PRM 15

372 32 3
                                    

“Tekanan darah anda sangat rendah Tuan Muda, saya ingatkan untuk tidak lupa melakukan tranfusi darah.” White sama sekali tidak menanggapi perkataan Milk, dia menatap lurus kedepan Kamarnya, ada sesuatu yang ingin White keluarkan.

Chimon sadar akan situasi ini. Salah mereka tidak memberitahu rencana itu kepada Kakaknya, jika saja mereka memberitahunya mungkin tidak akan semencekam ini suasananya. “Ada lagi Dokter Milk?” tanya Chimon menggantikan sang Kakak.

“Hanya itu saja, nanti jadwal Check Up dan Tranfusi darah akan saya berikan. Oh iya, jika Infus ini habis tolong ganti lagi setelah yang kedua habis infusnya tidak perlu dilakukan lagi,” ungkap Milk sambil mengemas barang barangnya. Perkataan Milk hanya dibalas anggukan kepala oleh Chimon dan diberikan isyarat untuk segera keluar dari Kamar White.

Kondisi White sedikit menurun tadi, tidak terlalu mengkhawatirkan sebenarnya tapi karena beberapa Komplikasi yang terjadi pada tubuhnya membuat penurunan sekecil apapun akan berbahaya untuk tubuhnya. Dia harus menerima infus lagi padahal dia berharap kembali dengan posisi yang aman, tapi itu semua buyar saat dia melihat satu sosok yang sangat dirinya benci.

“Bagimana bisa dia menginjakkan kakinya di sini?” tanya White dengan penekanan disetiap katanya, hal itu berhasil membuat Chimon menunduk takut. Dia tidak menyangka jika Kakaknya bisa menjadi sosok yang seperti ini dalam waktu empat tahun.

“Maaf, itu rencana Ayah untuk menjebak Kaluarga Adulkittiporn melalui Putra tunggal mereka,” jawab Chimon dengan susah payah. Sialan! Aura Ayahnya bahkan kalah dengan White.

“Saya mulai mempertanyakan kedudukan saya.” Tawa yang tanpa emosi itu keluar dari mulut seseorang yang dulunya begitu bahagia dan selalu ceria, kini bahkan sosok itu hanya tinggal seperempat jiwanya saja.

“Kami tidak bermaksud merahasiakannya, kami memang berniat untuk memberitahukan anda saat anda sampai di Rumah, tapi rupanya kami salah seharus kami memberitahu sejak awal.” Chimon tahu saat ini kedudukannya tidak lagi sama seperti dulu, tidak sekalipun dia menyesal akan hal itu karena dia yakin suatu saat nanti dendamnya dan bahkan dendam seluruh Keluarga besarnya kepada Keluarga Adulkittiporn akan segera terlaksanakan.

“Chi....” White merentangkan tangannya yang membuat Chimon langsung menghambut kedalam pelukan itu, pelukan hangat yang selalu dia dambakan.

“Kau yang menjadi pemancingnya, bagaimana bisa saya tenang. Kita bisa gunakan siasat lain tapi saya mohon jangan lanjutkan ini.” Inilah yang membuat White berbeda dengan Patthiyakorn. Jika yang lainnya akan egois untuk diri mereka sendiri maka White akan egois demi banyak orang.

Chimon mengangkat kepalanya, dia melihat wajah itu dari bawah. Amarah White belum hilang sepenuhnya tapi raut wajah khawatir lebih mendominasi. “Kakak, kita tidak boleh menyia nyiakan waktu lagi. Off Jumpol anak tunggal dan kita tidak boleh membiarkannya memiliki keturunan sehingga kita bisa menghapuskan Keluarga Adulkittiporn,” balas Chimon berusaha meluruhkan hati White, tapi harusnya Chimon ingat jika Kakaknya begitu keras kepala.

“Dengan mengorbankanmu? Big no Chimon Wachirawit Patthiyakorn!” Nama lengkap. Tamat sudah riwayat Chimon kali ini, Kakaknya sudah benar benar marah dan segala sesuatunya akan ditentang dengan tegas jika dia tidak menyetujuinya.

“Kakak....”

“Keluar Chi.”

“Kak, pliss....”

“Chimon Wachirawit Patthiyakorn! Apa kau tidak mendengar perintahku hah?” Intonasi White naik dua tingkat, membuat Tuan Patthiyakorn dan Off yang berada di depan pintu kamar White tersentak kaget. Mungkin Tuan Patthiyakorn sudah sedikit terbiasa karena White memang sering menaikkan nada bicaranya saat ada sesuatu yang tidak dia sukai. Namun Off tidak pernah menyangka jika seorang Pria mungil yang persis seperti dengan Kekasihnya itu mampu menaikan Intonasinya segitu tingginya, bahkan Gun tidak pernah bisa melakukan itu sekalipun dia benar benar marah.

Pliss! Remember Me (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang