Cerita ini sudah TAMAT di Karyakarsa, link ada di bio ya.
Selamat Membaca
Suara sering ponsel menyadarkan Liana, ia mengerjab mencari benda persegi panjang itu di atas nakas. "Mana sih." Hingga akhirnya benda itu ia temukan dan melihat siapa yang menelpon. Siapa lagi kalau bukan Mamanya, Lira.
"Hallo Ma?"
"Ya, kamu kapan pulang? Mama sama Papa kangen sama kamu Na."
"Lah bukannya minggu kemarin Ana sudah pulang, kenapa sekarang disuruh pulang lagi sih."
"Papa mau ngajak kita liburan. Ya liburan di sekitar sini sih."
"Jam berapa?"
"Jam sebelas ya. Mama tunggu." Mematikan sambungan telepon Liana bergegas membersihkan tubuh sebelum meluncur ke rumahnya. Karena jarak tidak terlalu jauh membut Liana sampai di rumah tidak lebih dari satu jam.
Tetapi ada yang janggal saat ia turun dari ojol dan mendapati sebuah mobil yang tak asing terparkir di halaman rumah, mobil yang sering ia tumpangi karena pemilik mobilnya memaksa.
"Ngapain dia kemari?" Batin Liana dengan melangkah masuk, tak lupa ia mengucap salam.
Belum juga tubuhnya masuk ke dalam rumah, suara tawa renyah menyapa indera pendengarnya. Suara yang berasal dari ruang tengah, suara seperti sedang menimang anak kecil. Setahu Liana, kakaknya masih di luar kota karena mengikuti suaminya, lantas siapa dia?
Jangan bilang Lili?
Dengan langkah lebarnya ia menuju ruang tengah dan betapa terkejutnya Liana melihat kedua orangtuanya tengah menimang Lili layaknya cucu mereka. "Papa... Mama...?"
"Sudah sampai?" Tubuh Lira bangkit dan mengecup pipi putrinya itu, "Sudah Ma."
"Ayo duduk." Liana yang masih dirundung pikiran yang berkecamuk hanya bisa mengikuti perintah Lira, ia duduk di sisi sofa yang kosong menatap Papanya yang tengah bermain dengan Lili.
"Lili cantik banget sih, kan Akung jadi gemas." Sejak kapan Papanya membahasakan dirinya Akung? Dan sejak kapan Wira sering main kemari.
"Baru sampai?" Sapa Wira yang baru saja dari kamar kecil, Liana yang malas bertemu dengan sosok itu membalas dengan anggukan.
"Lili sudah salim sama...?
Lili yang mendengar suara Ayahnya sontak menoleh, dan berucap. " Mama...?"
"Ya." Tubuh Lili merosot untuk turun, ia berjalan tertatih sampai di dekat Liana dan menatapnya dengan tatapan polos. Liana yang gemas akibat bocah itu sontak menangkup pipinya dan mengecup kening. "Mama alim." Ucapnya dengan menyodorkan tangan. Liana yang melihatnya sontak mengulurkan tangan dan menerima tangan kecil itu.
"Kalian sudah kenal?" Tanya Lira menatap Liana. Liana yang tengah mendudukkan tubuh Lili sontak mengangguk, ia sudah pernah bertemu gadis kecil ini.
"Baiklah kalau sudah tahu Lili, ayo kita liburan." Loh? Liburannya sama Lili dan Wira? Kenapa enggak bilang dari tadi? Kalau seperti ini lebih baik Liana ada di kos.
"Ayo Na, kita ke kebun binatang. Kasihan Lili belum pernah kesana." Ajak Lira dengan menatap Liana, Liana yang merasa kehadirannya tidak begitu penting sontak bertanya ke Lira. "Kenapa Mama ajak Liana? Kan bisa kalian sendiri."
Lira menatap Liana dengan tatapan permohonan. "Na, untuk kali ini saja." Kalau sudah begini maka Liana akan menuruti keinginan Lira.
Disepanjang perjalanan Lira bermain dengan Lili bahkan gadis kecil itu nampak dekat dengan Mamanya. Ingin rasanya ia bertanya mengenai kedekatan mereka, tapi nanti saja saat Wira tidak ada bersama mereka.
"Lili sayang enggak sama Uti?" Tanya Lira dengan gadis kecil itu. Lili yang mendengar tanya Lira menjawab. "Cayang, Ti."
What? Bagaimana mereka bisa sedekat ini setelah Wira menyakitinya? Ia butuh penjelasan.
