f o u r

11K 820 29
                                    


"Kenapa mendadak gini?" Merly menatap bergantian pada Sagara yang berdiri di sampingnya sembari memperhatikan beberapa asisten membantu mengangkat beberapa koper.

"Gar, seharusnya kamu tanya persetujuan Mommy sama Daddy, dong. Kenapa malah ambil keputusan sepihak seperti ini?"

Sedangkan Pak Sanjaya tidak banyak berkomentar, namun tatapannya tetap terjurus pada Sagara yang diam saja dari semenjak turun tangga.

"Dimana Nerissa dan Sakala?" Malah Sagara bertanya seperti itu pada salah satu asisten rumah tangga.

"Di kamar Den Sakala, Pak. Ada debat sedikit karena Den Sakala minta mainannya dibawa semua, tapi Bu Rissa sudah bujuk bisa dibawa lain kali hanya saja Den Sakala nggak mau," balas asisten tersebut.

Sagara mengembuskan napasnya dengan berat sambil melirik jam tangan ia kembali berbicara, "Suruh mereka untuk cepat, bilang Nerissa kalau saya harus sampai kantor sebelum jam sembilan."

"Baik, Pak." Asisten itu buru-buru undur diri.

"Sagara, kamu dengar apa yang Mommy bicarakan gak, sih? Tahun lalu rumah yang kamu bangun untuk bersama Naura sudah kamu jual, kenapa sekarang bisa jadi hak milik kamu kembali? Dan apa maksudnya untuk tinggal di rumah itu bersama Nerissa? Kamu sudah kehilangan akal atau bagaimana? Kamu sudah mulai cinta sama dia, jatuh hati dengan Nerissa?" tanya Bu Ana dengan emosi yang tidak dapat lagi ditahan.

"Rumah itu rumahku," jawab Sagara singkat. "Mau aku tempati atau aku tinggalkan itu terserah aku."

"Kamu yakin untuk tinggal bersama Nerissa di sana? Gar, tolong ... pikir lagi," ujar Bu Ana.

"Aku dan Nerissa akan ke rumah ini mungkin di hari sabtu atau minggu, cuma untuk berkunjung. Ini sudah kesepakatan aku dengan Nerissa. Salah satu alasan mungkin aku terlalu muak dengan kalian yang selalu bertengkar, aku tidak bela Nerissa disini karena dia pun salah dan tidak pernah berubah untuk lebih dewasa."

"Jadi sekarang kamu mau berperan sebagai suami yang baik untuk dia? Mau merubah Nerissa menjadi lebih baik?" tanya Merly berdecih.

"Ly, lebih baik kamu diam. Jangan sampai buat aku debat lagi sama kamu hanya untuk bahas tentang Nerissa," ujar Sagara dengan menusuk pada Merly yang langsung menampilkan ekspresi datar.

"Hubungi kalau ada apa-apa, Gar."

Hanya itu yang diucapkan Pak Sanjaya setelah menepuk pundak Sagara sebelum ayahnya itu menyambut Sakala yang tengah berlari selepas turun tangga membuat rambutnya yang hitam legam dan sedikit panjang bergerak-gerak. Melihat itu Sagara tersenyum kecil, namun ketika tatapannya bertemu dengan Nerissa yang juga tersenyum ketika Sakala lompat ke gendongan Pak Sanjaya semua kembali ke semula. Hanya wajah dengan ekspresi datar yang bisa Nerissa lihat.

"Mom, saya izin untuk ajak Nanin ke rumah kami yang baru," ujar Nerissa dengan sopan ketika ia sudah berada di samping Sagara dan berhadapan langsung dengan Bu Ana.

Nanin yang mendengar itu menunduk, jaraknya dengan atasannya itu memang tidak begitu jauh tapi ia mencoba untuk menghargai dan sadar posisi. Ia juga sudah siap dengan tas keperluan miliknya serta keperluan Sakala lainnya.

Sebenarnya kalau dipikir kembali Nerissa tidak perlu meminta izin pada Bu Ana karena Nanin diupah oleh Sagara dan itu bukanlah nominal yang kecil. Hanya saja rasanya tidak sopan kalau Nerissa membawa begitu saja asisten untuk merawat Sakala karena dari awal yang merekomendasikan Nanin adalah Bu Ana sendiri.

"Apa kamu bilang? Rumah kami?" tanya Bu Ana dengan raut tidak suka.

Belum apa-apa, Sagara sudah menarik napasnya ia juga buru-buru menarik tangan Nerissa. "Kita pergi sekarang," ujarnya kini memposisikan dirinya sebagai penengah, namun tangan Nerissa sedikit menepis bahunya untuk bergeser karena menghalangi.

Should Be Love? | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang