Part 18. Where is she?

172K 4.8K 149
                                    

Masih Edisi Revisi...

Silakan ke karya karsa kalo mau versi lengkapnya...

*****

Wherever you go

whatever you do

I will be right here waiting for you

Whatever it takes or how my heart breaks

I will be right here waiting for you

I took for granted all the times

That i thought would last somehow

I hear the laughter

I taste the tears

But i cant get near you now

Oh cant you see it baby

You got me going crazy

Right Here Waiting - Richard Marx



Previous incident

If you love somebody, let them go, for if they return, they were always yours. _antonio benedict_

Sebuah pesan singkat masuk ke dalam ponsel Cecil. Betapa kagetnya dia melihat isi pesan itu.

Lihat kelakuan sepupumu

Hanya kalimat itu yang masuk kedalam ponselnya. Tetapi detik berikutnya sebuah gambar masuk kembali kedalam ponselnya.

Foto Alena bersama seorang pria di club malam. Dimana posisi Alena tengah mencium pria itu.

Cecil geram melihat tingkah Alena. Dia berpikir Alena telah memiliki Ben, tetapi dengan mudahnya berselingkuh dengan pria lain.

Berniat ingin menjebak dan menjatuhkan Alena, dia mengirim pesan gambar itu kepada Ben. Cecil tidak akan membiarkan Alena bahagia. Dendam masa lalunya begitu besar. Dia juga sengaja mendekati Ben, dengan tujuan membuat Alena menderita.

Mungkin setelah dia mendapatkan Ben, Cecil akan meninggalkan Ben begitu saja. Kemudian dia kembali kepada pria pengecut itu. Walau pria yang Cecil cintai tidak seberani Ben, tetapi hatinya benar-benar sudah terikat dengan pria itu.

*****


Antonio Benedict


Masih setengah sadar akan kejadian semalam, aku terbangun dan merasakan ada seseorang yang terlelap di sampingku. Sedikit memijat kepala yang terasa sakit, aku sadar atas apa yang kulakukan semalam. Memang sangat keterlaluan. Tapi inilah hidupku. Ketika emosi dan rasa kesal datang, aku butuh sesuatu untuk melampiaskannya. Dan amat sangat kebetulan dia hadir semalam dalam apartemenku.

"Ben..." panggilnya padaku.

"Hm...."

Tanpa melihat ke arahnya, aku langsung bergegas masuk ke dalam kamar mandi, membersihkan diri dari sisa kebodohanku semalam, dan juga membersihkan pikiran ini dari bayang-bayang Alena.

Setelah hampir 30 menit aku menyelesaikan kegiatan pagi, aku pikir dia sudah tidak ada di dalam kamar. Nyatanya dia masih di sana. Di atas ranjangku, memerhatikan setiap kegiatan yang kulakukan pagi ini.

"Ben ... ada apa?" Suara seraknya kembali terdengar ditelingaku.

Aku hanya meliriknya sekilas. Tampilannya masih sama, acak-acakan atas ulahku semalam. Bahkan dia masih telanjang, tanpa selembar kain pun di atas tubuhnya.

Tatapanku perlahan turun pada bekas luka jahitan di bagian bawah perutnya. Kembali, rasa salah itu langsung menghantuiku. Jahitan itu ada karena kesalahanku. Dan memang sudah seharusnya aku bertanggung jawab atas semua yang telah terjadi.

"Delia, mandilah," ujarku datar, mencoba menghindari pembicaraan lebih lanjut.

"Aku tidak mau."

Masih dengan rengekan manja, dia mulai bergerak. Hanya dengan menggunakan selimut tipis, dia berjalan menuju ke arahku. Mengusap bagian punggungku.

Aku menarik napas panjang, berusaha menenangkan diri. Sentuhannya membuatku semakin sadar akan kekacauan yang kubuat. Alena, pikiranku kembali padanya. Mengapa aku selalu gagal melupakannya? Setiap tindakan impulsifku selalu berujung pada kehancuran.

"Delia, aku benar-benar butuh waktu sendiri sekarang," kataku sambil berusaha mengendalikan nada suaraku.

Kami saling tatap sesaat. Saat manik mataku terkunci oleh manik matanya yang berwarna hijau, aku tahu perasaan sayangnya kepadaku begitu tulus.

"Aku hanya ingin membantumu, Ben. Aku tahu kau sedang kesulitan," jawabnya, tetap tidak bergeming.

Dalam tatapannya ada kehangatan di sana, tetapi juga keputusasaan. Seolah-olah dia berharap bisa menjadi pelipur lara yang aku cari. Tapi dia bukan Alena, dan tidak akan pernah bisa.

"Delia, aku sungguh menghargai niatmu. Tapi aku tidak bisa memberikan apa yang kamu inginkan," kataku dengan lembut, tetapi tegas.

"Ben ..." rengeknya menggelitik telingaku. Kepalaku lantas menggeleng. Inilah penolakan yang bisa kulakukan agar tidak terjebak terlalu dalam atas kebodohan yang semalam telah kulakukan.

"Mandilah."

"Hm, aku ...."

"Tuan muda...."

Gery yang kembali masuk dengan mendadak, berhasil membuatku geram. Hampir saja aku menendang Gery keluar, jika dia tidak dengan cepat menghindar.

"Maaf Tuan." Gery menunduk.

"Ada apa?"

Aku sengaja menarik tubuh Delia untuk berdiri di belakangku. Sedikit menghalanginya agar Gery tidak begitu melihat tubuh telanjang Delia.

"Ada nona Cecillia di ruang tamu."

Aku sedikit kaget mendengarnya. Ada apalagi sekarang ini? Jujur saja aku begitu lelah dengan kelakuan para wanita yang ada di sekitarku. Entah apa yang mereka mau, yang kurasakan kini mereka semua seolah ingin aku tersiksa.

"Bagaimana, Tuan?" tanya Gery kembali dengan ketakutan.

"Aku akan kebawah. KELUAR LAH !!" Aku membentaknya.

Sesaat setelah Gery kembali menutup pintu kamar ini, Delia sengaja mengarahkan pandanganku agar menatap manik matanya.

"Kamu akan menemuinya? Perempuan iblis itu?" Tanya Delia tidak percaya.

Rasa kesal dan cemburu terpancar jelas dari sorot matanya yang tajam. Aku tahu Delia selalu merasa terancam setiap kali Cecillia datang. Kecemburuan Delia ini bukanlah sesuatu yang baru. Setiap kali nama Cecillia disebut, ada percikan api yang membakar di dalam dirinya.

"Dia hanya tamu, Delia," jawabku datar, mencoba meredakan ketegangannya.

"Tamu? Tamu yang selalu datang dengan senyum liciknya, dengan segala kelebihannya yang membuatku merasa tidak berarti? Dia iblis, Ben! Tolong jangan percaya apapun yang dia katakan." Delia menggenggam tanganku erat, seolah takut aku akan hilang darinya.

"Iblis? Jika dia iblis, kamu apa?" tanyaku dengan nada datar, namun berhasil menusuknya.

"Aku tunanganmu, Ben!!"

Wajahnya terlihat kesal sebelum meninggalkanku untuk masuk ke dalam kamar mandi.

Aku menghela napas panjang, merasakan beban berat yang tak terlihat namun begitu nyata di antara kami.

Ya, memang benar dia tunanganku. Tapi hatiku tidak akan pernah ada untuknya.


continue...

Masih ada yang baca kah?

YES, SIR | 18+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang