f i v e

10.8K 777 28
                                    


"Daripada ngeliatin gue kerja, mending lo balik lagi aja kerja deh, Ris. Ketimbang ngurus Sakala doang masalah kecil ... si Nanin 'kan standby terus."

"Gue hamil. Menurut lo gimana, Rin?"

Teman dekat Nerissa itu bernama Karin, satu-satunya teman yang masih awet sampai sekarang. Susah senang Nerissa jalani bersama wanita itu. Awal mereka kenal di sebuah butik ternama karena mereka sama-sama designer yang bekerja di tempat tersebut. Namun setelah mengandung dan semenjak Sakala hadir, Nerissa memutuskan untuk berhenti dari dunia kerjanya. Karin juga merupakan satu-satunya orang yang menemani Nerissa di hidup ini karena Nerissa tidak punya siapapun lagi selepas orang tuanya meninggal pada kecelakaan maut dan Karin adalah orang yang sabar saat menemani Nerissa berupaya keras mencari tahu tentang Sagara, dulu, walaupun Karin sempat bilang bahwa Nerissa tidak perlu repot-repot mencari pria yang telah menghamilinya itu karena bahkan Nerissa sendiri pun bisa membiayai Sakala, Karin pun akan bersedia membantu.

"Are you joking?" tanya Karin dengan raut terkejut.

"My second pregnancy," jawab Nerissa sambil mengangguk.

"Oh my God please, Ris, sebenarnya gue happy," ujar Karin mengibas rambutnya yang turun. "Tapi ... anak si brengsek? Again? Really, Nerissa?"

"Menurut lo? Gue have sex sama cowok lain lagi, begitu? Cari mati kali," ujar Nerissa sambil membolak-balikkan kertas-kertas yang berisi sketsa yang masih abstrak milik Karin.

"Hey, listen, girl. Dengan lo hamil anak dia lagi juga menurut gue lo cari mati, emangnya Sagara terima? Dia udah berubah jadi Daddy idaman gitu? Terus keluarganya, lo pikir mertua lo sama si Merly sialan itu bakal diam aja? Yang ada lo semakin dihancurin sama mereka," balas Karin greget dan sudah ngawur sampai pekerjaannya sudah tidak ia anggap penting.

Nerissa diam saja, ia meminum teh hangatnya. Siapapun yang akan melihatnya pasti akan terpesona, Nerissa bagaikan sosok perempuan anggun yang banyak disukai kalangan pria. Namun tidak dengan Sagara.

"Sekarang gue tinggal di rumah Sagara, Rin. Bukan rumah utama lagi," balas Nerissa.

Lagi, Karin terkejut. "Ris?! Maksud lo rumah Sagara dan Naura? Gila lo?!"

Nerissa mengembuskan napasnya begitu tahu respon seperti apa yang akan Karin tunjukkan. "Gue capek. Harus ribut setiap hari sama Bu Ana dan Merly. Mental gue rasanya down, setiap kali dicecar omongan mereka. Apalagi sekarang ada yang harus gue jaga, jadi mungkin pisah rumah lebih baik."

"Divorce, Ris! Berapa kali, sih, gue harus bilang? Lama-lama gue yang stres." Karin agak memekik kekesalan mungkin.

"Rin," panggil Nerissa. "Jangan anggap sepele tentang itu. Cerai itu satu-satunya yang gue hindari semenjak sama Sagara. Bukan cuma pisah sama Sagara, mungkin juga bisa pisah sama Sakala dan gue gak mau hal itu terjadi."

"Astaga, Ris." Karin geleng-geleng kepala. "Menurut gue, lo bertahan juga percuma. Sagara gak pernah berubah, sedikit pun untuk lebih care sama lo aja nggak."

Bukan Nerissa namanya kalau mendengar segala omongan Karin yang selalu menyuruhnya untuk menyerah pada Sagara. Wanita itu kini melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul 3 sore, ia bisa keluar rumah sehabis merapikan barang keperluannya dan keperluan Sagara ke lemari di kamar barunya lalu ia pergi sebentar menemui temannya dan meminta Nanin untuk menjaga Sakala jikalau anaknya itu sudah terbangun. Mungkin ia masih punya waktu dua jam ke depan bersama Karin sebelum pukul 5 sore yang dipastikan Sagara sudah berada di rumah, kalau pria itu tidak lembur.

"Rin, kerjaan lo udah beres?" tanya Nerissa.

"Kenapa?"

"Mau ngehabisin uang Sagara?" Nerissa tersenyum begitu Karin malah tertawa dan menggelengkan kepalanya.

Should Be Love? | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang