11. Jumat

432 74 15
                                    

---

"Oi, Jepri."

Jeff menghentikan langkah lalu membalikkan badan, "Kalo kata gue mending Lo diem."

Yang memanggil tersenyum lebar, watados.

"Masih aja Lo disini, dari jaman gue nganggur pasca sarjana. Sampe gue punya kerjaan di anak P.T Patra Khawhao. Gak bosen ape?"

"Ck, bacot."

Bahu Jeff tertahan. spontan ia membalikkan badan dan menatap tajam lawan bicara atau lebih tepatnya orang yang menganggu nya.

"Katanya kerja di perusahaan gede? Tapi setelah gue liat liat, Lo itu kerjaan nya cuma ganggu hidup orang," Cecar Jeff, menampilkan senyum remeh.

Ia memang bodoh karna kuliah hingga semester 12. Tapi lebih bodoh lagi orang yang selalu ingin ikut campur urusan orang lain, bahkan sudah sangat jelas jika urusan tersebut bersifat privasi. Menjengkelkan.

"Buset, gaya bener omongan beban. Gue, Perth Ajawiya, gak sebanding sama beban kayak Lo. Pede bener jadi orang. Pengen banget hidupnya gue peduliin?"

"???"

Okay bro, are you sick? Let's back to your home, and get well die - J

Jeff kembali melanjutkan langkahnya yang terhenti, menyumpal kedua telinganya dengan earphone. Samar samar terdengar teriakan kesal orang bodoh tadi. Tapi, siapa peduli?

Sebenarnya ini bukan kejadian satu dua, tapi ratusan kali. Apalagi dari kalangan dosen. Sebelumnya. Kalo sekarang, dosen dosen malah tidak rela ia lulus.

"Okay Jeff, good job. Lanjut ke bab 3."

Senyuman manis tercetak jelas pada wajah cantiknya. Mew- dosen pembimbing nya ikut tersenyum. Jeff Saturnus adalah satunya mahasiswa yang melekat pada otak dan hidupnya tahun ini. Tinggal beberapa langkah lagi untuk Mew melepas kebiasaan revisi berkali kali ini.

"Gak mau main ke rumah?"

"Umm, mau Pak, tapi..."

Mew mengetuk ketuk meja, menunggu Jeff. Melanjutkan ucapannya.

"Tapi takut ketemu anak bungsu bapak." Jeff menggaruk lehernya yang tak gatal. Otaknya memutar memori beberapa minggu lalu. Sedikit membuatnya trauma.

"Maksud kamu Prim?"

"Iya Pak."

Tawa menggema di sudut ruang, butuh waktu beberapa detik untuk suara nya mereda. "Kamu kenal toh. Oiya, Abangnya aja sahabat kamu."

"Saya dan Bible tidak bersahabat."

Mew tersenyum mengejek, "Berantem terus tiap hari, tapi kalo akur kayak anak kucing. Judulnya masih musuh?"

"Begitulah."

Suara decitan antara kaki kursi dan lantai timbul manakala Mew bangkit. Jeff diam, tau jika sang dosen akan memberikan nya wejangan.

"Jeff... Mungkin akhir tahun ini kamu bakal lulus. Dan menempuh hidup baru. Meninggalkan kota Bandung untuk waktu yang lama." Intonasi rendah bercampur kesedihan itu terlalu sulit untuk tidak Jeff bawa dalam hatinya.

Entah kenapa, jantungnya tiba tiba berdetak kencang. Menanti kata kata yang selanjutnya terlontar dari orang yang lebih tua. Jeff mulai gelisah dalam duduknya.

"Saya bisa meminta tolong?"

"Minta tolong apa Pak?"

Tumben sekali, pikir Jeff.

"Tolong bujuk anak sulung saya, Bible. Untuk menyetujui perjodohan yang saya tawarkan pada dia "

Deg.

BibleJeff : RoutineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang