t w e n t y

13.1K 874 86
                                    


Di ruang utama kini Nerissa tempati bersama Kaivan dan orang tuanya, hanya ada mereka, tanpa kehadiran Sagara yang memilih pergi dari rumah ini semenjak sore hari tadi. Pak Sanjaya sengaja memanggilnya berniat ingin berbicara, Nerissa maupun dengan ajakan Kaivan. Pada awalnya ia tidak ingin berada di rumah ini dan ingin pergi saja, tetapi Kaivan menahannya, dengan perkataan yang membuat Nerissa bungkam.

"Ris, kalau kamu lebih memilih untuk pergi, artinya kamu gak serius denganku dan aku simpulkan semuanya berhenti sampai disini. Padahal aku sudah menerima baik dan buruknya masa lalumu."

Tentu, Nerissa dibuat tidak bisa berkutik. Ia bertahan, ada rasa malu ketika Pak Sanjaya dan Bu Ana menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan, namun Kaivan mengabaikan itu. Nerissa merasa lebih tenang, berada di samping Kaivan membuat Nerissa merasa memiliki lindungan dan sandaran di tempat yang tepat.

"Sagara dan Naura sudah bercerai."

Nerissa tersedak.

Tangan Kaivan buru-buru mengelus punggung Nerissa yang terbuka sebab wanita itu memakai dress yang berdada cukup rendah. Ia juga mengulurkan secangkir air putih saat Nerissa tak kunjung reda terbatuk.

"I'm sorry," sahut Nerissa merasa tak sopan, sambil menatap Kaivan.

"It's okay, sudah merasa baikan?" tanya Kaivan, wajahnya terlihat khawatir.

Nerissa hanya mengangguk, tetapi kini ia mengangkat pandangan pada Pak Sanjaya yang berucap demikian sampai membuatnya terkejut bukan main. Ia pikir mereka akan membicarakan hal lain seperti bagaimana bisa Nerissa bertemu dan menjalin hubungan dengan Kaivan, namun jauh diluar nalar malah seperti ini. Kaivan sempat menawarkan agar ia tidak masuk kedalam perbincangan, tapi Nerissa menahan agar Kaivan tetap di sampingnya.

"Bertanyalah, apapun itu. Kalau kamu ingin tahu segalanya apa yang nggak kamu tahu selama ini, Ris."

"Kamu sudah tahu tentang ini?" tebak Nerissa menatap pada Kaivan.

"Aku sudah tahu dari sebelum aku tahu bahwa kamu mantan istrinya," balas Kaivan.

Kedua mata Nerissa terpejam lelah.

"Biar saya perjelas, Rissa. Saya sama sekali tidak bermaksud untuk membuat hubungan antara kamu dengan Kaivan memburuk, tapi saya rasa ini memang perlu untuk dijelaskan. Sebelumnya terimakasih, kamu sudah menjaga cucu saya sampai besar tanpa sepeserpun dana yang diberikan oleh Sagara secara langsung sama kamu, walaupun sebenarnya ada, tapi kamu tidak memakai uang tersebut selama hampir dua tahun ini--sampai akhirnya Sagara bertindak untuk memutus segala akses card kamu karena dia sempat berpikir bahwa kamu sudah melupakannya," Pak Sanjaya terlihat membuang napasnya dengan berat. "Tapi selama dua tahun ini Sagara benar-benar hancur dan terpuruk. Kamu mungkin nggak tahu, memang, untuk problem ini kita keep benar-benar walau ada beberapa yang tahu. Saya jadi satu-satunya yang harus kembali menangani masalah yang diperbuat Sagara karena dia sendiri tidak becus untuk urus dirinya sendiri, Sagara nyaris seperti orang gila, gila kerja dan gila segalanya. Semenjak perusahaan yang ia pegang mengalami kendala dalam berbagai aspek karena ada satu masalah besar--kecelakaan dari penerbangan Alaric Airlines yang memakan semua penumpang tanpa ada yang selamat sehingga membuat kepercayaan dan minat untuk memakai jasa penerbangan tersebut menurun. Sagara benar-benar kehilangan setengah dari jiwanya, saya bisa saja menolong, tapi kalau terus seperti itu Sagara tidak bisa berkembang dengan sendirinya. Maka saya biarkan itu terjadi, sampai saat ini Sagara masih kesulitan sendiri dan perusahaannya diambang kehancuran. Kalau dibilang menyerah, Sagara sudah jatuh hancur lebih dari apapun, hanya saja ia malu--malu untuk menunjukkan bahwa dia gagal--pada saya."

Kedua tangan Nerissa saling mengepal di bawah meja.

"Dan seperti yang saya bilang tadi, Sagara dan Naura sudah bercerai, sejak satu tahun yang lalu."

Should Be Love? | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang