa insaf. Jiwa flamboyannya hilang saat ia menatap netra Liana yang memenangkan.

"Doa Mama menyertaimu."

Dan sepanjang hari itu Wira menghabiskan waktu dengan Wara dan Lili, tawa bahagia dua perempuan itu mampu menghibur laranya.

"Bapak mau kemana?" Tanya Bi Susi saat mendapati tuannya sudah rapi.

"Saya nitip Mama sama Lili ya Bi, malam ini kan malam minggu jadi saya mau ngapel." Bi Susi terseyum misterius seolah paham akan maksud tuannya itu. "Jangan sampai kelepasan Pak, bahaya. Nanti Non Lili punya adik."

"Enggak, bisa saya pastikan itu."

Setelah berpamitan Wira berjalan menuju mobilnya, dan melajukan menuju kos Liana. Kos yang sudah lama ia satroni hanya untuk melihat perempuan itu.

Suara ketukan pintu terdengar menyambut indera pendengaran Liana, Liana yang tengah menonton drama Netflix sontak membuka pintu.

Betapa mengagetkannya tamu malam ini, pasalnya tamu tak diundang itu tengah tersenyum sambil membawa sebuah box yang Liana pikir martabak.

"Selamat Malam." Sapanya ramah, tubuh Liana yang masih membeku tersadarkan, ia menatap sengit ke arah pria yang tengah memasang wajahnya dengan gurat kebahagiaan itu.

"Ngapain lo kemari?"

"Nemenin kamu, apa enggak boleh? Apa saya tidak dipersilahkan masuk?" Ini tamu kelewatan banget, tapi Liana tetap mempersilahkan masuk, toh dia bawa makanan.

"Ini buat kamu." Sodoran martabak ke arah Liana, netra Wira menatap sekeliling seolah mencari sesuatu. Liana yang paham akan gerak geriknya, sontak berucap. "Kalau lo cari Tasya, Tasya nggak ada disini. Sedang cek in sama pacarnya."

Tubuh Liana berjalan menuju dapur kecil untuk menuangkan martabak itu dan memberikannya sebagai hidangan. Tak lupa ia juga memberikan minuman, "Noh makanan lo."

Tangan Wira mengambil minuman sebelum mengambil martabak.

"Jadi kamu sendirian?"

Wajah sebal Liana perlihatkan, ia sudah memberitahu kenapa juga harus bertanya lagi.

"Saya temenin ya?"

"Gue suruh lo balik palingan juga lo nggak akan balik jadi yaudah." Liana kembali menatap layar televisi yang menampilkan film tadi, dengan serius ia memperhatikan cerita buatan manusia itu.

"Jangan kaya gitu, dimakan."

Kepala Liana yang terfokus sontak menoleh ke arah Wira yang telah menyodorkan martabak, "Enggak lo aja, gue nggak mau."

"Mulai kapan kamu enggak suka sama martabak?"

Wajah Liana yang sudah berpaling kembali, ia hanya menjawab dengan gumaman. "Sejak lo pergi." Tanpa sadar Liana mengatakan hal itu, jawaban yang menurut Wira sebagai jawaban kejujuran. Sebegitu keras Liana menolak kehadiran Wira, ternyata jauh dilubuk hatinya terdalam Liana masih menyimpan kenangan dengannya.

Tidak mudah memang melupakan orang yang sudah lama menemani kita dan diharuskan berpisah.

"Maaf." Ucap Wira dengan kepala yang menunduk, ia tahu tindakannya dulu melukai Liana. Tapi ia bisa apa?

Liana yang tersadar sontak gelagapan, ia memukul pundak Wira karena ia merasa tak enak. "Yaelah lo buat gue merasa bersalah lagi. Nggak usah dengerin mulut gue yang nyablak. Lo ikut nonton gue aja."

Sorot mata sendu Wira perlihatkan, ia mencoba merengkuh tangan Liana dan menggenggamnya. Liana yang dikagetkan dengan sentuhan itu sontak duduk agak jauh. "Apaan sih lo?"

"Saya mau minta maaf, mungkin kata maaf saja tidak akan menghilangkan luka itu. Tapi saya ingin memperbaikinya."

Kerutan tercetak di dahi Liana, "Apaan sih lo? Nggak usah ngomong kalau lo aja belum bisa melakukannya."

"Saya akan berusaha."

Idih pede banget ni orang.

Pandangan mata Liana menatap ke depan dengan pikiran terbang. Ia memikirkan kehidupannya dulu yang terlihat bahagia tapi berakhir nestapa, kalau ada orang yang bilang bawa pria itu setia maka dengan lantang Liana akan berucap dalam mimpi lo dia setia, tapi dalam kehidupannya ia adalah pendusta.

Entah apa yang melatarbelakangi mereka memilih tidak setia juga Liana pertanyakan. Kalau masalah fisik, semua orang akan cantik kalau punya uang, masalah service jika mereka bicarakan hal itu pasti akan bertemu jawabannya, atau memang hati pria saja yang suka tantangan untuk menaklukkan orang yang bukan miliknya?

"Di luaran sana banyak laki yang kaya lo, udah ada pasangan tapi nikahnya sama orang lain. Iya kalau saat itu lo minta putus baik-baik, tapi lo dengan seenaknya memutuskan hubungan dengan jalan pengkhianatan dan itu sudah kesalahan fatal."

"Kamu tahu saya."

"Kata siapa? Gue aja yang ada disekitar lo bisa lo duain, apa kabar lo saat dinas ke luar kota? Dan satu lagi gue itu sudah nggak percaya namanya laki-laki setia. Yang gue inginkan sekarang hidup tenang tanpa pikiran yang selalu overthinking."

Sebegitu besar luka yang ia torehkan? Hingga Liana sudah tidak ada asa dalam menjalin hubungan dengan lelaki.

"Saya akan buktikan bahwa apa yang kamu pikirkan tentang lelaki itu tak selamanya benar. Masih ada lelaki baik di muka bumi ini."

"Nggak yakin gue." Meskipun lingkungannya harmonis tetapi Liana sendiri merasakan ketakutan itu. Apalagi ia sudah merasakan ditinggalkan.

"Akan saya buktikan." Pungkas Wira dengan menatap dalam netra milik Liana.

Dalam hati Liana mengamini, tapi ia tidak mau terlalu berharap. Ia ingin menyisakan ruang di hatinya untuk ketenangan. Dan menurutnya ketenangan itu ia raih dengan tanpa pasangan. Masalah anak mungkin ia bisa berkonsultasi dengan kedua orangtuanya.

"Silakan."

Dalam dunia ini hanya ada kemungkinan dalam sebuah hubungan, langgeng atau tidak. Dan persentase tidak itu jauh lebih besar, karena sikap manusia yang tidak pernah bersyukur. Jadi Liana memilih untuk single dengan segala resiko kedepannya.

Tbc

How Are You? ✔ (KARYAKARSA Dan KBM)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang