Bab 1

59 9 0
                                    

Silakan follow akun Karyakarsa ya, biasanya update lebih dulu.

Selamat Membaca

Setiap hubungan pasti berkeinginan untuk bersatu di atas sebuah akad, sebuah janji yang mengikutsertakan Tuhan disana. Tetapi hidup kadang tidak semulus itu. Banyak hal yang bisa saja terjadi saat dua insan itu ingin melangkah bersama. Tapi semua itu hanya proses karena sebuah hubungan pastinya akan bermuara di sebuah akad jika Tuhan sudah berkehendak.

"Kenapa lo nggak ikut reuni?" Tanya Tasya saat temannya saat di bangku Sekolah Menengah Atas itu menolak ajakannya. "Males, palingan ketemu orang-orang nggak penting."

"Yaelah, main lo kurang jauh makanya lo stay disini mulu. Oh atau lo menghindari Wira ya?" Kenapa Tasya menyakutpautkan pria itu sih?

Wajah Liana yang semula menatap ke luar jendela kamar tidurnya sontak berbalik dan menatap tajam ke arah Tasya. "Nggak ada hubungannya gue sama tu orang kali." Setelah dua tahun yang lalu hubungan mereka usai.

"La terus kenapa lo nggak mau sih? Lagian kita bisa saja cuci mata kalau lihat cowo ganteng." Tasya ini memang tidak bisa dilepaskan dari cowok ganteng. Mendengus sebal, Liana berbalik dan duduk di atas ranjang.

"Nggak mau, ya nggak. Gue males."

"Bilang aja lo belum bisa move on sama Wira. Fix lo gagal move on." Ya Tuhan bagaiamana Liana menyadarkan sahabatnya jika ia tidak gagal move on tapi malas aja datang.

"Lagian ya na, apa yang lo takutkan sih? Si Wira itu tidak akan ikut ke reuni. Kan lo tahu bahwa dia punya anak kecil." Setahu Tasya Wira itu telah dikaruniai putri dan kalau dihitung usianya mungkin baru satu tahun.

"Nggak peduli. Yang gue maksud tetap malas."

"Yaudah deh, kalau gitu." Tasya memilih berbaring di atas ranjang dengan ponsel yang ia mainkan. Ia akan mengabari Edo untuk menjemputnya esok karena Liana tidak ikut. Edo, Tasya, dan Liana adalah sahabat yang berawal dari hukuman MOS SMA karena ketiganya berangkat terlambat.

Keesokan harinya Tasya sudah cantik dengan gaun khas party, jangan lupa make up yang tebal menambah kesan cantik dan elegan khas Tasya Arafa. "Jangan bunuh diri waktu gue pergi." Ujarnya saat mereka tengah duduk di depan teras kos.

Liana yang mendengar ucapan Tasya hanya bisa mengedikkan bahu, ia terfokus ke layar ponselnya yang tengah menampilkan salah satu trailer film baru. "Btw Edo lama banget sih."

"Edo juga dandan kaya lo, jadi sabar sih." Tempat reuni yang akan mereka datangi ada di salah satu club elit malam yang sudah di booking oleh salah satu anak.

"Itu anaknya." Sebuah mobil masuk ke pelataran kos yang Liana pahami bahwa mobil itu adalah milik sang sahabat. Selesai memarkirkan mobil, Edo keluar dengan pakaian khas cowok perlente yang sedang mencari mangsa.

"Eh Eneng nggak ikut kita?" Sapa Edo dengan berjalan mendekati kursi yang disediakan, "Males, palingan ketemu cowok modelan kaya lo."

Edo tertawa renyah, ia memang terkenal player di lingkungannya.

"Player gini juga akan setia kalau sudah ketemu tulang rusuknya." Edo mendaratkan tubuhnya di kursi yang kosong mengambil minuman yang tersedia. "Seger."

"Tu minuman gue, Do. Bukan lo." Ucap Liana marah akibat ulah sahabatnya itu, Edo dengan santainya hanya menarik bibirnya tersenyum tanpa rasa bersalah.