"Mama Papa sama Lili ke dalam dulu, kalian nyusul." Malas mendebat Liana memilih mengiyakan ucapan Lira. Ia menunggu Wira memarkirkan mobil sebelum masuk ke dalam.
"Maaf lama."
"Hmm. Ayo masuk." Mereka berjalan beriringan masuk.
"Lo apakan keluarga gue? Kenapa juga keluarga gue mau nerima lo setelah apa yang lo perbuat." Todong Liana ke arah Wira. Wira mengangguk ia paham maksud pertanyaan Liana.
"Saya hanya ingin memperbaiki silaturahmi, apa itu salah?"
Salah, lo itu salah. Anjir!
"Lo nggak ngaca? Apa perlu gue belikan kaca biar lo paham." Jawab Liana dengan melangkah lebih dahulu, ia enggan menatap wajah Wira yang menyebalkan itu.
"Saya tahu, tapi semua itu masa lalu. Dan lagi status kita sama, Sama-sama single."
Ya Tuhan, apa salah gue sampai dipertemukan dengan dia sih. Ingin rasanya gue nampol tu mulut.
Liana mencoba tersenyum dan menatap Wira dengan sorot mata tajamnya. "Bapak Wira yang terhormat, meskipun kelak saya akan menikah, saya tetap memilih bukan dengan anda. Saya bukan perempuan bodoh yang mau dibodohi lagi. Cukup dulu."
Wira menatap tubuh yang selesai mengucapkan itu, tubuh yang menjauh dari posisinya. Ia tidak menampik jika hidupnya dulu kalang kabut saat kehilangan Liana, dan sekarang saat ia dihadapkan dengan sosok itu maka ia tidak akan melepaskannya.
"Dari mana aja kamu, Na?"
Liana memutar bola matanya malas, ia menatap Lili yang tengah melihat hewan di gendongan Papanya. "Ada apa kamu, kenapa muka kamu kaya gitu?" Lira mendekat ke arah putrinya.
"Mama yang apa-apaan, kenapa juga Mama ajak Wira kalau mau wisata keluarga sih." Mereka memilih untuk duduk di kursi panjang yang disediakan kebun binatang sambil menunggu Wira.
"Apa salahnya memang? Wira baik."
Nggak cukup baik, Ma.
Netra Liana menatap dalam Lira, "Mama nggak ingat apa yang dia lakukan sama Liana dulu?"
"Tahu, tapi itu dulu."
Kenapa semudah itu Lira percaya kembali ke sosok Wira setelah memporak porandakan hidup putrinya. "Kamu harus belajar memaafkan karena terkadang apa yang kita lihat tidak semuanya benar."
"Maksud Mama apa?" Senyuman menenangkan tercetak di wajah cantik Lira, wajah yang memiliki kecantikan yang menurun ke Liana. "Kamu sudah cukup usia untuk menikah, dan Mama pikir Wira pilihannya. Dia pria baik, dan juga ayah yang baik untuk anak-anak kalian."
Bukannya menjawab pertanyaan Liana, Lira mencoba mengubah topik pembicaraan.
"Mama tahu Liana luar dalam, dan Mama juga tahu bahwa Liana tidak ingin menikah."
Pandangan Lira menatap ke depan, ia membayangkan jika hidup putrinya akan bahagia seperti dirinya. Meskipun sampai di titik ini pun banyak rintangan yang Lira alami, tapi ia bersyukur akan kekuatan hubungannya dengan suami.
"Di usia Mama yang sudah tua ini, Mama hanya ingin melihat kamu bahagia dengan keluarga kamu. Mama juga ingin melihat kamu memiliki anak, apa kamu tidak ingin punya anak yang menggemaskan seperti Lili?"
Itu harapan orangtua, dan Liana tidak mau mematahkan harapan itu.
"Ma... "
Kepala Lira menoleh ke arah Liana, tangannya menggenggam tangan putrinya. "Mama tahu kamu takut, tapi sebagai manusia kamu harus melawan ketakutan itu. Dan lagi Wira tak seperti apa yang kamu lihat. Percaya sama Mama."
Dalam hati Liana mengutuk Wira yang seenaknya mencuci otak kedua orangtuanya untuk mengikuti keinginan pria itu.
"Dasar Wira!"
Tbc
Penasaran rahasia apa yang disimpan Wira, ikuti terus cerita ini.
Terimakasih atas dukungannya. 🥰
KAMU SEDANG MEMBACA
How Are You? ✔ (KARYAKARSA Dan KBM)
Novela JuvenilTerkadang kita harus merasakan luka sebelum merasakan bahagia. Tapi apa dengan kembali ke mantan kita akan mendapatkan bahagia?