Cerita ini sudah Bab 16 di Karyakarsa, link ada di bio. Oh iya terimakasih atas dukungannya.
Selamat Membaca
"Argh!!!" Racau Tasya saat ia terbangun dengan kepala yang sakit ditambah tubuhnya yang terasa kaku.
Liana yang mendengarnya hanya tersenyum simpul tanpa mau membantu sahabatnya itu, salah siapa mabuk."Bantuin gue Na."
Liana bangkit dari ranjang, ia menatap sahabatnya itu dengan senyuman mencemooh. "Siapa suruh mabuk, sudah tua juga masih mabuk." Ucap Liana di depan wajah Tasya, hal ini membuat Tasya marah. "Sialan ya lo, na. Gue bales besok."
Persahabatan yang konyol membuat mereka saling membutuhkan satu sama lain, dan sekarang Tasya membutuhkan bantuan, Liana hanya mengamati tanpa mau membantu.
"Nggak, bangun aja sendiri, mabok aja sendiri." Liana mendaratkan tubuhnya di sofa dengan tangannya mengangkat es teh manis buatannya. Ia membuka salah satu majalah fashion untuk tahu perkembangan dunia fashion. "Sialan lo na." Tasya mencoba merangkak menuju kamar mandi untuk membasuh wajah, tak lupa ia juga membersihkan tubuhnya.
"Itu minuman buat gue, kan?" Ucap Tasya dengan tangan mengambil secangkir teh hangat madu. Liana yang melihat hal itu hanya mengangguk.
"Edo sialan dia, masa dia ninggalin gue sendirian."
Kan itu sudah sering Edo lakukan, kenapa juga Tasya kaget dengan sikap sahabatnya itu?
"Sudah nggak usah marah-marah, nanti lo cepat tua." Menutup majalah fashion, Liana berjalan menuju ke arah balkon, menatap langit yang siang ini nampak indah dengan warna biru.
"Eh lo tahu nggak kalau mantan lo ikut datang ke reuni." Pandangan Liana yang semula menatap awan, berubah, ia membalikkan tubuh dan menatap Tasya. "Enggak... Tapi gue udah ketemu sama dia."
"Hah... Serius lo?" Anggukan Liana lakukan untuk menjawab pertanyaan Tasya. "Bahkan yang bantuin gue memapah tubuh lo juga dia." Ujar Liana dengan nada suara yang begitu enteng.
Tasya bangkit dan menatap serius ke netra Liana, ia khawatir dengan kondisi sahabatnya itu.
"Nggak usah natap gue kaya gitu." Ucap Liana sedikit ketus, bagaimanapun ia sangat anti untuk dikasihani.
"Oke, tapi lo baik-baik aja, kan?" Ujarnya dengan raut wajah yang jauh lebih baik dari tadi. "Iya, buat apa juga meratapi hal yang sudah berlalu. Lebih baik fokus ke depan." Terkadang Liana bisa menyembunyikan kesedihannya dengan sempurna tetapi di lain waktu ia adalah sosok yang begitu pendiam dengan pikiran yang sibuk memikirkan banyak hal dalam satu waktu.
"Syukurlah." Tasya memeluk tubuh sahabatnya itu dengan pelukan hangat, ia mencoba menjadi sahabat yang ada untuk sahabatnya disaat suka dan duka.
"Lebih baik kita nonton yukk. Gue butuh healing." Ajak Tasya saat mereka selesai dengan kegiatan masing-masing. Tubuh Tasya jauh lebih baik dari tadi pagi, "Serius?"
"Oke kita siap-siap." Liana tidak menampik ajakan Tasya, toh besuk mereka juga akan kerja. Ia juga manusia biasa yang membutuhkan pengalihan dalam menyikapi permasalahan hidup.
***
"Gila serem banget filmnya." Tasya berceloteh menilai film yang baru saja mereka tonton, film bergenre horor dimana cerita itu diambil dari sebuah cerita yang populer di twitter.
Liana yang mendengar hanya bisa mengiyakan saja, sebenarnya ia tak begitu menyukai film horor tapi karena ajakan Tasya jadinya ia menurut."Jadi laper gue."
"Ayo makan. Mau makan apa?" Tanya Liana saat mereka berjalan keluar dari area bioskop. "Makan apa aja, yang penting enak."
"Oke." Liana mengajak Tasya ke sebuah restoran yang menyediakan makanan ramen. Makanan yang menjadi makanan kesukaannya.
"Lo nggak berubah ya, Na. Dari dulu sampai sekarang lo masih aja suka mie." Memang ada orang yang bosan dengan mie? Tidak ada.
"Kaya lo sama Leo, apa pernah bosan? Nggak, kan?" Leo yang dimaksud Liana adalah pacar sahabatnya itu. Pacar yang akan muncul tanpa diundang dan pulang begitu saja, pacar yang sudah menemani Tasya beberapa tahun lamanya. Pacar Tasya yang berprofesi sebagai pilot.
"Ya meskipun wajah dia biasa aja tapi cinta dia ke gue besar." Tasya memuji Leo, ia akui Leo itu paket komplit yang selalu ia doakan. Paket komplit yang selalu Liana ejek dengan Edo. Pasalnya pacaran mereka itu sangat unik.
"Ya gue tahu."
Tasya bangkit dan memesan beberapa makanan diikuti Liana, mereka kembali di meja yang tadi sempat mereka tempati. "By the way Edo kok nggak ngabari sejak kemarin ya?" Meskipun terkenal player Edo adalah pria yang tulus di mata sahabat-sahabatnya.
"Lagi senang-senang."
"Iya tapi aneh aja gitu." Liana membuka layar ponselnya dan tidak menemukan notif dari Edo.
"Anggap sudah biasa." Akhirnya pesanan mereka datang, baik Tasya dan Liana menikmati makanan dengan khidmat.
Usapan dari samping tempat duduk Liana rasanya, usapan tangan mungil yang menatapnya dengan sorot mata haru. "Ma... Ma." Ucapnya dengan bibir mungilnya, balita itu berdiri di sisi kursi Liana. Liana yang melihat balita itu sontak berhenti makan dan menatapnya. "Mama? Mama kamu dimana sayang?"
Seolah paham dengan apa yang diucapkan Liana, balita itu menunjuk ke arah Liana. "Mama."
Liana saja belum menikah, kapan dia memiliki anak?
Karena iba Liana mengangkat tubuh balita itu dan mendudukkannya di pangkuan. "Anak siapa sih Na?" Tasya juga merasa heran dengan anak kecil itu.
"Nggak tahu, palingan juga sebentar lagi orangtuanya datang."
"Mama." Ucap balita itu kembali dengan suara jauh lebih riang seolah menujukan bahwa perempuan yang memangkunya itu adalah sosok ibu kandungnya.
Tangan Liana terangkat mengusap puncak kepala gadis kecil itu, rambut yang belum lebat membuatnya jatuh cinta dengan pesona gadis kecil ini. Tidak diragukan bahwa anak kecil adalah malaikat tak bersayap yang dikirim Tuhan di muka bumi.
"Kalau besok gue punya anak, anaknya kaya gini nggak ya." Pipi cabi ditambah wajah rupawan membuat siapa saja akan jatuh cinta kepada sosok gadis kecil ini. "Lihat dulu Bapaknya, Bapaknya nggak good looking ya nggak bakalan kaya gitu."
Kenapa Tasya mengajari gadis kecil ini body shaming sih.
"Masih kecil lo ajarin nggak bener." Sambil mengatakan hal itu Liana tetap memfokuskan ke gadis kecil itu.
"Lili? Lili?" Suara pria yang mencari sosok putrinya itu. Pria yang mencari ke seluruh penjuru restoran dimana ia meninggalkan putrinya sejenak. Tidak ia duga bahwa keteledoran dia berakibat fatal.
"Papa." Ucap gadis kecil itu, hal ini membuat Liana mencari sosok pria yang dipanggil Papa.
Saat Liana menemukan pria yang ia yakini sebagai Papa dari gadis kecil itu, sontak tubuhnya mematung. Kenapa semesta mengerjainya?
Belum cukupkan mereka bertemu di masa lalu?Wira yang melihat Lili dipangkuan Liana sontak mendekat, ia mengambil tubuh putrinya dengan senyum kelegaan. "Ya Tuhan Lili, buat Papa khawatir."
Lili yang hanya diam sontak menatap wajah Wira, tangan mungilnya menunjuk ke arah Liana dan berucap. "Mama... Mama."
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
How Are You? ✔ (KARYAKARSA Dan KBM)
Novela JuvenilTerkadang kita harus merasakan luka sebelum merasakan bahagia. Tapi apa dengan kembali ke mantan kita akan mendapatkan bahagia?