"Pelit amat sih."

"Biarin, hidup harus hemat."

"Yaelah kalian berdua berantem terus, ayo berangkat aja." Ajak Tasya dengan tangan yang sudah meneteng tas kecil. Edo yang melihat Tasya bergegas berdiri dan melangkah masukan ke dalam mobil.

"Gue berangkat dulu ya. Nanti kalau gue hangover lo angkat telpon gue." Yaelah ni bocah, belum berangkat aja sudah minta hal yang aneh-aneh.

"Iya." Dari pada lama Liana memilih untuk mengiyakan ucapan Tasya. Tasya yang mendengar ucapan Liana sontak mendekat dan memeluk erat tubuhnya.

"Woy ayo berangkat. Terlambat ni." Teriak Edo dari dalam mobil, hal itu membuat dua sahabat itu melepaskan pelukan. Tasya bergegas masuk ke dalam mobil Edo, sedangkan Liana hanya menatap mobil yang berjalan menjauhi pelataran kosnya. Setelah mobil Edo tidak terlihat, baru Liana kembali masuk untuk mengistirahatkan tubuhnya.

Tubuh yang lelah ditambah beberapa hari ini kurang istirahat membuat Liana tertidur pulas, sampai bunyi ponselnya saja tidak terdengar. Hingga suara dering kesekian, baru Liana terbangun, mengucek kelopak matanya ia mencoba mengumpulkan kesadaran sebelum mencari sumber suara yang berasal dari atas nakas.

"Ya Hallo?"

".... "

"Iya saya akan kesana, tolong jagain teman saya." Dalam hati Liana merutuki tingkah sahabatnya itu, yang senang-senang siapa, yang dinggangu saat tak sadarkan diri siapa? Nasib gini amat.

Setelah itu Liana bergegas mengambil jaket sebelum memesan ojek online untuk menuju tempat reuni. Dalam hati Liana merapalkan doa agar ia selamat sampai tujuan.

"Terimakasih Pak."

"Iya Kak."

Bergegas Liana masuk menuju tempat yang tadi disebutkan bartender yang menghubunginya, namun sayang suasana yang gelap ditambah suara musik yang mengalun begitu kencang membuat Liana kesulitan. Alhasil ia harus menyisir lautan manusia yang tengah bergoyang mengikuti irama, seakan permasalahan di dunia ini akan usai setelah bersenang-senang.

Netra yang terfokus mencari temannya membuat Liana tak mengetahui bahwa diujung sana ada pria yang tengah menunggunya.

"Hai, Tasya! Woy bangun." Ucap Liana mencoba mengembalikan kesadaran sahabatnya itu. Kepala Tasya yang bersandar di atas meja sontak menegak dan menatap Liana.

"Hai na," sapanya sebelum kembali menyandarkan kepalanya di meja. Liana yang melihat hal itu hanya bisa menghela napas panjang dan mengutuk jin yang bernama Edo itu, pasalnya pria itu tak kelihatan barang hidungnya.

"Sudah dibayar Kak?"

"Sudah Kak." Liana tersenyum dan mengucapkan terimakasih kepada bartender itu sebelum memapah tubuh Tasya keluar. Tubuh yang tinggi besar membuat Liana sedikit kesusahan bahkan saat ia berjalan di lorong menuju ke luar tubuh Tasya sempat terjatuh.

"Berat amat sih tubuh lo." Racau Liana dengan menggerakkan lengannya yang sedikit pegal, setelah selesai ia kembali memapah tubuh Tasya. Namun sayang Liana kehilangan keseimbangan dan ikut jatuh disisi Tasya.

"Auh." Tubuh Liana mendarat dengan keras di atas ubin yang dingin.

"Boleh saya bantu?" Suara itu? Liana bukan bermimpi, kan?

Netranya yang menatap ubin langsung menatap ke arah depan dimana suara pria itu berasal.

"How Are You, Liana?"

Tbc

How Are You? ✔ (KARYAKARSA Dan KBM)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang