Bab 6

24 7 0
                                    

Cerita ini sudah TAMAT di Karyakarsa dan on going di KBM.

Link ada di bio.

Selamat Membaca

"Dari mana aja lo?" Tanya Tasya saat ia mendapati Liana baru saja pulang setelah jam dinding menujukan pukul sembilan malam. Tubuh Liana yang capek ditambah pikirannya yang bekerja keras seharian ini membuatnya enggan menanggapi Tasya.

Tasya yang tidak mendengar jawaban dari Liana sontak mendekat, ia menepuk pundak sahabatnya itu. "Dari mana?"

"Panjang ceritanya."

Kerutan tercetak di kening Tasya, ia tidak paham dengan ucapan Liana. "Lo dari mana? Gue tanya?" Ucapnya kembali mencoba memberikan stok kesabarannya yang tipis.

"Dari makan sama Wira."

"What? Lo makan sama Wira? Lo balikan sama tu anak?" Memukul tubuh Tasya dengan bantal Liana menanggapinya, "Ngawur lo, gue sama dia cuma makan sama ke rumah Mamanya."

Semakin aneh itu yang ada di benak Tasya, jika mereka tidak memiliki hubungan kenapa juga Liana ke rumah Wira? Lagian juga Wira sudah memiliki istri, dan itu tidak baik untuk Liana.

"Lo nggak usah jadi cewek kurang belaian ya, Na. Cukup dulu yang bego."

Sorot mata tajam Liana keluarkan, ia tidak suka jika dikatakan kurang belaian. "Gila, gue nggak kaya gitu. Gue kesana juga karena tuh anak, Nyokapnya lagi sakit."

"Wait... wait... Gue jadi ingat perkataan si Ines, kalau Mamanya emang sakit. Terus si Wira juga yang jaga anaknya, lah kalau kaya gitu bininya dimana?" Ucap Tasya cenderung nyablak. Tasya ingat betul dengan ucapan Ines saat mereka reuni.

Mengedikkan bahu Liana menjawab, ia juga tidak tahu kemana istri Wira itu.

"Yaudah gue mau mandi dulu sebelum tidur, tubuh gue capek." Liana melangkah menuju kamar mandi, ia mencoba untuk mencerna apa yang terjadi tapi otaknya seolah lelah memahami situasi yang ada. "Gila gue terjebak dengan orang dari masa lalu."

***

Liana pikir ajakan Wira kemarin hanya bualan saja, ia pikir Wira tidak akan berani untuk mendatanginya saat ada sahabatnya. Namun penilaian itu nyatanya salah, Wira datang dengan senyum segarnya menyapa Tasya yang juga tengah menunggu ojol untuk berangkat ke kantor.

"Pagi Tasya." Sapa Wira ramah, berbalik ke arah Liana yang tengah berkutat dengan barang bawaan yang harus ia bawa hari ini. "Sudah siap?"

Mata tajam Tasya arahkan ke Liana, apa-apaan ini? Kenapa sekarang mereka layaknya kembali menjadi sepasang kekasih?

"Sebentar.... Lo sama Liana ada hubungan apa sih? Aneh banget, lo nggak sadar sudah meninggalkan Liana dulu." Ujar Tasya kepada Wira. Wira membalas dengan wajah yang masih sama, cerah, tak terintimidasi. Ia sudah tahu konsekuensi atas tindakan ini yaitu penolakan.

"Dia yang aneh gue enggak." Jawab Liana sekenanya.

"Iya gue tahu, tapi kenapa ni laki jemput lo? Apa lo nggak inget saat lo nangis-nangis dihadapan gue saat lo tahu ni orang mau kawin sama tu betina." Kenapa dibongkar juga sih, Liana langsung menatap Tasya. "Itu dulu, nggak berlaku sekarang."

"Oke. Terus apa pembelaan lo? Lo itu sudah jadi orang yang nyakiti sahabat gue. " Tanya Tasya dengan penuh selidik.

"Maaf..." Satu kata yang bisa terlontar di mulut Wira.

"Cuma maaf atas kejadian dulu? Hello gue bukan perempuan baik ya, yang bisa maafin lo setelah sekian lama."

"Saya punya alasan."

"Kalau lo punya alasan, apa? Coba bilang." Todong Tasya dengan nada suara yang berapi-api. Ia paling tidak suka dengan laki-laki yang tidak bisa memegang teguh sebuah komitmen.

"Udah, gue juga nggak mau dengar alasan itu. Lebih baik lo berangkat deh, tuh ojol nya dah datang." Imbuh Liana mencoba menengahi perbincangan Tasya dengan Wira.

"Oke kali ini lo lepas, tapi ingat kalau lo ketemu gue lagi. Siap-siap mampus lo." Tasya berpamitan kepada Liana sebelum melangkah mendekati ojolnya.

Liana yang sudah melihat Tasya pergi dari hadapan mereka bisa bernapas lega, "Terimakasih, kamu menyelamatkan saya."

"Mimpi lo, gue nggak suka keributan itu aja."

Anggukan Wira lakukan, "Ayo berangkat."

Liana mengikuti tubuh Wira yang berjalan menuju mobil, mereka sama-sama masuk ke dalamnya. Tidak ada interaksi sebelum mobil itu sampai di perempatan dekat dengan kampus.

"Nanti nggak usah jemput gue." Ujar Liana dengan tatapan ke depan. "Kenapa?"

Tubuh Liana yang menghadap ke depan berubah menyerong ke arah Wira, tatapan mereka bertemu. "Gue nggak mau berhubungan lagi sama lo. Please deh lo nyadar dikit." Ada nada permohonan disana. Permohonan yang Liana buat untuk menyelamatkan sisa kepingan hati yang tersisa.

"Why? Saya butuh penjelasan."

"Semua sudah jelas, lo tahu semuanya."

"Oke. Tapi semua permintaan itu tidak akan saya kabulkan."

Kenapa susah berkata dengan dia sih?

Liana kembali menghadap ke depan. "Terserah kamu anggap saya seperti apa tapi satu hal yang harus kamu ingat. Tidak ada yang berubah diantara kita dan saya memilih untuk diam itu agar kamu memiliki waktu untuk berpikir."

Dalam hati Liana mengutuk Wira, kenapa juga sekarang ia yang merasa disalahkan dalam hubungan ini.

"Berpikir buat apa? Buat hubungan ini setelah lo melakukan hal yang menurut gue menjijikan? Lo itu udah punya anak Wira, setidaknya lo harus lihat dia, bukan lihat gue."

Sorot mata Wira menatap wajah Liana yang berubah serius. "Anak itu sudah menjadi tanggungjawab saya, bahkan sebelum dia lahir. Jadi apa saya harus mengingatnya terus?"

Ya, jelas diakan orangtua.

Tetapi Liana memilih untuk diam, ia sudah capek berperang urat saraf dengan Wira dalam hal prinsip.

"Saya bukan laki-laki yang tidak bertanggungjawab Liana, dan juga saya pria yang tahu mana yang harus saya perjuangkan."

Tambah ngaco ni orang, batin Liana pasrah.

Mobil yang dikemudikan Wira sampai di pelataran parkiran, Liana membuka sabuk pengaman dan keluar tanpa izin dari Wira. Wira yang hanya bisa melihat dari jauh hanya bisa bergumam pelan.

"Mencintaimu itu menyakitkan Liana. Tapi saya akan tetap memperjuangkan hal itu setelah penolakan yang kamu lontarkan."

Masa lalu membuat Wira sadar ada hal yang tidak bisa ia kendalikan tapi masa lalu itulah yang membuat dirinya yakin untuk memperjuangkan kembali perempuan yang berharga seperti Liana.

"Tutuplah telingamu dengan apa yang orang lain ucapkan, karena yang tahu akan dirimu adalah kamu." Sebuah moto yang ia dapat saat ia tepuruk dengan keadaan yang ada, moto yang membuat dirinya bisa melangkah sampai di titik ini. Tidak mudah memang, tapi ini bisa dibilang sebuah kekuatan.

Setelah memastikan Liana masuk, Wira menjalankan kembali ke kantornya. Menjadi kepala cabang salah satu bank membuatnya terkadang harus berada di kantor sampai petang, tapi untuk beberapa hari ke depan ia akan pulang lebih siang agar bisa bertemu dengan Liana.

Tbc

How Are You? ✔ (KARYAKARSA Dan KBM)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang