s i x

9.9K 831 40
                                    


Sagara memang sudah terbiasa bangun di pagi hari dan bersiap untuk bekerja sendiri, walaupun kadang Nerissa sudah menyiapkan setelan pakaiannya. Namun pagi ini Sagara tidak menemukan keberadaan Nerissa di samping ranjang mereka, juga tidak menemukan setelan pakaian yang artinya Nerissa melupakan hal itu. Ia tidak berusaha mencari dan bertanya-tanya dimana keberadaan wanita itu karena ia yakin Nerissa kini sedang sibuk mengurus Sakala.

Benar saja, ketika Sagada turun tangga ia bisa melihat keberadaan Sakala dan Nanin di meja makan. Serta Nerissa yang hanya mengenakan dress ketat hitam pendek dengan tali spaghetti di pundaknya dan sedang berkutat di depan pantry. Nerissa memang tidak malu mempertontonkan berbagai jejak yang tidak tertutupi sepanjang leher putihnya dan Sagara rasa, Nanin agaknya sudah biasa juga dengan kelakuan atasannya.

"Bangun lebih dulu?" tanya Sagara melangkah mendekati Nerissa, wajahnya yang segar serta wangi parfum yang maskulin membuat Nerissa sempat menghentikan sejenak kegiatan yang dilakukan.

"Setelan yang kamu pakai sekarang juga gak begitu buruk. Aku gak sempat siapin segalanya karena Sakala rewel hari ini," ujar Nerissa merentangkan tangannya di meja pantry sambil menelisik penampilan Sagara yang sempurna.

"Ris, bisa kamu ganti pakaian?" ujar Sagara yang risih melihat kulit putih Nerissa yang dihiasi bercak kemerahan perbuatannya semalam yang tidak ia sangka akan sebanyak itu. Apa semalam dirinya terlalu brutal?

"Ini semua sebab kamu. Aku gak malu sedikitpun untuk berpenampilan seperti ini, toh Nanin sudah biasa," ujar Nerissa dengan senyumnya yang terlihat miris.

Sagara melangkah mendekatinya, namun Nerissa buru-buru mundur sampai bokongnya menyentuh pantry dengan satu tangan yang terangkat membuat Sagara otomatis ikut menghentikan langkahnya.

"Nerissa?" Sagara heran karena sebelumnya wanita itu tidak pernah sama sekali menolak apapun yang hendak ia lakukan.

"Tujuan kamu sebenarnya apa?" tanya Nerissa tiba-tiba. Ia tahu, kebiasaan Sagara kepadanya seperti apa setiap harinya. Jika Sagara memang sedang benar-benar dalam mood yang berbeda, ia selalu merasa menjadi seorang istri seutuhnya karena Sagara akan memperlakukan Nerissa layaknya istri sungguhan. Mencium, memeluk dan Nerissa akan seperti biasa menerima. "Jangan karena kamu bertengkar sama Naura, kamu lari ke aku. Stop ya, Gar, jadiin aku pelarian kamu. Kalau kamu memang mau lampiaskan segala nafsu lebih baik kamu pergi ke club dan cari wanita lain untuk bersenang-senang. Silakan, aku gak akan larang," ujarnya dengan suara yang berubah bergetar di akhir kalimat.

Mungkin Nerissa terlihat sok karena mempersilakan Sagara untuk main perempuan di luar sana padahal pada kenyataannya Sagara bermain dengan satu wanita dan itu Naura pun Nerissa sudah tidak sanggup menerima kenyataan. Apalagi jika Sagara main dengan banyak perempuan. Bunuh saja ia secara perlahan. Nerissa hanya mencoba mencari tameng saat ini di hadapan Sagara.

Sagara terdiam sejenak, namun sesaat wajahnya yang tadi heran kini berekspresi datar dan dingin seperti biasanya.

"Aku sempat berpikir, malam tadi adalah malam yang paling baik dari malam-malam kita sebelumnya. Aku juga sempat berpikir kamu main pakai perasaan, tapi aku salah--"

"Nanin, sorry, bawa Sakala masuk ke mobil saya," ujar Sagara dengan suara yang agak kencang agar Nanin yang mencoba menulikan pendengaran dari perbincangannya bisa mengikuti perintahnya.

"Baik, Pak," balas Nanin buru-buru sambil kerepotan menggendong Sakala, sambil menenteng tas sekolah serta kotak bekal.

Sakala menatap Nanin dan kedua orang tuanya bergantian. "Mommy and Daddy gak ikut kita, Nin?" tanyanya dengan masih melirik ke balik pundak Nanin.

Should Be Love? | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang